BERTAMBAH DAN BERKURANGNYA IMAN

BERTAMBAH DAN BERKURANGNYA IMAN

April 30, 2013 Add Comment

Iman bisa bertambah dan berkurang

Sudah menjadi kesepakatan para ulama ahlussunnah wal jama’ah bahwasanya iman bisa bertambah dan juga bisa berkurang. Sebagaimana perkataan imam Bukhari bahwasanya beliau berkata;
لَقَيْتُ أَكْثَرُمِنْ أَلْفِ رَجُلٍ مِنَ العُلَمَاءِ بِالأَمْصَارِ فَمَا رَأَيتُ يَخْتَلِفُ فِي أَنَّ الإِيمَانَ قَولٌ وَعَمَلٌ يَزِيدُ وَ يَنقُصُ
”Telah aku temui lebih dari seribu ’ulama di banyak negeri, tidak satupun dari mereka yang berselisih bahwa iman adalah qowl wa ’amal (perkataan dan perbuatan), bisa bertambah dan bisa berkurang.”
            Sesungguhnya iman yang ada dalam diri seorang hamba itu bisa bertambah dan bisa pula berkurang. Terdapat banyak sekali dalil-dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah tentang hal ini. Adapun dalil-dalil dari al-Qur’an antara lain:

Alloh swt berfirman:
  "Dan apabila diturunkan suatu surat, Maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata: "Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turannya) surat ini?" Adapun orang-orang yang beriman, Maka surat ini menambah imannya, dan mereka merasa gembira.” (QS. At-Taubah: 124)

Alloh swt berfirman:
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia.” (QS. Al-Anfal: 2-4)
3
Alloh swt berfirman:
"Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada).” (QS. Al-Fath: 4)

            Adapun dalil-dalil dari as-Sunnah adalah sabda Rasululloh  sebagai berikut:

Dari ’Abdulloh bin ’Amr bin Al-’Ash , bahwa Rasululloh  bersabda:
إِنَّ الإِيمَانَ لَيَخْلَقُ فِي جَوْفِ أَحَدِكُم كَمَا يَخْلَقُ الثَّوْبَ الخَلِقَ فَاسْئَلُ اللهَ أَنْ يُجَدِّدَ الإِيْمَانَ فِي قُلُوبِكُمْ
Sesungguhnya iman itu bisa lapuk dalam rongga salah seorang dari kalian sebagaimana lapuknya baju. Maka hendaknya kalian meminta kepada Alloh agar Dia memperbaharui iman dalam hati-hati kalian.” (HR. Hakim, Thobroni dan lainnya)  

            Dalam hadits yang mulia ini,  Rasululloh  menyatakan dua perkara:
  1.  Bahwa iman itu bisa berkurang sedikit demi sedikit.
  2. Bahwa iman itu dapat diperbaharui, ditumbuhkan atau diperkuat.

Oleh karena itu penting untuk kita mengetahui sebab-sebab yang dapat mengurangi imannya sehingga sebab-sebab itu sirna darinya, dan kita juga harus mengetahui sebab-sebab bertambahnya iman sehingga dapat memperkuat iman kita.

مَنْ رَأَى مِنْ كُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَالِكَ أَضْعَفُ الإِيْمَانِ
“Barang siapa melihat kemungkaran, maka hendaklah merubahnya dengan tangannya, jika tidak mampu, maka dengan lisannya, jika tidak mampu, maka dengan hatinya, dan itulah selemah-lemahnya iman.” (HR. Bukhari)

            Hadits ini menunjukkan tingkatan-tingkatan dalam mencegah kemungkaran dan ia adalah bagian dari iman. Hadits ini menafikan iman dari seseorang yang tidak mau melakukan tingkatan terendah dari tingkatan nahi munkar yaitu merubah kemungkaran dengan hati. Sebagaimana disebutkan dalam sebagian riwayat hadits, “Dan tidak ada sesudahnya sebiji sawi pun dari iman.” (HR. Muslim)
            Rasululloh  bersabda,
الإِيْمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُوْنَ أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّوْنَ شُعْبَةٌ، فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لَا إِلَهَ إلَّا اللهُ وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الأَذَى عَنِ الطَّرِيْقِ، وَالحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الإيْمَانِ
“Iman itu memiliki tujuh puluh cabang atau enam puluh cabang lebih. Cabangnya yang paling utama adalah ucapan “La Ilaha illalloh” dan cabangnya yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan, sedangkan rasa malu itu (juga) salah satu cabang dari iman.” (HR. Muslim)

            Hadits ini menjelaskan bahwa iman itu terdiri dari cabang-cabang yang bermacam-bermacam, dan setiap cabang adalah bagian dari iman yang keutamaannya berbeda-beda, yang paling tinggi dan paling utama adalah ucapan “La Ilaha Illalloh” kemudian cabang-cabang sesudahnya secara berurutan dalam nilai dan fadhilahnya sampai pada cabang yang terakhir yaitu menyingkirkan gangguan dari jalan.
            Adapun cabang-cabang antara keduanya adalah shalat, zakat, puasa, haji dan amalan-amalan hati seperti rasa malu, tawakkal, khosyah dan sebagainya, yang kesemuanya itu dinamakan iman. Sejalan dengan pengamalan cabang-cabang iman itu, maka iman bisa bertambah dan bisa berkurang.

Dalil-dalil dari atsar para Shahabat.
‘Umar bin Khoththob ra berkata:
هَلُمُّوْا نَزْدَدْ إِيْمَانًا
“Marilah ke sini, agar kita menambah keimanan”

‘Abdulloh bin Mas’ud ra berkata:
إِجْلِسُوْابِنَا نَزْدَدْ إِيْمَانًا
“Marilah duduk bersama kami agar kita dapat menambah keimanan”

Mu’adz bin Jabal ra berkata:
إِجْلِسْ بِنَا نُؤْمِنْ سَاعَةً
“Marilah duduk sejanak bersama kami untuk menambah keimanan”

‘Abdulloh bin Rawahah
Diriwayatkan bahwa ‘Abdulloh bin Rawahah biasa menggandeng tangan shahabatnya dan berkata, ‘Marilah kita beriman sesaat. Marilah kita berdzikir kepada Alloh dan menambah keimanan. Marilah kita berdzikir kepada Alloh dengan mentaati-Nya semoga Dia mengingat kita dengan mengampuni kita.”

Maksud mereka dengan perkataan tersebut adalah mengajak untuk berkumpul di majelis ‘ilmu untuk mengingat Alloh swt, mejelis yang dapat menambah keimanan. Mengingat tentang kebesaran Alloh swt, mengingat tentang halal dan haram, belajar Agama Alloh swt, dan lain-lain akan menambah keimanan seseorang dan menghilangkan sifat lalai dari dirinya

Ibnu ‘Abbas ra berkata;
اللهُمَّ زِدْنًا إِيْمَانًا وَيَقِينًا وَفِقْهًا
Ya Alloh, tambahkanlah iman, keyakinan dan pemahaman kepada kami!(HR. Ahmad, Ibnu Baththah, al-Ajurriy, dan Ibnu Hajar)

Abu Darda ra berkata;
الإِيمَانُ يَزْدَادُ وَيَنْقُصُ
Iman bisa bertambah dan berkurang.”
 ((HR. Ahmad, Ibnu Baththah, Ibnu Majjah dan al-Lalika’i)

Abu Hurairah ra berkata;
الإِيمَانُ يَزِيْدُ وَيَنْقُصُ
Iman bisa bertambah dan juga berkurang.” (HR. Ahmad, Ibnu Baththah, al-Ajurriy, al-Lalika’i)

Abdu Darda mengatakan;
“Di antara tanda kefahaman agama seseorang adalah ia mengetahui apakah imannya bertambah ataukah berkurang.”

            ‘Umair bin Hubaib al-Khitomi  berkata: “Iman itu bertambah dan berkurang.” Dia ditanya: “Apa yang menyebabkan bertambah dan berkurangnya?” Dia menjawab: “Apabila kita berdzikir kepada Alloh , memuji-Nya dan bertasbih kepada-Nya maka itulah bertambahnya iman. Dan apabila kita lalai, menyia-nyiakan dan melupkan-Nya, maka itulah berkurangnya iman.”
            ‘Abdurrahman bin ‘Amr al-Auza’I , salah seorang imam tabi’in pernah ditanya tentang keimanan, apakah ia bisa bertambah? Beliau menjawab: “Betul (bisa bertambah) sampai seperti gunung.” Lalu beliau ditanya lagi: “Apakah bisa berkurang?” Beliau menjawab, “Ya, sampai tidak tersisa sedikitpun.”
            Demikian pula Imam Ahlussunnah wal jama’ah, Ahmad bin Hanbal  pernah ditanya tentang keimanan, apakah bisa bertambah dan berkurang? Beliau menjawab: “Iman bisa bertambah sampai puncak langit yang ke tujuh dan bisa berkurang sampai lapis bumi yang ke tujuh.” Beliau juga mengatakan: Iman itu terdiri atas ucapan dan amalan, bisa bertambah dan berkurang. Apabila engkau mengamalkan kebajikan, maka imanmu akan bertambah, dan apabila engkau menyia-nyiakannya, maka imanmu pun berkurang.”

Demikian beberapa dalil dari al-Qur'an, Sunnah dan juga perkataan para shahabat dan para ulama yang lainnya mengenai bertambah dan berkurangnya iman dalam diri sesorang. Jadi jelaslah bahwa iman itu bersifat yazid wa yanqush (bertambah dan berkurang)


diposkan oleh: Ana Cilacap

HBI " Halaqah Bimbingan Islam " DINUL ISLAM

April 27, 2013 Add Comment

Bismillah… Ikhwatifillah, kali ini informasi datang dari Citeureup. Alhamdulillah Sabtu malam 27 April 2013 ini DPC HASMI Citeureup telah melaksanakan HBI “ Halaqah Bimbingan Islam “ yaitu pembinaan Agama Islam berpedoman dengan buku tarbiyah Dinul Islam yang ditulis oleh HASMI dan diterbitkan oleh PT. Marwah Indo Media. Presentasi kehadiran peserta halaqah malam ini mengalami peningkatan, yang sebelumnya hanya beberapa orang saja, sekarang menjadi 10 orang. Di antar mereka adalah; Suhendi, Dian Suliana, Misbah, Ahmad Saudi, Miftah, Wawan, Sukadi, Icun, Sahaldan dan Abu Ibrahim. Sebagian peserta tidak bisa hadir karena bertepatan dengan jadwal kerja mereka. Bagi kaum muslimin yang berminat mengikuti halaqah ini, maka kami persilahkan dengan sangat terbuka. Atau bagi kaum muslimin yang ingin mengadakan halaqah sendiri di masjid/mushala atau bahkan di rumahnya, maka kami dengan senang hati akan melayani anda semua. Semoga usaha-usaha kita dan kaum muslimin  yang lain dibalas oleh Alloh dengan pahala yang besar berupa Surga-Nya.. Amiin..

Karena Kau HASMI

April 27, 2013 Add Comment

Karena Kau HASMI

Kan kukibarkan kau HASMI…
Kan kutegakkan kau di bumi tercinta ini…
Sekokoh Uhud… setinggi Himalaya…
Sampai tiada bendera di atas benderamu…

        Bukan karena kau adalah  kau...,
        Tetapi karena kau penegak kebenaran…
        Karena kau adalah penggali kemurnian…

Kau singkirkan belukar penipuan…
Kau hapuskan debu kepalsuan…
Kau hancurkan belenggu kebodohan…
Kau papah ummat sepanjang jalan…
Kau tuntun manusia ke jalan yang lurus…

Kalau kau HASMI tidak demikian..!!
Niscaya kucampakkan kau ke lembah lupa…

        Selamat berjuang HASMI…Selamat berjuang..!!
        Aku pendukungmu..Bahkan akulah nadimu...
        Kau tak akan putus, sebelum aku pupus…

       




Perintah Amal Jama'i

April 26, 2013 Add Comment


BUAT TEMAN-TEMAN YANG ANTI AMAL JAMA`I

Di dalam nash-nash Syar`i, baik Al Qur`an, As Sunnah maupun Aqwal As Salaf kita dapat menyimpulkan bahwa kata Al Furqoh mengandung dua makna :
1. Furqoh dalam arti perpecahan Ad Dien dan manhaj. Perpecahan ini terjadi ketika seseorang atau beberapa orang keluar dari manhaj yang benar dalam memahami dan mengamalkan Dienul Islam serta masuk ke manhaj bid`i.
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَتَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَالِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepada kalian agar kalian bertaqwa. (QS. 6:153) 
لَتَفْتَرِقَنَّ أُمَّتِيْ عَلَى ثَلاَثٍ وَ سَبْعِيْنَ فِرْقَةً وَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَ ثِنْتَانِ وَ سَبْعُوْنَ فِي النَّارِ قِيْلَ يَا رَسُوْلَ اللهِ مَنْ هُمْ ؟ قَالَ : اَلجَمَاعَةُ.

“Sesungguhnya umatku berpecah-belah menjadi 73 golongan. Satu golongan di dalam surga dan 72 golongan di dalam neraka. Ditanyakan kepada beliau: Siapakah mereka (yang satu golongan) itu ya Rasulullah? Beliau  menjawab: Al Jama`ah”.

 
2. Furqoh dalam arti perpecahan barisan. Perpecahan ini terjadi ketika seseorang atau beberapa orang keluar dari Imam (yang sah menurut Syari`at Islam) dan Jama`ah kaum muslimin. 
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَآءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِّنَ النَّارِ فَأَنقَذَكُم مِّنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللهُ لَكُمْ ءَايَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
“Dan berpeganglah kalian kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kalian bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepada kalian ketika dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hati kalian, lalu menjadilah kalian karena nikmat Allah orang yang bersaudara; dan kalian telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kalian daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kalian, agar kalian mendapat petunjuk. (QS. 3:103)


Rosululloh  bersabda :
من رأى من أميره شيئا يكرهه فليصبر عليه فإنه ليس أحد يفارق الجماعة شبرا فيموت إلا مات ميتة جاهلية
Barangsiapa yang melihat dari pemimpinnya sesuatu yang tidak disukainya, hendaklah dia bersabar, karena tidak ada seorangpun yang memecah jama`ah walaupun sejengkal, kecuali dia mati dengan mati jahiliyyah”.


Sedangkan arti jama`ah itu sendiri pada asalnya adalah sekelompok manusia yang disatukan oleh satu tujuan. Dan jika yang kita maksudkan amal jama`i berarti sekelompok orang yang saling ta`awun terorganisir dan tepimpin untuk mencapai tujuan tertentu yang dimaksud. Di dalam kamus bahasa Arab “Lisan Al `Arob” (1/614) kata harokah (الحركة ) yang berasal dari kata Haruka (حرك) memiliki arti lawan dari kata diam (ضد السكون) atau tidak bergerak, yang berarti harokah adalah suatu gerakan. Di dalam bahasa umum Harokah berarti perpindahan tubuh dari satu tempat ke tempat tertentu menuju tempat lainnya (إنتقال الجسم من مكان إلى مكان آخر). Hal tersebut menandakan adanya langkah-langkah dan usaha-usaha yang terus bergerak dari satu posisi menuju posisi yang lain atau dari satu keadaan menuju keadaan yang lain. Dari sini dapat difahami bahwa Harokah Islamiyyah berarti langkah-langkah, usaha-usaha dan gerakan-gerakan yang bersifat Islami, yaitu berdasarkan asas-asas, aturan-aturan dan nilai-nilai Islam, baik dalam tujuan, aqidah dan sikap atau suluknya. 
Pertanyaan yang muncul setelah ini adalah apakah dengan keberadaan sebuah jama`ah dakwah atau sebuah harokah Islamiyyah berarti furqoh? Jika yang dimaksud furqoh dengan arti yang pertama (yaitu arti perpecahan dalam manhaj) tentu tidak mungkin, karena perpecahan manhaj bisa terjadi perorangan atau berjama`ah, yang diukur adalah manhaj (metode) beragamanya, bukan keberadaan sosoknya. Artinya jika seseorang, satu jama`ah da`wah atau sebuah harokah memiliki konsep dien, menyerukan, mentarbiyah dan mendakwahkan manhaj dhollah (sesat), maka orang, jama`ah atau harokah itu disebut firqoh halikah atau dhollah, jadi tidak harus berjama`ah, sendiripun disebut furqoh. Akan tetapi jika seseorang, jama`ah dakwah atau harokah tersebut memiliki konsep dien, menyerukan, mentarbiyah dan mendakwahkan manhaj Ahlus Sunnah wal Jama`ah, maka orang, jama`ah atau harokah itu disebut firqoh najiyah (selamat). Sebab Rosululloh  menamakan keduanya dengan dua karakteristik yang masing-masing dimilikinya. 
فِرْقَةً وَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَ ثِنْتَانِ وَ سَبْعُوْنَ فِي النَّارِ
Satu golongan di dalam surga dan 72 golongan di dalam neraka.


Karakteristik yang masing-masing mereka miliki adalah : “Al Jama`ah” “Maa Ana `Alaihi Wa Ashhabi”. Jadi ada firqoh halikah yaitu 72 firqoh yang keluar dari jama`ah maa ana `alaihi wa ashhabi dan firqoh najiyah yaitu 1 firqoh yang berpegang teguh dengan jama`ah maa ana `alaihi wa ashhabi.
Akan tetapi jika yang dimaksud dengan furqoh adalah perpecahan barisan, hal ini perlu pembuktian dalam realitas kenyataan. Apakah adanya jama`ah-jama`ah dakwah, jihad atau harokah-harokah Islamiyyah dan lain – lain di dalam jama`ah kaum muslimin merupakan kepastian adanya furqoh yang berarti keluar atau pecah dari jama`ah? Untuk membuktikan adanya perpecahan barisan ini kita dapat membaginya dalam dua kondisi ;
1. Kondisi adanya jama`atul muslimin dan imamnya (yang berarti adanya daulah Islamiyyah atau Khilafah Islamiyyah). Di dalam kondisi seperti ini apakah di tubuh kaum muslimin tidak diperkenankan membentuk jama`ah-jama`ah dakwah, ilmiyyah atau jihadiyyah dengan alasan akan memecah barisan? Marilah kita renungkan beberapa nash syar`i di dalam Al Qur`an dan hadits :
وَمَاكَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَآفَةً فَلَوْلاَ نَفَرَ مِن كُلِّ فِرْقَةٍ مِنهُمْ طَآئِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
“Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mu'min itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.”
(QS. 9:122)
Di dalam ayat ini ada 3 kelompok yang disebutkan oleh Alloh  yang kesemuanya berada di dalam alur jama`atul muslimin dan imam mereka, yaitu :
1. Al Mu`minun
2. Kullu Firqoh
3. Nafar
Kelompok pertama yaitu Al Mu`minun berarti seluruh umat shohabat yang beriman kepada Rosululloh , Ini yang disebut jama`atul muslimin. Di antara Jama`atul Muslimin masih terdapat firqoh yang menurut ulama tafsir adalah hay atau qobilah yang keberadaannya tidak mutlak mengeluarkan mereka dari keimanan atau kesesatan. Di samping itu masing-masing di antara hay atau qobilah itu ada pula yang diperintahkan Alloh untuk bernafar yaitu sekelompok orang (jama`ah) yang bertugas tinggal bersama Rosululloh  untuk bertafaqquh fiddin. Jadi di dalam jama`atul mu`minin sendiri dibolehkan adanya hay atau qobilah serta sekelompok orang atau jama`ah yang memiliki tugas tertentu tanpa sedikitpun mereka dinyatakan sebagai furqoh atau firqoh yang keluar dari jama`atul muslimin.
Ibnu Taimiyyah rohimahulloh mengatakan : “Wajib diketahui bahwa kepemimpinan dalam urusan manusia merupakan kewajiban agama tersbesar, dimana agama dan dunia tidak berdiri tegak kecuali dengan kepemimpinan. Sesungguhnya kemaslahatan Bani Adam tidak lengkap kecuali dengan berjama`ah, karena sebagian mereka membutuhkan sebagian lainnya. Dan setiap jama`ah mereka membutuhkan kepemimpinan, sampai-sampai Nabi  bersabda :
إذا خرج ثلاثة في سفر فليؤمروا أحدهم
“Jika tiga orang keluar di dalam perjalanan, hendaklah mereka mengangkat amir salah seorang di antara mereka”. (Hr. Abu Daud dari hadits Abu Sa`ied dan Abu Hurairah).

Imam Ahmad meriwayatkan di dalam Al Musnad dari Abdulloh bin `Amr bahwa Nabi bersabda ;
لا يحل لثلاثة بفلاة من الأرض إلا أمروا عليهم أحدهم
“Tidak halal bagi 3 orang yang berada di sebuah lokasi tertentu kecuali wajib bagi mereka mengangkat amir dari salah seorang di antara mereka”
.
Beliau mewajibkan mengangkat amir di antara salah satu orang dalam satu perkumpulan yang sedikit lagi temporal dalam suatu perjalanan sebagai peringatakan akan pentingnya hal tersebut untuk seluruh bentuk komunal.”.
Kandungan hadits yang diberi penjelasan oleh Syeikhul Islam ini malah lebih tegas tentang kewajiban adanya satu jama`ah yang dipimpin oleh seorang amir (yang nota bene hanya dalam satu perjalanan), walaupun saat itu terdapat jama`atul muslimin yang dipimpin oleh Rosululloh. Jadi keberadaan sebuah jama`ah di kalangan jama`tul muslimin tidak serta merta menjadikan jama`ah itu keluar atau pecah dari jama`atul muslimin itu sendiri.

2. Kondisi tidak adanya Jama`atul Muslimin dan imam mereka (yang berarti tidak adanya daulah / khilafah Islamiyyah). Di dalam kondisi seperti ini apakah di tubuh kaum muslimin tidak diperkenankan membentuk jama`ah-jama`ah dakwah, ilmiyyah atau jihadiyyah dengan alasan akan memecah barisan? Pertanyaan yang ingin kita ajukan kepada para pengaku salafiyyun, apakah saat ini jama`atul muslimin itu ada? di mana mereka dan siapa mereka ? Bahkan apakah hujjah syar`iyyah dan fakta realitas menunjukkan kepastian telah terjadinya furqoh di kalangan kaum muslimin? Tentu bagi orang-orang yang mengimani hadits-hadits Rosululloh akan mengatakan dengan tegas bahwa kaum muslimin saat ini telah dan sedang berada di dalam furqoh atau perpecahan. Apakah hal ini tidak lebih menandakan wajibnya bagi penganut Ahlus Sunnah wal Jama`ah untuk merajut ikatan jama`ah, walaupun tidak semua komponen Ahlus Sunnah wal Jama`ah ikut serta di dalamnya?
Bukankah Beramal jama`i atau berjama`ah berarti berta`awun `ala al birri wa at taqwa (bergotong royong dalam kebaikan dan ketaqwaan) yang diperintahkan oleh Allah I dengan tegas dalam firman-Nya ;
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى
Dan tolong-menolonglah kalian dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa (QS. 5:2)

Di dalam ayat ini Allah I memerintahkan hamba-hamba-Nya yang beriman untuk bergotong royong dalam melakukan berbagai kebaikan yaitu al birr dan meninggalkan kemunkaran yaitu at taqwa serta melarang mereka untuk tanashur (saling membela) kebathilan dan bergotong royong di atas kedosaan dan keharaman.

Bukankah Beramal jama`i atau berjama`ah merupakan perwujudan utuh dari suatu amal nusroh (pembelaan) terhadap agama Allah I. Dengan beramal jama`i itulah amal nusroh terwujud serta semakin kokoh dan perkasa di hadapan musuh-musuh Allah dan Dienul Islam. Dan inilah amal mulia yang dilakukan oleh Rosulloh  dan para shohabatnya ridwanulloh `alaihim ajma`in, bahkan amal yang dilakukan oleh para anbiya.
وَكَأَيِّن مِّن نَّبِيٍّ قَاتَلَ مَعَهُ رِبِّيُّونَ كَثِيرٌ فَمَا وَهَنُوا لِمَآأَصَابَهُمْ فِي سَبِيلِ اللهِ وَمَا ضَعُفُوا وَمَا اسْتَكَانُوا وَاللهُ يُحِبُّ الصَّابِرِينَ
Dan berapa banyak nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut (nya) yang bertaqwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar.” (QS. 3:146)

Rosululloh  bersabda :
مَا مِنْ نَبِيٍّ بَعَثَهُ اللهُ فِي أُمَّةٍ قَبْلِي إِلاَّ كَانَ لَهُ مِنْ أُمَّتِهِ حَوَارِيُّوْنَ وَ أَصْحَابُ يَأْخُذُوْنَ بِسُنَّتِهِ وَ يَقْتَدُوْنَ بِأَمْرِهِ
Tidak ada satu nabipun yang diutus Allah pada suatu umat sebelumku, kecuali ada di antara umatnya kaum hawariy dan shahabat-shahabat yang berpegang pada sunnahnya dan mengikuti perintahnya”. (Hr. Muslim : 80)

مَنْ يَنْصُرُنِيْ حَتَّى أُبَلِّغَ رِساَلاَتِ رَبِّي
“Siapakah yang akan menushrohku, hingga aku menyampaikan risalah Robku”. (Hr. Ahmad : 3/339)

Bukankah Amal jama`i atau jama`iyyah telah menjadi usaha besar yang dilakukan oleh musuh-musuh Allah dalam menghancurkan Islam. Allah Ta`ala mengingatkan :
وَالَّذِينَ كَفَرُوا بَعْضُهُمْ أَوْلِيَآءُ بَعْضٍ إِلاَّ تَفْعَلُوهُ تَكُن فِتْنَةٌ فِي اْلأَرْضِ وَفَسَادٌ كَبِيرٌ
Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka pelindung bagi sebagian yang lain. JIka kalian (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar.” (QS. 8:73)

Ahlul kufr dan nifaq bersatu dan saling berta`awwun di antara mereka untuk memerangi Islam dan kaum muslimin, karena itu Allah `Azza wa Jalla memerintahkan kita untuk memerangi mereka dengan kejama`ahan yang saling terorganisir, sebagaiman Dia I dalam berfirman :
وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِيْنَ كَآفَّةً كَمَا يُقَاتِلُوْنَكُمْ كَآفَّةً وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ مَعَ الْمُتَّقِيْنَ
Dan perangilah musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka memerangi semuanya; dan ketahuilah bahwasannya Allah beserta orang-orang yang bertaqwa.” (QS. 9:36)
إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِهِ صَفًّا كَأَنَّهُم بُنْيَانٌ مَّرْصُوصٌ
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh”. {QS. As Shaf (61): 4}

Perintah Amal Jama'i

April 26, 2013 Add Comment


BUAT TEMAN-TEMAN YANG ANTI AMAL JAMA`I

Di dalam nash-nash Syar`i, baik Al Qur`an, As Sunnah maupun Aqwal As Salaf kita dapat menyimpulkan bahwa kata Al Furqoh mengandung dua makna :
1. Furqoh dalam arti perpecahan Ad Dien dan manhaj. Perpecahan ini terjadi ketika seseorang atau beberapa orang keluar dari manhaj yang benar dalam memahami dan mengamalkan Dienul Islam serta masuk ke manhaj bid`i.
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَتَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَالِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepada kalian agar kalian bertaqwa. (QS. 6:153) 
لَتَفْتَرِقَنَّ أُمَّتِيْ عَلَى ثَلاَثٍ وَ سَبْعِيْنَ فِرْقَةً وَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَ ثِنْتَانِ وَ سَبْعُوْنَ فِي النَّارِ قِيْلَ يَا رَسُوْلَ اللهِ مَنْ هُمْ ؟ قَالَ : اَلجَمَاعَةُ.

“Sesungguhnya umatku berpecah-belah menjadi 73 golongan. Satu golongan di dalam surga dan 72 golongan di dalam neraka. Ditanyakan kepada beliau: Siapakah mereka (yang satu golongan) itu ya Rasulullah? Beliau  menjawab: Al Jama`ah”.

 
2. Furqoh dalam arti perpecahan barisan. Perpecahan ini terjadi ketika seseorang atau beberapa orang keluar dari Imam (yang sah menurut Syari`at Islam) dan Jama`ah kaum muslimin. 
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَآءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِّنَ النَّارِ فَأَنقَذَكُم مِّنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللهُ لَكُمْ ءَايَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
“Dan berpeganglah kalian kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kalian bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepada kalian ketika dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hati kalian, lalu menjadilah kalian karena nikmat Allah orang yang bersaudara; dan kalian telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kalian daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kalian, agar kalian mendapat petunjuk. (QS. 3:103)


Rosululloh  bersabda :
من رأى من أميره شيئا يكرهه فليصبر عليه فإنه ليس أحد يفارق الجماعة شبرا فيموت إلا مات ميتة جاهلية
Barangsiapa yang melihat dari pemimpinnya sesuatu yang tidak disukainya, hendaklah dia bersabar, karena tidak ada seorangpun yang memecah jama`ah walaupun sejengkal, kecuali dia mati dengan mati jahiliyyah”.


Sedangkan arti jama`ah itu sendiri pada asalnya adalah sekelompok manusia yang disatukan oleh satu tujuan. Dan jika yang kita maksudkan amal jama`i berarti sekelompok orang yang saling ta`awun terorganisir dan tepimpin untuk mencapai tujuan tertentu yang dimaksud. Di dalam kamus bahasa Arab “Lisan Al `Arob” (1/614) kata harokah (الحركة ) yang berasal dari kata Haruka (حرك) memiliki arti lawan dari kata diam (ضد السكون) atau tidak bergerak, yang berarti harokah adalah suatu gerakan. Di dalam bahasa umum Harokah berarti perpindahan tubuh dari satu tempat ke tempat tertentu menuju tempat lainnya (إنتقال الجسم من مكان إلى مكان آخر). Hal tersebut menandakan adanya langkah-langkah dan usaha-usaha yang terus bergerak dari satu posisi menuju posisi yang lain atau dari satu keadaan menuju keadaan yang lain. Dari sini dapat difahami bahwa Harokah Islamiyyah berarti langkah-langkah, usaha-usaha dan gerakan-gerakan yang bersifat Islami, yaitu berdasarkan asas-asas, aturan-aturan dan nilai-nilai Islam, baik dalam tujuan, aqidah dan sikap atau suluknya. 
Pertanyaan yang muncul setelah ini adalah apakah dengan keberadaan sebuah jama`ah dakwah atau sebuah harokah Islamiyyah berarti furqoh? Jika yang dimaksud furqoh dengan arti yang pertama (yaitu arti perpecahan dalam manhaj) tentu tidak mungkin, karena perpecahan manhaj bisa terjadi perorangan atau berjama`ah, yang diukur adalah manhaj (metode) beragamanya, bukan keberadaan sosoknya. Artinya jika seseorang, satu jama`ah da`wah atau sebuah harokah memiliki konsep dien, menyerukan, mentarbiyah dan mendakwahkan manhaj dhollah (sesat), maka orang, jama`ah atau harokah itu disebut firqoh halikah atau dhollah, jadi tidak harus berjama`ah, sendiripun disebut furqoh. Akan tetapi jika seseorang, jama`ah dakwah atau harokah tersebut memiliki konsep dien, menyerukan, mentarbiyah dan mendakwahkan manhaj Ahlus Sunnah wal Jama`ah, maka orang, jama`ah atau harokah itu disebut firqoh najiyah (selamat). Sebab Rosululloh  menamakan keduanya dengan dua karakteristik yang masing-masing dimilikinya. 
فِرْقَةً وَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَ ثِنْتَانِ وَ سَبْعُوْنَ فِي النَّارِ
Satu golongan di dalam surga dan 72 golongan di dalam neraka.


Karakteristik yang masing-masing mereka miliki adalah : “Al Jama`ah” “Maa Ana `Alaihi Wa Ashhabi”. Jadi ada firqoh halikah yaitu 72 firqoh yang keluar dari jama`ah maa ana `alaihi wa ashhabi dan firqoh najiyah yaitu 1 firqoh yang berpegang teguh dengan jama`ah maa ana `alaihi wa ashhabi.
Akan tetapi jika yang dimaksud dengan furqoh adalah perpecahan barisan, hal ini perlu pembuktian dalam realitas kenyataan. Apakah adanya jama`ah-jama`ah dakwah, jihad atau harokah-harokah Islamiyyah dan lain – lain di dalam jama`ah kaum muslimin merupakan kepastian adanya furqoh yang berarti keluar atau pecah dari jama`ah? Untuk membuktikan adanya perpecahan barisan ini kita dapat membaginya dalam dua kondisi ;
1. Kondisi adanya jama`atul muslimin dan imamnya (yang berarti adanya daulah Islamiyyah atau Khilafah Islamiyyah). Di dalam kondisi seperti ini apakah di tubuh kaum muslimin tidak diperkenankan membentuk jama`ah-jama`ah dakwah, ilmiyyah atau jihadiyyah dengan alasan akan memecah barisan? Marilah kita renungkan beberapa nash syar`i di dalam Al Qur`an dan hadits :
وَمَاكَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَآفَةً فَلَوْلاَ نَفَرَ مِن كُلِّ فِرْقَةٍ مِنهُمْ طَآئِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
“Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mu'min itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.”
(QS. 9:122)
Di dalam ayat ini ada 3 kelompok yang disebutkan oleh Alloh  yang kesemuanya berada di dalam alur jama`atul muslimin dan imam mereka, yaitu :
1. Al Mu`minun
2. Kullu Firqoh
3. Nafar
Kelompok pertama yaitu Al Mu`minun berarti seluruh umat shohabat yang beriman kepada Rosululloh , Ini yang disebut jama`atul muslimin. Di antara Jama`atul Muslimin masih terdapat firqoh yang menurut ulama tafsir adalah hay atau qobilah yang keberadaannya tidak mutlak mengeluarkan mereka dari keimanan atau kesesatan. Di samping itu masing-masing di antara hay atau qobilah itu ada pula yang diperintahkan Alloh untuk bernafar yaitu sekelompok orang (jama`ah) yang bertugas tinggal bersama Rosululloh  untuk bertafaqquh fiddin. Jadi di dalam jama`atul mu`minin sendiri dibolehkan adanya hay atau qobilah serta sekelompok orang atau jama`ah yang memiliki tugas tertentu tanpa sedikitpun mereka dinyatakan sebagai furqoh atau firqoh yang keluar dari jama`atul muslimin.
Ibnu Taimiyyah rohimahulloh mengatakan : “Wajib diketahui bahwa kepemimpinan dalam urusan manusia merupakan kewajiban agama tersbesar, dimana agama dan dunia tidak berdiri tegak kecuali dengan kepemimpinan. Sesungguhnya kemaslahatan Bani Adam tidak lengkap kecuali dengan berjama`ah, karena sebagian mereka membutuhkan sebagian lainnya. Dan setiap jama`ah mereka membutuhkan kepemimpinan, sampai-sampai Nabi  bersabda :
إذا خرج ثلاثة في سفر فليؤمروا أحدهم
“Jika tiga orang keluar di dalam perjalanan, hendaklah mereka mengangkat amir salah seorang di antara mereka”. (Hr. Abu Daud dari hadits Abu Sa`ied dan Abu Hurairah).

Imam Ahmad meriwayatkan di dalam Al Musnad dari Abdulloh bin `Amr bahwa Nabi bersabda ;
لا يحل لثلاثة بفلاة من الأرض إلا أمروا عليهم أحدهم
“Tidak halal bagi 3 orang yang berada di sebuah lokasi tertentu kecuali wajib bagi mereka mengangkat amir dari salah seorang di antara mereka”
.
Beliau mewajibkan mengangkat amir di antara salah satu orang dalam satu perkumpulan yang sedikit lagi temporal dalam suatu perjalanan sebagai peringatakan akan pentingnya hal tersebut untuk seluruh bentuk komunal.”.
Kandungan hadits yang diberi penjelasan oleh Syeikhul Islam ini malah lebih tegas tentang kewajiban adanya satu jama`ah yang dipimpin oleh seorang amir (yang nota bene hanya dalam satu perjalanan), walaupun saat itu terdapat jama`atul muslimin yang dipimpin oleh Rosululloh. Jadi keberadaan sebuah jama`ah di kalangan jama`tul muslimin tidak serta merta menjadikan jama`ah itu keluar atau pecah dari jama`atul muslimin itu sendiri.

2. Kondisi tidak adanya Jama`atul Muslimin dan imam mereka (yang berarti tidak adanya daulah / khilafah Islamiyyah). Di dalam kondisi seperti ini apakah di tubuh kaum muslimin tidak diperkenankan membentuk jama`ah-jama`ah dakwah, ilmiyyah atau jihadiyyah dengan alasan akan memecah barisan? Pertanyaan yang ingin kita ajukan kepada para pengaku salafiyyun, apakah saat ini jama`atul muslimin itu ada? di mana mereka dan siapa mereka ? Bahkan apakah hujjah syar`iyyah dan fakta realitas menunjukkan kepastian telah terjadinya furqoh di kalangan kaum muslimin? Tentu bagi orang-orang yang mengimani hadits-hadits Rosululloh akan mengatakan dengan tegas bahwa kaum muslimin saat ini telah dan sedang berada di dalam furqoh atau perpecahan. Apakah hal ini tidak lebih menandakan wajibnya bagi penganut Ahlus Sunnah wal Jama`ah untuk merajut ikatan jama`ah, walaupun tidak semua komponen Ahlus Sunnah wal Jama`ah ikut serta di dalamnya?
Bukankah Beramal jama`i atau berjama`ah berarti berta`awun `ala al birri wa at taqwa (bergotong royong dalam kebaikan dan ketaqwaan) yang diperintahkan oleh Allah I dengan tegas dalam firman-Nya ;
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى
Dan tolong-menolonglah kalian dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa (QS. 5:2)

Di dalam ayat ini Allah I memerintahkan hamba-hamba-Nya yang beriman untuk bergotong royong dalam melakukan berbagai kebaikan yaitu al birr dan meninggalkan kemunkaran yaitu at taqwa serta melarang mereka untuk tanashur (saling membela) kebathilan dan bergotong royong di atas kedosaan dan keharaman.

Bukankah Beramal jama`i atau berjama`ah merupakan perwujudan utuh dari suatu amal nusroh (pembelaan) terhadap agama Allah I. Dengan beramal jama`i itulah amal nusroh terwujud serta semakin kokoh dan perkasa di hadapan musuh-musuh Allah dan Dienul Islam. Dan inilah amal mulia yang dilakukan oleh Rosulloh  dan para shohabatnya ridwanulloh `alaihim ajma`in, bahkan amal yang dilakukan oleh para anbiya.
وَكَأَيِّن مِّن نَّبِيٍّ قَاتَلَ مَعَهُ رِبِّيُّونَ كَثِيرٌ فَمَا وَهَنُوا لِمَآأَصَابَهُمْ فِي سَبِيلِ اللهِ وَمَا ضَعُفُوا وَمَا اسْتَكَانُوا وَاللهُ يُحِبُّ الصَّابِرِينَ
Dan berapa banyak nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut (nya) yang bertaqwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar.” (QS. 3:146)

Rosululloh  bersabda :
مَا مِنْ نَبِيٍّ بَعَثَهُ اللهُ فِي أُمَّةٍ قَبْلِي إِلاَّ كَانَ لَهُ مِنْ أُمَّتِهِ حَوَارِيُّوْنَ وَ أَصْحَابُ يَأْخُذُوْنَ بِسُنَّتِهِ وَ يَقْتَدُوْنَ بِأَمْرِهِ
Tidak ada satu nabipun yang diutus Allah pada suatu umat sebelumku, kecuali ada di antara umatnya kaum hawariy dan shahabat-shahabat yang berpegang pada sunnahnya dan mengikuti perintahnya”. (Hr. Muslim : 80)

مَنْ يَنْصُرُنِيْ حَتَّى أُبَلِّغَ رِساَلاَتِ رَبِّي
“Siapakah yang akan menushrohku, hingga aku menyampaikan risalah Robku”. (Hr. Ahmad : 3/339)

Bukankah Amal jama`i atau jama`iyyah telah menjadi usaha besar yang dilakukan oleh musuh-musuh Allah dalam menghancurkan Islam. Allah Ta`ala mengingatkan :
وَالَّذِينَ كَفَرُوا بَعْضُهُمْ أَوْلِيَآءُ بَعْضٍ إِلاَّ تَفْعَلُوهُ تَكُن فِتْنَةٌ فِي اْلأَرْضِ وَفَسَادٌ كَبِيرٌ
Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka pelindung bagi sebagian yang lain. JIka kalian (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar.” (QS. 8:73)

Ahlul kufr dan nifaq bersatu dan saling berta`awwun di antara mereka untuk memerangi Islam dan kaum muslimin, karena itu Allah `Azza wa Jalla memerintahkan kita untuk memerangi mereka dengan kejama`ahan yang saling terorganisir, sebagaiman Dia I dalam berfirman :
وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِيْنَ كَآفَّةً كَمَا يُقَاتِلُوْنَكُمْ كَآفَّةً وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ مَعَ الْمُتَّقِيْنَ
Dan perangilah musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka memerangi semuanya; dan ketahuilah bahwasannya Allah beserta orang-orang yang bertaqwa.” (QS. 9:36)
إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِهِ صَفًّا كَأَنَّهُم بُنْيَانٌ مَّرْصُوصٌ
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh”. {QS. As Shaf (61): 4}