Larangan Tasyabbuh Terhadap Orang Kafir

Desember 28, 2013

Pengertian Tasyabbuh

        Tasyabbuh secara etimologis adalah bentuk mashdar dari tasyabbaha - yatasyabbahu yang berarti menyerupai orang lain dalam suatu perkara. Sedangkan secara terminologis adalah menyerupai orang-orang kafir dan orang-orang yang menyelisihi Rasulullah dalam hal aqidah, ibadah, perayaan/seremonial, hari-hari besar, kebiasaan, ciri-ciri dan akhlak yang merupakan ciri khas bagi mereka.

       Agama Islam tidak hanya membedakan orang-orang Islam secara batin saja, tapi juga dalam penampilan lahiriah secara umum, baik individu maupun masyarakat Islam secara umum. Oleh karena itu larangan tasyabbuh terhadap orang-orang kafir merupakan salah satu kewajiban rabbani dalam akidah ini. Al-Qur’an dan As-Sunnah penuh dengan dalil-dalil yang berkaitan dengan perkara ini.

Allah SWT berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ (٥١)
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, Maka Sesungguhnya orang itu Termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Maidah: 51)

Allah SWT berfirman:
قَالَ قَدْ أُجِيبَتْ دَعْوَتُكُمَا فَاسْتَقِيمَا وَلا تَتَّبِعَانِّ سَبِيلَ الَّذِينَ لا يَعْلَمُونَ (٨٩)
“AlIah berfirman: "Sesungguhnya telah diperkenankan permohonan kamu berdua, sebab itu tetaplah kamu berdua pada jalan yang Lurus dan janganlah sekali-kali kamu mengikuti jalan orang-orang yang tidak Mengetahui". (QS. Yunus: 89)

Allah SWT berfirman:
…. وَلا تَتَّبِعْ سَبِيلَ الْمُفْسِدِينَ (١٤٢)
“Janganlah kamu mengikuti jalan orang-orang yang membuat kerusakan". (QS. Al A’raf: 142)

Allah SWT berfirman:
ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَى شَرِيعَةٍ مِنَ الأمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَ الَّذِينَ لا يَعْلَمُونَ (١٨)إِنَّهُمْ لَنْ يُغْنُوا عَنْكَ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا وَإِنَّ الظَّالِمِينَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَاللَّهُ وَلِيُّ الْمُتَّقِينَ (١٩)
“Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), Maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui. Sesungguhnya mereka sekali-kali tidak akan dapat menolak dari kamu sedikitpun dari siksaan Allah. dan Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain, dan Allah adalah pelindung orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Maidah: 18-19)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rh dalam menafsirkan ayat ini barkata: “Allah AZ menjadikan Muhammad SAW di atas sebuah syari’at agama, Allah-lah yang menciptakan syari’at ini bagi Muhammad SAW. Allah AZ memerintahkan Muhammad SAW untuk mengikutinya dan melarangnya mengikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui. Dan setiap yang menyimpang dari syari’at-Nya termasuk orang-orang yang tidak mengetahui.”

Kemudian Allah SWT berfirman:
وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَى وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلا نَصِيرٍ (١٢٠)
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah Itulah petunjuk (yang benar)". dan Sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, Maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 120)
Dalam ayat di atas, kata millatahum (agama mereka) datang dalam bentuk berita dan kata ahwa ahum (hawa nafsu mereka) datang dalam bentuk larangan.

Ayat-ayat di atas menegaskan bahwa menyelisihi orang-orang kafir dan tidak menyerupai mereka merupakan perkara yang disyari’atkan[1].

Dalil-dalil dari hadits Nabi SAW sangat banyak mengenai pembahasan ini. Rasulullah SAW bersabda:
لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَشَبَّهَ بِغَيْرِنَا
“Bukan termasuk golongan kami orang yang menyerupai kaum selain kami.” (HR. At-Tirmizi no. 2695)
      Dari Abdullah bin Umar radhiallahu anhuma dia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk darinya”. (HR. Abu Daud no. 4031 dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah: 1/676)

Rasulullah SAW melarang kaum Muslimin untuk menyerupai orang-orang kafir. Rasulullah SAW bersabda:
خَالِفُ المُشْرِكِيْنَ، وَفِّرُوا الِلحْىَ، وَأَحْفُوا الشَّوَارِبَ
“Selisihilah orang-orang musyrik, lebatkanlah jenggot dan cukurlah kumis.” (HR. Bukhari).

       Termasuk bentuk perintah Nabi untuk menyelisihi orang-orang kafir adalah agar segera berbuka puasa dan mengakhirkan sahur, karena orang-orang Yahudi terbiasa mengakhirkan buka puasa dan dalam syari’at terdahulu (sebelum ummat Muhammad SAW ) mereka dilarang makan setelah mereka tidur malam pada malam-malam puasa.

       Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah ketika mengomentari hadits Anas bin Malik, "Lakukanlah apa saja (terhadap istri kalian) kecuali nikah (jima')." (HR. Muslim no.302)

"Maka hadits ini menunjukkan bahwa apa yang Allah syari'atkan kepada Nabi-Nya sangat banyak mengandung unsur penyelisihan terhadap orang-orang Yahudi. Bahkan beliau menyelisihi mereka dalam semua perkara yang ada pada mereka, sampai-sampai mereka berkomentar, 'Orang ini (Rasulullah) tidaklah mendapati sesuatu pada kami kecuali berusaha untuk menyelisihinya." (Iqtidhaa`ush Shiraathil Mustaqiim 1/214-215, 365)

      Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin berkata, "Tasyabbuh dengan orang-orang kafir terjadi dalam hal penampilan, pakaian, tempat makan, dan sebagainya karena ia adalah kalimat yang bersifat umum. Dalam artian, bila ada seseorang yang melakukan ciri khas orang-orang kafir, di mana orang yang melihatnya mengira bahwa ia termasuk golongan mereka (maka saat itulah disebut dengan tasyabbuh, pent)." (Majmuu' Duruus wa Fataawaa Al-Haramil Makkiy 3/367)


 ~ Oleh Anas Abdillah Al Cilacapi ~







[1] Iqtidha’ Shiratulmustaqim, 16

Artikel Terkait

Previous
Next Post »