RIYADHUSHSHALIHIN BAB KE 14 SEDERHANA DALAM BERIBADAH

November 08, 2017




BAB KE 14
SEDERHANA DALAM BERIBADAH

Materi ini disusun oleh Ust. Anas Abdillah dan telah disampaikan dalam Kajian Umum HASMI di Masjid Al Bana, Klapanuggal, Bogor.
Yang dimaksud sederhana dalam beribadah adalah bersikap pertengahan dalam beribadah dan tidak berlebih-lebihan atau tidak memberatkan diri dalam beribadah.

Pada bab ini, Imam An-Nawawi rahimahullah menukil beberapa ayat al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi shallalahu ‘alayhi wa sallam. Berikut pembahasan lengkapnya:

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
طه (١)مَا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لِتَشْقَى (٢)
“Thaahaa. Kami tidak menurunkan Al Quran ini kepadamu agar kamu menjadi susah.” (QS. Thaaha: 1-2)

Tafsir Ibnu Katsir:
Jubair mengatakan dari Adh-Dhahhak, ‘Begitu Allah menurunkan al-Qur’an kepada Rasul-Nya, maka beliau dan para shahabat pun segera mengamalkannya. Tapi orang-orang musyrik dari Quraisy mengatakan, al-Qur’an ini tidak diturunkan kepada Muhammad kecuali agar dia menjadi susah. Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala pun menurunkan ayat di atas.

Mujahid mengatakan, “Ayat ini seperti firman-Nya,
فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآنِ
“...karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran..” (QS. Al-Muzammil: 20). Saat itu para shahabat mengaitkan tali (menggantungkan tulisan yang berisi ayat-ayat al-Qur’an) dalam shalat.

Qatadah mengatakan, “Tidak, demi Allah, Dia tidak menjadikannya sebagai sesuatu yang menyusahkan, tetapi menjadikannya sebagai rahmat, cahaya dan penunjuk ke Surga.

Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
“…Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu…” (QS. Al-Baqarah: 185)

Tafsir Ibnu Katsir:
Maksudnya, keringanan (rukhshah) yang diberikan Allah kepada kalian untuk berbuka dalam keadaan sakit dan dalam perjalanan, namun Dia tetap mewajibkan puasa bagi orang yang berada di tempat tinggalnya lagi sehat, merupakan kemudahan dan rahmat-Nya bagi kalian.

Berbuka puasa ketika dalam perjalanan itu lebih utama. Alasannya sebagai pengamalan rukhshah (keringanan) dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dan berdasarkan hadits bahwa Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam pernah ditanya tentang puasa dalam perjalanan, maka beliau pun menjawab:
مَنْ أَفْطَرَ فَحَسَنٌ، وَمَنْ صَامَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ.
“Barangsiapa berbuka, maka ia telah berbuat baik. Dan barangsiapa tetap berpuasa, maka tidak ada dosa baginya.” (HR. Muslim)

Dalam hadits yang lain beliau bersabda:
عَلَيْكُمْ بِرُخْصَةِ اللهِ الَّتِي رَخَّصَ لَكُمْ
“Pergunakanlah rukhshah (keringanan) yang diberikan Allah kepada kalian.” (HR. Muslim)

Sebagian ulama lainnya berpendapat bahwa antara berbuka dan berpuasa keduanya sama saja. Hal itu didasarkan pada hadits yang diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa Hamza bin ‘Amr al-Aslami pernah bertanya: “Wahai Rasulullah, sungguh aku sering berpuasa, apakah aku boleh berpuasa dalam perjalanan?” Maka Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam pun menjawab:
إِنْ شِئْتَ فَصُمْ، وَإِنْ شِئْتَ فَأَفْطِرْ
“Jika engkau mau berpuasalah, dan jika engkau mau berbukalah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dan ada pula yang berpendapat bahwa apabila ia merasa berat untuk melaksanakan puasa, maka berbuka baginya lebih utama. Hal ini berdasarkan hadits Jabir, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam pernah menjumpai seorang laki-laki yang dipayungi, maka beliau bertanya: “Ada apa dengannya?” Orang-orang menjawab: “Dia sedang berpuasa.” Lalu beliau bersabda:
لَيْسَ مِنَ الْبِرِّ الصِّيَامُ فِيْ السَّفَرِ
“Berpuasa ketika dalam perjalanan bukan termasuk kebajikan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Adapun jika ia membenci sunnah (dalam hal ini rukhshah untuk berbuka) dan berpendapat bahwa berbuka adalah makruh, maka ia wajib berbuka dan berpuasa menjadi haram baginya.

Hadits Ke Seratus Tiga Puluh Enam
وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ  دَخَلَ عَلَيْهَا وَعِنْدَهَا امْرَأةٌ قَالَ‏:‏ مَنْ هَذِهِ‏؟‏ قَالَتْ‏:‏ هَذِهِ فُلَانَةُ تَذْكُرُ مِنْ صَلَاتِهَا قَالَ‏:‏ ‏ "مَهْ عَلَيْكُمْ بِمَا تُطِيْقُونَ، فَوَاللهِ لَا يَمَلُّ اللهُ حَتَّى تَمَلُّوا‏"‏ وَكَانَ أَحَبُّ الدِّيْنِ إِلَيهِ مَا دَاوَمَ صَاحِبَهُ عَلَيهِ‏.‏ ‏(‏‏(‏متفق عليه‏)‏‏)‏ ‏.‏
“Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam masuk ke rumah ‘Aisyah. Waktu itu ada seorang perempuan, dan beliau bertanya, “Siapakah dia?” ‘Aisyah menjawab, “Ini adalah Fulanah yang terkenal shalatnya.” Nabi bersabda, “Wahai Fulanah, beramallah sesuai dengan kemampuanmu. Demi Allah, Dia tidak akan jemu menerima amalmu sehingga kamu sendirilah yang merasa jemu. Sesungguhnya amalan yang paling disukai Allah, yaitu yang dikerjakan secara terus menerus.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Faidah hadits:
1. Jika seseorang melihat di rumahnya ada orang baru, hendaklah dia bertanya, “Siapa dia?”. Boleh jadi orang yang masuk ke rumah kita adalah orang yang tidak disukai keberadaannya.
2. Seyogyanya manusia tidak terlalu membebani dirinya dengan ibadah dan terlalu banyak beramal.
3. Dalam hadits ini terdapat dalil bahwa manusia harus mengerjakan ibadah dengan secara menengah, artinya tidak terlalu berlebih-lebihan dan tidak terlalu sedikit sehingga dia bisa melaksanakannya secara terus-menerus.
 
Hadits Ke Seratus Tiga Puluh Tujuh
وَعَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قال‏:‏ جَاءَ ثَلَاثَةُ رَهْطِ إِلَى بُيُوْتِ أَزْوَاجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهِ عَلَيهِ وَسَلَّمَ، يَسْأَلُونَ عَنْ عِبَادَةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهِ عَلَيهِ وَسَلَّمَ ، فَلَمَّا أُخْبِرُوا كَأَنَّهُمْ تَقَالُّوهَا وَقَالُوا‏:‏ أَيْنَ نَحْنُ مِنَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهِ عَلَيهِ وَسَلَّمَ  قَدْ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ‏.‏ قَالَ أَحَدُهُمْ‏:‏ أَمَّا أَنَا فَأُصَلِّي اللَّيْلَ أَبَدًا وَقَالَ الآَخَرَ‏:‏ وَأَنَا أَصُومُ الدَّهْرَ وَلَا أُفْطِرُ، وَقَالَ الآَخَرَ‏:‏ وَأَنَا أَعْتَزِلُ النِّسَاءَ فَلَا أَتَزَوَّجُ أَبَدًا، فَجَاءَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيهِ وَسَلَّمَ  إِلَيهِمْ فَقَالَ‏:‏ ‏ "‏أَنْتُمُ الَّذِينَ قُلْتُمْ كَذَا وَكَذَا‏؟‏‏!‏ أَمَا وَاللهِ إني لَأَخْشَاكُمُ للهِ وَأَتْقَاكُمْ لَهُ لَكِنِّي أَصُومُ وَأُفْطِرُ، وَأُصَلِّي وَأَرْقُدُ، وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ، فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي‏"‏ ‏(‏‏(‏متفق عليه‏)‏‏)‏ ‏.‏
Diriwayatkan dari Anas radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Tiga orang datang ke rumah istri Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam mempertanyakan tentang ibadah Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam. Setelah diberitahu, mereka menganggap seakan-akan amal ibadah Nabi itu hanya sedikit dan mereka berkata, ‘Dimanakah tempat kami dibanding Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam, padahal beliau telah diampuni semua dosanya, baik yang telah lalu maupun yang akan datang?’ Salah seorang di antara mereka berkata, ‘Saya selamanya akan shalat sepanjang malam’. Yang lain berkata, ‘Saya selamanya akan berpuasa’. Yang lain berkata, ‘Saya akan menjauhkan diri dari perempuan dan tidak akan kawin selama-lamanya’. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam datang dan bersabda kepada mereka, ‘Kalian tadi yang berbicara begini dan begitu? Demi Allah, sesungguhnya aku adalah orang yang paling takut dan paling takwa kepada Allah di antara kalian, tetapi aku berpuasa dan berbuka, aku shalat dan aku tidur malam, aku juga menikahi perempuan. (Itulah sunnah-sunnahku) siapa saja yang benci terhadap sunnahku, maka ia bukan termasuk golonganku’.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Penjelasan singkat:
Dalam hal ini terdapat dalil bahwa manusia harus bersifat menengah dalam beribadah, bahkan menengah dalam segala perkara, sebab jika ia sedikit ibadah akan kehilangan banyak hal dan jika dia berlebih-lebihan dalam beribadah, dia akan merasa keberatan, melemah dan bosan. Maka dari itu, dia harus bersikap menengah dalam segala amalnya.

Hadits Ke Seratus Tiga Puluh Delapan
وَعَنْ ابْنِ مَسْعُودٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللهِ عَلَيهِ وَسَلَّمَ  قَالَ‏:‏ ‏"‏هَلَكَ الْمُتَنَطِّعُونَ‏"‏ قَالَهَا ثَلَاثًا (‏رواه مسلم‏)
Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda, ‘Binasalah orang-orang yang keterlaluan dan berlebih-lebihan.’ Beliau mengulanginya sebanyak tiga kali.” (Diriwayatkan oleh Muslim)

Penjelasan singkat:
Binasa adalah kebalikan dari eksis, yaitu bahwa mereka akan hancur dan menyesal.
Al-Mutanaththi’uun berarti orang-orang yang berlebih-lebihan dalam urusan mereka, baik dalam urusan agama maupun dunia.


Hadits Ke Seratus Tiga Puluh Sembilan
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهِ عَلَيهِ وَسَلَّمَ قال‏:‏ ‏ "‏إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ، وَلَنْ يُشَادَّ الدِّينُ إِلَّا غَلَبَهُ، فَسَدِّدُوا وَقَارِبُوا وَأَبْشِرُوا، وَاسْتَعِينُوا بِالْغَدْوَةِ وَالرَّوْحَةِ وَشَيْءٍ مِنَ الدُّلْجَةِ‏"‏ ‏(‏‏(‏رواه البخاري‏)‏‏)‏‏.‏
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam, beliau bersabda, “Sesungguhnya agama itu mudah dan siapa saja yang mempersulit agama, ia akan kalah. Oleh karena itu, kerjakan dengan tepat, dekatkan diri kalian (kepada Allah), dan bersuka hatilah kalian serta minta tolonglah kepada Allah di waktu pagi, sore serta sedikit waktu malam (untuk mendekatkan diri).” (Diriwayatkan oleh Bukhari)
وَفِي رِوَايَةٍ لَهُ ‏:‏ ‏ ‏سَدِّدُوا وَقَارِبُوا وَاغْدُوا وَرُوحُوا، وَشَيْءٌ مِنَ الدُّلْجَةِ، الْقَصْدَ الْقَصْدَ تَبْلُغُوا‏ ‏‏.‏
Dalam riwayat lain dikatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda, ‘Sedang-sedanglah, dekatanlah dirimu dan pergunakan waktu pagi dan sore serta sedikit dari waktu malam. Bersahajalah, niscaya kalian akan sampai pada tujuan.” (Diriwayatkan Bukhari)

Penjelasan singkat:
Agama yang Muhammad shallallahu ‘alayhi wa sallam diutus di dalamnya dan agama yang karenanya manusia tunduk dan menyembah Tuhan mereka adalah agama yang mudah, seperti yang difirmankan Allah,
يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
“…Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu…” (QS. Al-Baqarah: 185)
Ketika Allah menjelaskan perintah-Nya agar berwudhu, mandi dari jinabat, dan bertayamum, Dia berfirman:
مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ
“...Allah tidak hendak menyulitkan kamu..” (QS. Al Maidah: 6)
Dalam perintah jihad pun Allah tidak hendak menjadikan agama sebagai suatu kesempitan. Allah berfirman:
وَجَاهِدُوا فِي اللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِ هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ
“Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan Jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan..” (QS. Al-Hajj: 78)

Jika kita memperhatikan ibadah kaum Muslimin sehari-hari, maka kita akan dapati ibadah-ibadah tersebut sangat mudah dan tidak menyulitkan. Misalkan shalat (tanpa biaya, tanpa menguras tenaga, waktunya singkat, hanya lima kali dalam sehari) , zakat (hanya harta tertentu, telah mencapai nisob dan haul, hanya 2, 5 %), puasa (hanya sebulan dalam setahun), haji (wajib hanya untuk yang mampu).

Anjuran berdzikir di waktu pagi dan sore:
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا (٤١) وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلا (٤٢)
“Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang.” (QS. Al-Ahzab: 41-42)

Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
لَأَنْ أَقْعَدَ مَعَ قَوْمٍ يَذْكُرُونَ اللهَ تَعَللَى مِنْ صَلَاةِ الغَدَاةِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ، أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أَعْتِقَ أَرْبَعَةً مِنْ وَلَدِ إِسْمَعِيْلِ، وَ لَأَنْ أَقْعَدَ مَعَ قَوْمٍ يَذْكُرُونَ اللهَ تَعَللَى مِنْ صَلَاةِ الْعَصْرِ إِلَى أَنْ تَغْرُبَ الشَّمْسُ،  أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أَعْتِقَ أَرْبَعَةً
“Jika saya berdzikir kepada Allah bersama satu kaum, mulai shalat shubuh sampai terbit matahari adalah lebih saya sukai daripada memerdekakan empat orang dari anak Isma’il. Dan jika saya duduk bersama kaum yang berdzikir kepada Allah setelah shalat ashar sampai tenggelam matahari adalah lebih saya sukai daripada memerdekakan empat orang (dari keterunan Ismail).” (HR. Abu Dawud, no 3667)

Hadits Ke Seratus Empat Puluh
وَعَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ‏:‏ دَخَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ الْمَسْجِدَ فَإِذَا حَبْلٌ مَمْدُودٌ بَيْنَ السَّارِيَتَيْنِ فَقَالَ‏:‏ ‏"‏مَا هَذَا الْحَبْلُ؟‏"‏ قَالُوا ‏:‏ هَذَا حَبْلٌ لِزَيْنَبِ، فَإِذَا فَتَرَتْ تَعَلِّقَتْ بِهِ‏.‏ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ ‏"‏ حُلُّوهُ، لِيُصَلِّ أَحَدُكُمْ نَشَاطَهُ، فَإِذَا فَتَرَ فَلْيَرْقُدْ‏"‏ ‏(‏‏(‏متفق عليه‏)‏‏)‏ ‏.‏
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam masuk ke dalam masjid dan menemukan tali yang terpasang memanjang antara dua tiang, beliau lantas bertanya, ‘Tali apakah ini?’ Para shahabat menjawab, ‘Zainab yang memasangnya. Jika dia mengantuk, maka dia berpegangan dengannya’. Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda, ‘Lepaskan tali itu, hendaklah kalian shalat dalam keadaan segar, jika merasa capek, tidurlah’.” (Muttafaq ‘Alaih)

Hadits Ke Seratus Empat Puluh Satu
وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلى الله عليه وسلم قَالَ‏:‏ ‏ "‏ إِذَا نَعَسَ أَحَدُكُمْ وَهُوَ يُصَلِّي، فَلْيَرْقُدْ حَتَّى يَذْهَبْ عَنْهُ النَّومَ، فَإِنَّ أَحَدُكُمْ إِذَا صَلَّى وَهُوَ نَاعِسٌ لَا يَدْرِي لَعَلَّهُ يَذْهَبُ يَسْتَغْفِرُ فَيَسُبُّ نَفْسَهُ‏"‏ ‏(‏‏(‏متفق عليه‏)‏‏)‏ ‏.‏
Dari ‘Aisyah radhiyallah ‘anha bahwasanya Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda, “Jika salah seorang di antara kalian mengantuk dalam shalatnya,hendaklah dia tidur sehingga hilang rasa kantuknya. Dikarenakan jika seseorang di antara kalian shalat, sedangkan dia mengantuk, maka dia tidak akan tahu, mungkin ia bermaksud meminta ampunan, tetapi malah mencela dirinya sendiri.” (Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim)

Penjelasan singkat:
Jika seseorang shalat dalam keadaan ngantuk, maka akan sangat berpotensi keliru dalam bacaan dan gerakan shalatnya. Mungkin ia bermaksud untuk berdo’a memohon surga, malah justru berdo’a memonoh neraka. Ia bermaksud memohon husnul khatimah, malah memohon suul khatimah. Ia bermaksud memohon petunjuk hidayah, malah berdo’a memohon kesesatan.

Hadits Ke Seratus Empat Puluh Dua
وَعَنْ أَبِي عَبْدِ اللهِ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةِ رَضي الله عَنْهُمَا قَالَ‏:‏ ‏ "‏كُنْتُ أُصَلِّى مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الصَّلَوَاتِ، فَكَانَتْ صَلَاتُهُ قَصْدًا وَخُطْبَتُهُ قَصْدًا‏"‏ ‏(‏‏(‏رواه مسلم‏)‏‏)‏‏.‏
Dari Abu Abdillah Jabir bin Samurah radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Sering kali saya shalat bersama Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam, tetapi di dalam shalat dan khutbah beliau tidak terlalu lama dan tidak terlalu pendek.” (Diriwayatkan oleh Muslim)
Penjelasan singkat:
Kata al qashdu artinya, “tengah-tengah, tidak cepat dan tidak lama”.
Dijelaskan dalam sebuah hadits dari Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam bahwasanya beliau bersabda:
إِنَّ طُولَ صَلَاةِ الرَّجُلِ وَقِصَرَ خُطْبَتِهِ مَئِنَّةٌ مِنْ فِقْهِهِ
“..Memanjangkan shalatnya dan memendekkan khutbahnya merupakan tanda kepandaian/kefakihan seseorang..” (HR. Muslim)

Hadits Ke Seratus Empat Puluh Tiga
وَعَنْ أَبِي جُحَيْفَةِ وَهْبِ بْنِ عَبْدِ اللهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ‏:‏ آخَى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ سَلْمَانَ وَأَبِى الدَّرْدَاءِ ، فَزَارَ سَلْمَانُ أَبَا الدَّرْدَاءِ، فَرَأَى أُمَّ الدَّرْدَاءِ مُتَبَذَّلَةً فَقَالَ‏:‏ مَا شَأْنُكِ قَالَتْ‏:‏ أَخُوكَ أَبُو الدَّرْدَاءِ لَيْسَ لَهُ حَاجَةٌ فِي الدُّنْيَا، فَجَاءَ أَبُو الدَّرْدَاءِ فَصَنَعَ لَهُ طَعَامًا، فَقَالَ لَهُ‏:‏ كُلْ فَإِنِّى صَائِمٌ، قَالَ‏:‏ مَا أَنَا بِآَكِلٍ حَتَّى تَأْكُلَ، فَأَكَلَ، فَلَمَّا كَانَ اللَّيْلُ ذَهَبَ أَبُو الدَّرْدَاءِ يَقُومُ فَقَالَ لَهُ‏:‏ نَمْ، فَنَامَ، ثُمَّ ذَهَبَ يَقُومُ فَقَالَ لَهُ ‏:‏ نَمْ، فَلَمَّا كَانَ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ قَالَ سَلْمَانُ‏:‏ قُمِ اْلآنَ‏:‏ فَصَلَّيَا جَمِيْعًا، فَقَالَ لَهُ سَلْمَانُ‏:‏ إِنَّ لِرَبِّكَ عَلَيْكَ حَقًّا، وَإِنَّ لِنَفْسِكَ عَلَيْكَ حَقًّا، وَلِأَهْلِكَ عَلَيْكَ حَقًّا، فَأَعْطِ كُلَّ ذِى حَقَّ حَقَّهُ، فَأَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  فَذَكَرَ ذَلِكَ لَهُ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‏ "‏صَدَقَ سَلْمَانُ‏"‏ ‏(‏‏(‏رواه البخاري‏)‏‏)‏‏.‏
Dari Abu Juhaifah Wahab bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam mempersaudarakan Salman dan Abu Darda. Tatkala Salman berkunjung ke rumah Abu Darda, ia mendapatkan Ummu Darda (istri Abu Darda) sedang mengenakan pakaian kerja, lantas Salman bertanya, ‘Mengapa kamu tidak berhias?’ Ummu Darda menjawab, ‘Abu Darda sudah tidak lagi memperhatikan kepentingan duniawi’. Kemudian, Abu Darda’ datang dan dihidangkanlah makanan. Dia berkata kepada Salman, ‘Silahkan makan, saya sedang berpuasa.’ Salman menjawab, ‘Saya tidak akan makan sebelum engkau makan.’ Maka Abu Darda pun makan. Di malam harinya Abu Darda’ bangun untuk mengerjakan shalat malam, Salman berkata kepadanya, ‘Tidurlah!’ Kemudian di akhir malam, Salman berkata, ‘Bangunlah!’ Kita shalat bersama-sama’. Dan Salman berkata pula kepadanya, ‘Sesungguhnya bagi Tuhanmu ada hak, bagi dirimu ada hak, dan bagi keluargamu ada juga hak, maka penuhilah semuanya.’ Kemudian Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam datang dan Salman menceritakan apa yang baru saja terjadi, maka beliau memutuskan, ‘Salman benar’.” (Diriwayatkan Bukhari)

Hadits Ke Seratus Empat Puluh Empat
وَعَنْ أَبِي رِبْعِيٍّ حَنْظَلَةَ بْنِ الرَّبِيْعِ اْلأُسَيِّدِيِّ الْكَاتِبِ أَحَدِ كُتَّابِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ‏:‏ لَقِيَنِي أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ فَقَالَ‏:‏ كَيْفَ أَنْتَ يَا حَنْظَلَةُ؟‏ قُلْتُ‏:‏ نَافَقَ حَنْظَلَةُ‏!‏‏ قَالَ‏:‏ سُبْحَانَ اللهِ مَا تَقُولُ‏؟!‏‏ قُلْتُ‏:‏ نَكُونُ عِنْدَ رَسُولِ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُذَكِّرُنَا بِالنَّارِ وَالْجَنَّةِ حَتَّي كَأَنَّا رَأْيُ عَيْنِ، فَإِذَا خَرَجْنَا مِنْ عِنْدِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَافَسْنَا اْلأَزْوَاجَ وَاْلأَوْلَادَ وَالضَّيْعَاتِ فَنَسِيْنَ كَثِيْرًا‏.‏ قَالَ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ ‏:‏ فَوَاللهِ لَنَلْقَى مِثْلَ هَذَا، فَانْطَلَقْتُ أَنَا وَأَبُو بَكْرٍ حَتَّى دَخَلْنَا عَلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ‏.‏ فَقُلْتُ‏:‏ نَافَقَ حَنْظَلَةُ يَا رَسُولَ اللهِ!‏ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‏:‏ ‏"‏وَمَا ذَاكَ‏؟‏‏"‏ قُلْتُ‏:‏ يَا رَسُولُ اللهِ نَكُونُ عِنْدَكَ تُذَكِّرُنَا بِالنَّارِ وَالْجَنَّةِ حَتَّي كَأَنَّا رَأْيُ عَيْنِ ، فَإِذَا خَرَجْنَا مِنْ عِنْدِكَ عَافَسْنَا الأَزْوَاجَ وَالْأَوْلَادَ وَالضَّيْعَاتِ نَسِيْنَا كَثِيْرًا‏.‏ فَقَالَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ‏:‏ ‏"‏وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ تَدُوْمُوْنَ عَلَى مَا تَكُونُوْنَ عِنْدِي وَفِي الذِّكْرِ لَصَافَحَتْكُمُ الْمَلَائِكَةُ عَلَى فُرُشِكُمْ وَفِي طُرُقِكُمْ، وَلَكِنْ يَا حَنْظَلَةَ سَاعَةً وَسَاعَةَ‏"‏ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ، ‏(‏‏(‏رواه مسلم‏)‏‏)‏‏.‏
Dari Abu Rib’i Hanzhalah bin Rabi’ Al-Usayydiy, salah seorang sekretaris Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam, ia berkata, ‘Saya bertemu dengan Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu, kemudian ia bertanya, ‘Bagaimanakah keadaanmu hai Hanzhalah?’ Saya menjawab, ‘Hanzahalah, ‘Hanzhalah kini telah munafik.’ Abu Bakar terperanjat seraya berkata, ‘Subhanallah,apa yang kamu katakan?’ Saya menjelaskan, ‘Kalau kami di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam, kemudian beliau menceritakan tentang surga dan neraka, maka seakan-akan kami melihat dengan mata kepala, tetapi bila kami pergi meninggalkan beliau dan bergaul dengan istri dan anak-anak serta mengurusi berbagai urusan, maka kami sering lupa.’ Abu Bakar berkata, ‘Demi Allah, kami juga demikian.’ Kemudian, saya dan Abu Bakar pergi menghadap Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam, lalu saya berkata, ‘Wahai Rasulullah, Hanzhalah telah muafik’. Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bertanya, ‘Mengapa demikian?’ Saya menjawab, ‘Wahai Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam, apabila kami berada di hadapanmu, kemudian engkau menceritakan tentang neraka dan surga, maka seolah-olah kami melihat dengan mata kepala, namun bila kami keluar dan bergaul bersama istri dan anak-anak serta mengurusi berbagai macam persoalan, maka kami sering lupa’. Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda, ‘Demi Zat Yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, seandainya kamu tetap sebagaimana keadaanmu di hadapanku dan mengingat-ingatnya, niscaya para malaikat akan menjabat tanganmu di tempat tidurmu dan di jalanan. Tetapi hai Hanzhalah, sesaat dan sesaat.’ Beliau mengulanginya sampai tiga kali.” (Diriwayatkan oleh Muslim)

Penjelasan singkat:
Di akhir hadits ini Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda, ‘Tetapi hai Hanzhalah, sesaat dan sesaat’. Beliau mengulanginya sampai tiga kali. Artinya sesaat untuk Allah, sesaat untuk kelarga dan anak, dan sesaat untuk diri sendiri sehingga manusia juga memberikan hak kepada dirinya untuk beristirahat dan memberi hak kepada orang yang berhak.

Hadits Ke Seratus Empat Puluh Lima
وَعَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ‏:‏ بَيْنَمَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ إِذَا هُوَ بِرَجُلٍ قَائِمٍ، فَسَأَلَ عَنْهُ فَقَالُوا‏:‏ أَبُو إِسْرَائِيْلَ نَذَرَ أَنْ يَقُوْمَ فِي الشَّمْسِ وَلَا يَقْعُدَ، وَلَا يَسْتَظِلَّ وَلَا يَتَكَلَّمَ، وَيَصُوْمَ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‏:‏ ‏ "‏مُرُوْهُ فَلْيَتَكَلَّمَ وَلْيَسْتَظِلَّ وَلْيَقْعُدْ وَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ‏"‏ ‏(‏‏(‏رواه البخاري‏)‏‏)‏‏.‏
Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Tatkala Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam berkhutbah, tiba-tiba ada seorang lelaki berdiri, kemudian beliau menanyakannya. Para shahabat menjawab, ‘Dia adalah Abu Israil, ia bernadzar akan berdiri pada waktu panas, tidak akan duduk dan tidak akan berteduh, juga tidak akan berbicara, sedangkan dia sedang berpuasa.’ Kemudian, Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda, ‘Perintahkanlah dia supaya berbicara, berteduh, duduk, dan perintahkanlah dia supaya menyempurnakan puasanya’.” (Diriwayatkan oleh Bukhari)

Penjelasan singkat:
Nadzar orang itu telah tercampur antara yang dicintai oleh Allah dan sesuatu yang tidak dicintai-Nya. Sesuatu yang dicintai Allah adalah puasa karena puasa adalah ibadah. Sedangkan nadzarnya untuk berdiri di bawah terik matahari tanpa pelindung dan tidak akan berbicara adalah nadzar yang tidak disukai Allah. Oleh karena itu Nabi memerintahkan kepada orang itu agar meninggalkan nadzarnya.
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
مَنْ نَذَرَ أَنْ يُطِيعَ اللَّهَ فَلْيُطِعْهُ ، وَمَنْ نَذَرَ أَنْ يَعْصِيَهُ فَلاَ يَعْصِهِ
“Barangsiapa yang bernazar untuk taat pada Allah, maka penuhilah nazar tersebut. Barangsiapa yang bernazar untuk bermaksiat pada Allah, maka janganlah memaksiati-Nya. ” (HR. Bukhari no. 6696)
Hendaklah diketahui bahwa hukum asal nadzar adalah makruh. Bahkan sebagian orang berpendapat haram , dan tidak boleh bernadzar, karena jika seseorang bernadzar berarti dia telah membebani dirinya dengan sesuatu yang tidak dibebankan Allah kepadanya.

Disusun oleh Anas Abdillah, S.Ud di Bogor

Artikel Terkait

Previous
Next Post »