Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ
عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لا تُرْجَعُونَ (١١٥)
“Maka
Apakah kalian mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kalian secara
main-main (saja), dan bahwa kalian tidak akan dikembalikan kepada kami?” (QS. Al-Mu’minun: 115)
Bukan untuk sia-sia Allah subhanahu wa ta’ala menciptakan manusia, bukan
untuk main-main Allah subhanahu wa ta’ala menciptakan kita, tapi ada hikmah yang sangat agung
dalam penciptaan tersebut, yaitu beribadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala semata. Dan Allah subhanahu wa ta’ala tidak membutuhkan peribadahan
kita tapi kitalah yang membutuhkan peribadahan kepada Allah. Allah subhanahu wa ta’ala
berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ
(٥٦)مَا أُرِيدُ مِنْهُمْ مِنْ رِزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَنْ يُطْعِمُونِ (٥٧)
“Dan aku
tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.
Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan aku tidak menghendaki
supaya mereka memberi-Ku makan.” (QS. Adz-Dzariyat: 56)
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلاةِ وَاصْطَبِرْ
عَلَيْهَا لا نَسْأَلُكَ رِزْقًا نَحْنُ نَرْزُقُكَ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَى
(١٣٢)
“Dan
perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam
mengerjakannya. Kami tidak meminta rezki kepadamu, kamilah yang memberi rezki
kepadamu. dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.” (QS. Thaha: 132)
Setelah
Allah menciptakan manusia, Allah juga yang memberi rizki kepada manusia, maka
Allah subhanahu wa ta’ala pun tidak membiarkan hamba-hamba-Nya terlantar
kebingungan, tapi Allah subhanahu wa ta’ala menurunkan Agama Islam dan
mengutus para Rasul di dalamnya. Allah subhanahu wa ta’ala mengutus
seorang Rasul pada tiap-tiap ummat dari Rasul pertama sampai Nabi dan Rasul
terakhir yaitu Muhammad shalallahu ‘alayhi wa sallam mereka semua
beragama Islam dan menda’wahkan Islam.
Agama
Islam yang kita anut dan kita yakini kebenarannya telah menunjukkan rambu-rambu
keselamatan yang wajib dipatuhi oleh setiap pemeluknya. Pilar-pilar keselamatan
inilah yang telah Allah subhanahu wa ta’ala amanahkan kepada para Nabi
dan Rasul dan kepada seluruh manusia untuk ditanamkan pada tiap-tiap individu
sebagai pedoman dalam perjalanannya menuju Allah subhanahu wa ta’ala.
Siapa saja yang berpegang teguh dengan pilar-pilar tersebut, maka ia pasti
selamat dan sapapun yang menyimpang dari rambu-rambu tersebut, maka ia akan
tersesat dan kesesatannya akan mengantarkan pada api Neraka Jahannam..
Di
antara rambu-rambu atau pilar-pilar keselamatan tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Tauhidullah (mentauhidkan Allah)
Yaitu
mengesakan Allah dalam hal-hal yang menjadi kekususan bagi Allah subhanahu
wa ta’ala baik dalam hal perbuatan Allah, seperti menciptakan, mengatur
alam semesta, memberi rizki, menghidupkan dan mematikan, menurunkan hujan dll,
dan mengesakan Allah dalam peribadahan kepada-Nya dengan meninggalkan segala
peribadahan kepada selain-Nya, serta mengesakan Allah dalam Nama-nama dan
sifat-sifat-Nya, yaitu hanya Allah subhanahu wa ta’ala sajalah yang
memiliki nama-nama dan sifat-sifat yang Maha Indah dan Maha Sempurna.
Tauhid
adalah perkara yang paling agung. Siapa saja yang memurnikan tauhidnya, maka ia
pasti masuk surga. Dan sebaliknya siapa saja yang tidak bertauhid maka ia pasti
masuk Neraka. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ
حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ
مِنْ أَنْصَارٍ (٧٢)
“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah,
Maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka,
tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun.” (QS. Al-Maidah: 72)
2.
Pilar keselamatan yang ke dua adalah “Ittiba’”
Yang
dimaksud dengan ittiba’ adalah mengikuti atau
meneladani Rasulullah shalallahu ‘alayhi wa sallam dalam memahami Islam dan
menerapkannya. Karena Rasulullah shalallahu ‘alayhi wa sallam hanya mengikuti wahyu dari
Allah subhanahu wa ta’ala, maka pada hakikatnya ittiba’
adalah mengikuti wahyu dari Allah subhanahu wa ta’ala.
Wujud
dari ittiba kepada Rasulullah shalallahu ‘alayhi wa sallam adalah beribadah kepada Allah
dengan mencontoh apa yang Rasulullah shalallahu ‘alayhi wa sallam dan para shahabatnya kerjakan.
Dan meninggalkan segala peribadahan yang tidak pernah dicontohkan oleh
Rasulullah dan para shahabatnya.
Setiap
peribadahan yang tidak ada contoh perintah dari Rasulullah shalallahu ‘alayhi wa sallam maka ia tertolak dan orang yang
mengerjakannya berdosa karena telah menyelisihi Allah dan Rasul-Nya. Rasulullah
shalallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ
أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa
yang beramal dengan suatu amalan yang tidak sejalan dengan ajaran kami, maka
amalnya tertolak.” (HR. Muslim No. 1718)
Ittiba’
akan mengantarkan pelakunya ke dalam surga. Rasulullah shalallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
كل
أمتي يدخلون الجنة إلا من أبى، قِيلَ يا رسولَ الله، ومن يأبى؟ قال: من أطاعني دخل
الجنة، ومن عصاني فقد أبى
“Seluruh
ummatku akan masuk surga, kecuali orang yang enggan. Ditanyakan ‘Wahai
Rasulullah, Siapakah orang yang enggan itu’. Beliau menjawab ‘Siapa yang
mentaatiku, ia masuk surga dan siapa yang bermaksiat kepadaku, sungguh ia telah
enggan”
(HR. Bukhari)
3.
Pilar keselamatan yang ke tiga adalah “Sumber yang benar
dalam hukum dan pemahaman”
Salah
satu rambu keselamatan yang sangat penting adalah menimba pemahaman dan hidayah
Islam dari sumber yang benar. Satu-satunya sumber yang mutlak benar adalah
wahyu dari Allah subhanahu wa ta’ala yang berbentuk al Qur’an dan al-Hadits (as-Sunnah)
Rasullah
shalallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
تَرَكْتُ
فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا مَاتَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللهِ وَ
سُنَّةَ نَبِيِّهِ
“Aku tinggalkan
kepada kalian dua perkara yang tidak akan sesat kalian selama kalian berpegang
teguh pada keduanya, yaitu: Kitabullah (al Qur’an) dan Sunnah Nabi-Nya.” (HR. Tirmidzi, Abu Daud dan
Ahmad)
4.
Pilar keselamatan yang ke empat adalah “Metode pemahaman yang
benar”
Metode
memahami Islam yang benar, sebagaimana Ahlussunnah wal Jama’ah memahami Islam
adalah pemahaman para Shahabat radhiyallahu ‘anhum. Karena para shahabat
adalah generasi terbaik yang bertanya langsung kepada Rasulullah atas segala
problematika yang mereka alami. Para shahabat juga kurun terbaik yang mendapat
pujian dari Allah dan Rasul-Nya. Allah subhanahu wa ta’ala telah mengacam kepada
orang-orang yang menyelisihi mereka. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
كُنْتُمْ
خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ
عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
“Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk
manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan
beriman kepada Allah. (QS.
Ali Imran: 110)
وَمَنْ
يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ
سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ
مَصِيرًا (١١٥)
“Dan
Barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti
jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap
kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam,
dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. An-Nisa: 115)
Semoga Allah subhanahu wa ta’ala senantiasa memberi petunjuk
hidayah-Nya kepada kita, sehingga kita mampu meniti jalan kesealamatan
Shiratulmustaqim dengan pilar-pilar yang telah disebutkan di atas.
EmoticonEmoticon