MASYARAKAT ISLAMI
M
|
asyarakat Islami adalah
masyarakat yang dinaungi dan dituntun oleh norma-norma Islam sebagai satu-satunya agama Alloh Subhanahu wa Ta’ala. Masyarakat yang secara kolektif atau orang perorangan bertekad untuk bersungguh-sungguh
dalam meniti sirotulmustaqim. Masyarakat
yang didominasi oleh istiqomah, kejujuran,
kebersihan ruhani dan saling kasih mengasihi. Walaupun mereka berbeda-beda dalam tingkat dan
kadar pemahaman terhadap rincian ajaran Islam,
tetapi mereka telah memiliki pondasi yang sama untuk menerima Islam secara totalitas (kaffah).
Mereka adalah masyarakat yang tunduk dan patuh
pada syariat Alloh Subhanahu wa Ta’ala, serta berupaya untuk mewujudkan
syariat-Nya dalam semua aspek kehidupan. Saat
itu, pada dasarnya mereka sedang berupaya secara serius mewujudkan arti penghambaan yang sebenarnya kepada Robbul
‘alamin. Untuk itulah, mereka bersungguh-sungguh mengamalkan sisi-sisi
tuntunan ajaran Islam dalam bentuk amal sholih, dengan mengerahkan daya dan upaya mereka secara
maksimal.
Mereka adalah masyarakat yang secara
sungguh-sungguh menjaga diri agar tidak terjatuh secara sengaja kedalam bentuk kedurhakaan kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala. Kalaupun terkadang tergelincir ke dalam bentuk
dosa dan maksiat, mereka segera
kembali kepada-Nya, tersungkur dengan bertaubat memohon maghfiroh-Nya yang sangat luas dan bertekad kuat
untuk tidak mengulangi-nya
kembali. Walaupun pada kenyataannya mungkin saja ketergelinciran itu terulang
kembali, maka merekapun akan kembali
bertaubat
Pada masyarakat seperti ini, amanat dan
keamanan akan sangat terjaga. Kerusakan dalam segala bentuknya akan sangat maksimal terminimalisir. Kemiskinan yang terjadi hanyalah kemiskinan yang benar-benar
normal dan tidak terhindarkan. Bukan seperti
kemiskinan yang merebak bagaikan wabah,
disebabkan oleh konspirasi penghisapan darah rakyat jelata. Kemiskinan
yang normal dan sangat minimal itu pun teringankan oleh keberkahan segalanya.
Kemudian harapan-harapan balasan akhirat atas kesabaran mengarungi hidup miskin
menjadi pelipur dan penghibur yang besar sekali. Akhirnya hubungan mesra dengan
Alloh Subhanahu wa Ta’ala akan
mengguyur seluruh orang dengan hujan kebahagiaan sejati yang tidak ada
hentinya. Ketika
masyarakat telah didominasi dan dituntun oleh norma-norma Islam, maka Alloh Subhanahu wa Ta’ala pasti akan memenuhi
janji-Nya, dengan memberikan keberkahan kepada mereka dalam semua sisi dalam aspek kehidupan
mereka.
Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَلَوۡ أَنَّ أَهۡلَ ٱلۡقُرَىٰٓ
ءَامَنُواْ وَٱتَّقَوۡاْ لَفَتَحۡنَا عَلَيۡهِم بَرَكَٰتٖ مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلۡأَرۡضِ...٩٦
“Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman
dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka keberkahan-keberkahan
dari langit dan bumi...” (QS. Al-A’rof [7]: 96).
Mereka akan mendapatkan kebaikan, ketenangan dan
kesejahteraan dalam kehidupan mereka, karena Alloh Subhanahu wa Ta’ala memberikan
kenikmatan-Nya dalam beragam bentuk dan dari
berbagai jalan. Seluruh aspek kehidupan; ekonomi, politik dan sosial
kemasyarakatan, dipenuhi sumber-sumber kebaikan yang diberkahi.
Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
مَنۡ عَمِلَ صَٰلِحٗا مِّن
ذَكَرٍ أَوۡ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤۡمِنٞ فَلَنُحۡيِيَنَّهُۥ حَيَوٰةٗ طَيِّبَةٗۖ
وَلَنَجۡزِيَنَّهُمۡ أَجۡرَهُم بِأَحۡسَنِ مَا كَانُواْ يَعۡمَلُونَ ٩٧
“Barangsiapa yang mengerjakan amal sholih, baik laki-laki maupun perempuan
dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya
kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada
mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS.
An-Nahl [16]: 97)
Kenikmatan yang mereka terima bukan hanya
sebatas berwujud materi kebendaan, tetapi juga berwujud nonmateri yang mereka
rasakan sebagai hasil dari baiknya hubungan
interaksi (mu’amalah) dengan sesama dan buah dari penerapan setiap aspek ajaran Islam yang mulia oleh seluruh
komponen masyarakat. Setiap orang,
masing-masing dalam kedudukan dan tanggung jawabnya, menunaikan kewajiban sebagaimana mestinya sesuai dengan tuntunan Islam. Semua bergerak, beraktivitas dan berlomba-lomba
mencurahkan segenap kemampuan dalam menghasilkan amal terbaik mereka. Sehingga
tidaklah mereka mendapatkan
hasil darinya kecuali kebahagiaan dan kemuliaan. Setiap orang tidak hanya akan
menerima manfaat dari orang lain, tetapi juga akan berupaya untuk memberi
manfaat kepada orang lain. Saling tolong-menolong dalam kebaikan menjadi budaya yang mendominasi di tengah masyarakat. Termasuk dalam bentuk
upaya serius dan terus menerus untuk membina dan membimbing saudaranya ke arah
penerapan aspek-aspek ajaran Islam, serta dalam meluruskan dan menasihatinya di saat terjadi kekeliruan dan penyimpangan. Setiap
gerak aktivitas mereka akan semakin menambah bobot amal sholih yang membuahkan kenikmatan bagi mereka masing-masing.
Dengan demikian, mereka
akan mendapatkan manfaat teramat besar berupa terjaganya agama, jiwa, akal,
keturunan, dan harta benda mereka. Hal ini
disebabkan faktor-faktor perusak dan penghancur unsur-unsur tersebut
tidak lagi mendominasi masyarakat.
Sungguh, seluruh sisi
kehidupan mereka akan menjadi hal yang membaha-giakan. Walaupun banyak problem kehidupan yang membawa duka dan melelahkan
sebagai salah satu karakter kehidupan di dunia, akan tetapi mereka mampu
menghadapinya dengan penuh kesabaran, didasarkan pada keimanan yang mendalam
bahwa hal itu adalah salah satu bentuk ujian untuk mencapai derajat kemuliaan
yang lebih tinggi.
Semua kerja keras mereka
di dunia ini akan mendapatkan balasan berupa jannah dan seluruh kenikmatan yang
tiada tara, dalam kehidupan di akhirat yang kekal abadi. Amal-amal kebaikan mengalir deras dan senantiasa
tumbuh lebat dengan hanya satu motivasi, mengharapkan ridho Alloh Subhanahu wa Ta’ala.
BAB II
MASYARAKAT NON ISLAMI
Masyarakat non Islami adalah masyarakat yang
secara kolektif tidak tunduk kepada syariat Alloh Subhanahu wa Ta’ala. Dengan demikian ia hanya tunduk kepada
selain syariat Alloh Subhanahu wa Ta’ala. Di dalam suatu masyarakat yang
tidak Islami, segala bentuk komponen yang menjauhkan manusia dari Alloh Subhanahu
wa Ta’ala akan tumbuh menjamur dengan subur tanpa ada perintang yang
berarti. Rangsangan-rangsangan
birahi liar dan haram bermunculan di setiap pojok bangunan masyarakat. Rangsangan-rangsangan ini akan menjerumuskan
kepada banyaknya perzinaan yang menghasilkan berbagai penyakit berat, kerusakan rumah tangga dan menuntun kepada
banyak kerusakan-kerusakan lainnya yang tidak terbatas.
Transaksi-transaksi riba
akan menyebar dengan seluas-luasnya. Kerusakan yang diakibatkan oleh sistem ribawi sudah tidak asing lagi.
Krisis-krisis finansial global adalah saksi-saksi yang selalu bermunculan dari
waktu ke waktu. Sistem ribawi adalah sistem
kezholiman yang menyedot kekayaan kebanyakan
umat untuk dipersembahkan kepada segelintir manusia. Pada-hal dosa sesuap riba
sama dengan dosa menyetubuhi ibu kandung sendiri!
Rasa tidak takut kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala akan terus menjalar dan inilah induk dari semua kezholiman.
Banyak lagi kerusakan-kerusakan yang tidak terhitung banyaknya akan terjadi. Semua itu akan menyebabkan
kemurkaan Alloh Subhanahu wa Ta’ala kemudian akan mengundang bencana-bencana yang tidak ada hentinya,
dan bahkan dari waktu ke waktu.
Di masyarakat non Islami,
pembusukan jiwa terus berproses dan bersemi dikarenakan dominasi mesin-mesin
kemungkaran. Hasilnya adalah tindakan-tindakan kriminalitas yang kian hari akan semakin meningkat. Perilaku buruk
terus menjamur dan mendominasi kehidupan masyarakat, menambah panjang deret angka kejahatan yang akan
terus melonjak dengan sangat tajam. Pada masyarakat non
Islami, motivasi perilaku kebanyakan manusia adalah hawa nafsu,
kejahilan dan memperoleh manfaat sementara bagi setiap individu. Dengan demikian
pelanggaran-pelanggaran norma islami akan dilakukan oleh hampir semua tingkatan
masyarakat, baik secara perorangan maupun kolektif, berbentuk tindak pidana
ringan dari oknum-oknum pribadi maupun kejahatan sistematis dari banyak
kelompok terorganisir. Bukan hanya aksi-aksi kriminalitas yang dilakukan dengan
sangat halus dan tersembunyi yang akan terjadi, juga tindakan-tindakan yang
sangat brutal, ganas dan sadis akan sangat mudah terjadi antar anggota
masyarakat, atau bahkan antar anggota satu keluarga sekalipun. Sedangkan
penjara tidak pernah bias menjadi obat apalagi solusi. Bahkan hanya menjadi
tempat persemaian penjahat-penjahat kelas “kakap” masa depan dan rumah derita
untuk sang terpidana dan keluarga
mereka. Pembunuhan dengan kekerasan yang dilakukan sangat biadab. Perjudian
dari yang dilakukan dengan peralatan sederhana sampai paling modern semakin marak. Perampasan harta dan kehormatan
orang lain merajalela. Miras dan narkoba
semakin bebas dikonsumsi oleh kalangan yang tidak lagi terbatas. Semua itu akan dilakukan dengan
sangat terbuka dan terang-terangan, bahkan pelakunya tidak lagi merasa berdosa.
Anak-anak muda akan terus
mempertunjukkan gaya hidup hedonis. Mereka tidak takut lagi melakukan pergaulan bebas, dan
perbuatan amoral lainnya yang lebih buruk. Para orang tua akan melalui masa tua
dengan penuh keresahan, sangat sulit membimbing putra-putri tercinta,
disebabkan sang orang tua telah salah arah, karena mereka sendiri membangun
hidup keluarga dengan sistem non Islami yang sangat jauh dari nilai keteladanan.
Unsur-unsur perusak yang meracuni buah hati mereka dibiarkan begitu saja terjadi, bahkan ditanam dengan sengaja, yang hasilnya
mereka dapatkan dengan sangat pahit, mengenaskan dan menyengsarakan. Keluarga bahagia hanya akan tinggal cerita kenanngan yang tidak mungkin terwujud, karena anggotanya tidak lagi memegang norma-norma Islami pembawa
kebahagiaan sejati. Ketenteraman dan kesejahteraan
dalam kehidupan masyarakat tidak
mungkin didapatkan, di saat norma-norma Islam yang memayunginya telah dicampakkan.
Negara akan terus sibuk mengatasi
berbagai problem yang terus menggunung. Seluruh aspek kehidupan; ekonomi, politik, dan sosial
kemasyarakatan diliputi problem rumit dan tidak kunjung mereda. Berbagai
konsep dari para pakar pun tak mampu mengatasinya. Yang ada hanyalah
bencana dan malapetaka.
Semua terjebak oleh perangkap setan durjana..!
Hawa nafsu begitu diagungkan dan disembah. Harta menjadi standar untuk menilai
tinggi rendahnya martabat seorang manusia. Ketenangan hidup, rasa aman dan
kebahagiaan hakiki menjadi sangat mahal dan sulit dijumpai. Semua merasakan
kesempitan, kepedihan, kesengsaraan dan duka mendalam akibat ulah tangan mereka
sendiri yang melupakan ayat-ayat Alloh Subhanahu wa Ta’ala.
Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَمَنۡ
أَعۡرَضَ عَن ذِكۡرِي فَإِنَّ لَهُۥ مَعِيشَةٗ ضَنكٗا ...١٢٤
“Barangsiapa yang
berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang
sempit... .” (QS. Thoha [20]: 124)
Sudah menjadi sunnatulloh
dalam kehidupan manusia, baik secara pribadi maupun masyarakat bahwa jika mereka mengganti nikmat Alloh Subhanahu wa
Ta’ala yang berupa keislaman dan
keimanan dengan kejahiliyahan dan kekufuran, mereka pasti akan
mendapatkan bencana-bencana yang sangat mengerikan, baik di dunia maupun di
akhirat. Suatu sunnatulloh yang tidak mungkin
akan berubah dan berganti, selamanya demikian.
Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
۞أَفَلَمۡ يَسِيرُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ
فَيَنظُرُواْ كَيۡفَ كَانَ عَٰقِبَةُ ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِهِمۡۖ دَمَّرَ ٱللَّهُ
عَلَيۡهِمۡۖ وَلِلۡكَٰفِرِينَ أَمۡثَٰلُهَا ١٠
“Maka apakah mereka tidak
mengadakan perjalanan di muka bumi sehingga mereka dapat memperhatikan bagaimana
kesudahan orang-orang sebelum mereka; Alloh telah menimpakan kebinasaan
atas mereka dan akan menimpakan pula kebinasaan yang sama atas orang-orang
kafir itu.” (QS. Muhammad
[47]: 10)
Lihatlah sejarah kelam kaum ‘Ad, Tsamud, kaum Fir’aun yang dihancur-leburkan
oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala, serta runtuhnya khilafah Utsmaniyyah di Turki, dimana pada akhir-akhir masa kekuasaannya mulai
meninggalkan kemurnian Islam. Ingatlah bencana-bencana dan akibat buruk yang
akan diderita suatu masyarakat, saat mereka tidak lagi Islami. Di antaranya
dapat disebutkan sebagai berikut:
A. Penindasan Sesama.
Misi kehadiran Islam adalah untuk mengeluarkan
manusia dari perbudakan sesama hamba menuju
pengabdian hanya kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala semata, dari kezholiman agama-agama (selain Islam) menuju keadilan
Islam, serta dari kesempitan dunia menuju keluasan akhirat.
Hanya dengan Islam, manusia akan mendapatkan kemerdekaannya yang hakiki dari berbagai bentuk penindasan, baik penindasan perbudakan, penin-dasan agama maupun penindasan dunia. Tanpa Islam, sebagian komunitas masyarakat hanya akan menjadi pihak penindas bagi komunitas lainnya.
Alloh Subhanahu wa Ta’ala menggambarkan bencana ini di masa Fir’aun dengan
gamblang:
“Sesungguhnya Fir’aun telah berbuat
sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikan
penduduknya berkasta-kasta, dengan menindas segolongan dari mereka,
menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka. Sesungguhnya Fir’aun termasuk golongan para perusak.” (QS. Al-Qoshosh [28]: 1-4)
B. Tidak Ada Rasa Aman.
Alloh Subhanahu wa Ta’ala akan mencabut rasa aman dan thuma’ninah (ketenangan) dari
seseorang atau masyarakat jika mereka tidak lagi Islami.
“Dan Alloh telah membuat suatu perumpamaan
(dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezekinya datang
kepadanya melimpah ruah dari segenap
tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Alloh; karena itu Alloh menimpakan mereka kondisi kelaparan
dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat.” (QS. An-Nahl
[16]:112)
C. Kerusakan di Segala Bidang.
Dosa dan kemaksiatan telah membawa berbagai kerusakan di air,
udara, tanam-tanaman dan buah-buahan serta tempat kediaman. Bencana sosial,
kerusakan moral atau dekadensi akhlak,
kekacauan politik, ekonomi dan budaya akan terus bergulir.
Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan
karena perbuatan tangan manusia, supaya Alloh menimpakan kepada mereka
sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang
benar).” (QS. Ar-Rum [30]: 41)
Menurut Mujahid rahimahullah (seorang
tabi’in): “Jika orang zholim berkuasa, ia akan melangkah melakukan
kezholiman dan kerusakan, sehingga Alloh Subhanahu wa Ta’ala menahan hujan-Nya. Di saat
itulah Alloh Subhanahu wa Ta’ala menghancurkan tanam-tanaman dan anak keturunan, karena Alloh tidak menyukai kerusakan.”
Ibnul Qoyyim rahimahullah menjelaskan “Bahwa
yang dimaksud kerusakan dalam ayat ini adalah kekurangan, keburukan dan bencana-bancana
yang dimunculkan Alloh Subhanahu wa Ta’ala di muka bumi akibat maksiat para hamba-Nya.
Setiap kali mereka menampilkan satu dosa, setiap kali itu pula Alloh Subhanahu
wa Ta’ala memunculkan satu hukuman-Nya.”
((
فَعَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ رضي الله عنه؛ قَالَ: أَقْبَلَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه و سلم. فَقَال :يَا مَعْشَرَ الْمُهَاجِرِينَ! خَمْسٌ إِذَا ابْتُلِيْتُمْ بِهِنَّ، وَأَعُوذُ
بِاللهِ أَنْ تُدْرِكُوُهُنَّ: لَمْ تَظْهَرِ الْفَاحِشَةُ فِي قَوْمٍ قَطُّ حَتَّى
يُعْلِنُوا بِهَا، إِلاَّ فَشَا فِيْهِمُ الطَّاعُوْنُ وَالأَوْجَاعُ الَّتِيْ
لَمْ تَكُنْ مَضَتْ فِيْ أَسْلاَفِهِمُ الَّذِينَ مَضَوْا .وَلَمْ يَنْقَصُوا
الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ، إِلاَّ أُخِذَوا بِالسِّنِينَ وَشِدَّة الْمَئُونَةِ
وَجَوْرِ السُّلْطَانِ عَلَيْهِمْ .وَلَمْ يَمْنَعُوا زَكَاةَ أَمْوَالِهِمْ، إِلاَّ مُنِعُوْا الْقَطْرَ مِنَ
السَّمَاءِ، وَلَوْلاَ الْبَهَائِمُ لَمْ يُمْطَرُوا .وَلَمْ
يَنْقُضُوا عَهْدَ اللهِ وَعَهْدَ رَسُوِلِهِ، إِلاَّ سَلَّطَ اللهُ
عَلَيْهِمْ عَدُوّاً مِنْ غَيْرِهِمْ، فَأَخَذُوا بَعْضَ مَا فِي أَيْدِيهِمْ .وَمَا لَمْ تَحْكُمْ أَئِمَّتُهُمْ بِكِتَابِ
اللهِ، وَيَتَخَّيُروا ممَّا أَنْزَلَ اللهُ، إِلاَّ جَعَلَ اللهُ بَأْسَهُمْ
بَيْنَهُمْ ))
“Dari Abdullah bin ‘Umar, bahwa Rosululloh shallallahu ‘alayhi wa sallam menemui kami
kemudian Beliau shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda: “Hai
orang-orang Muhajirin, lima perkara; jika kalian ditimpa lima perkara ini, maka
aku mohon perlindungan kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala agar kalian
tidak mendapatinya.
- Tidaklah
muncul perbuatan keji (zina) pada suatu kaum hingga mereka melakukannya
secara terang-terangan, kecuali Alloh menimpakan kepada mereka wabah tho’un dan berbagai
penyakit yang belum pernah menimpa kepada orang-orang sebelum mereka.
- Tidaklah
suatu kaum mengurangi takaran dan timbangan, kecuali niscaya mereka akan
ditimpa kegersangan, paceklik sepanjang tahun, serta berkuasanya
penguasa-penguasa yang zholim.
- Tidaklah
suatu kaum enggan mengeluarkan zakat hartanya, kecuali hujan dari langit akan
ditahan bagi mereka. Kalaulah bukan karena binatang ternak, niscaya manusia
tidak diberi hujan.
- Dan tidaklah suatu kaum mengingkari janji antar
mereka dengan Alloh dan Rosul-Nya,
melainkan Alloh menjadikan musuh-musuh mereka (orang-orang kafir) menguasai mereka dan merampas apa yang ada
di tangan mereka.
- Dan selama
pemimpin-pemimpin (negara, masyarakat) tidak menghukumi dengan kitab
Alloh, dan memilih-milih apa yang Alloh Subhanahu wa Ta’ala turunkan (untuk diterapkan dan tidak diterapkan), maka Alloh Subhanahu wa Ta’ala akan menjadikan permusuhan
di antara mereka.”
(HR. Ibnu
Majah no. 4019, al-Bazzar dan al-Baihaqi dari Ibnu 'Umar. Dishohihkan
al-Albani dalam ash-Shohihah no. 106, dan Shohih
at-Targhib wat-Tarhib no. 764)
D. Kehancuran
Berbagai Umat Sebelumnya Adalah Karena Penyelisihan Mereka Terhadap Islam.
Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya Kami akan
menurunkan azab dari langit atas penduduk kota ini, karena mereka berbuat
fasik. Dan telah Kami tinggalkan padanya satu tanda yang nyata bagi
orang-orang yang berakal. (Kami telah mengutus) kepada penduduk Madyan, saudara
mereka Syu’aib, Maka ia berkata: “Hai
kaumku, beribadahlah hanya kepada Alloh, harapkanlah (pahala) hari akhir, dan
jangan kalian berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan!”. Maka mereka mendustakan Syu’aib, lalu
mereka ditimpa gempa yang dahsyat, dan jadilah mereka mayat-mayat yang ber-gelimpangan
di tempat-tempat tinggal mereka. (Juga) kaum ‘Ad dan Tsamud, dan sungguh telah
nyata bagi kalian (kehancuran mereka) dari (puing-puing) tempat tinggal mereka. Setan menjadikan mereka me-mandang baik
perbuatan-perbuatan mereka, lalu ia menghalangi mereka dari jalan
(Alloh), sedangkan mereka adalah orang-orang
berpandangan tajam, (juga) Qorun, Fir’aun dan Haman. Sesungguhnya telah
datang kepada mereka Musa dengan (membawa) keterangan-keterangan yang nyata.
Akan tetapi mereka berlaku sombong di (muka) bumi, dan tiadalah mereka
orang-orang yang luput (dari kehancuran
itu). Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya, di
antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil dan di antara
mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, dan di antara mereka ada
yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang Kami
tenggelamkan, dan Alloh sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi
merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri. (QS. Al-‘Ankabut [29]: 34-40)
BAB III
REALITA MASYARAKAT KITA
Pada bab ini kita ingin
menjawab suatu pertanyaan, Masyarakat Islamikah masyarakat kita dewasa ini?
Realita memastikan bahwa masyarakat kita
bukanlah masyarakat Islami walaupun
mayoritas penduduk Indonesia adalah kaum Muslimin, walaupun orang-orang
sholih seperti Anda, wahai pembaca yang budiman, masih banyak sekali, akan tetapi bukan norma-norma Islamlah yang mendominasi
kehidupan kita dalam bermasyarakat. Demikian
juga banyak sekali individu-individu kita yang tanpa sadar telah
mengadopsi pemikiran sekuler dan berbasis pemikiran-pemikiran non Islami
lainnya.
Realita keterpurukan ruhani di negeri kita pun
sudah sangat mengerikan dan sudah banyak berpotensi mengundang azab dari Alloh Subhanahu wa Ta’ala. Bahkan azab-azab
itu memang sudah berdatangan bertubi-tubi bagaikan gelombang lautan yang
terus menerus bergantian menghempas pantai.
Bukankah kita dapati
banyak sekali ”Tuhan-Tuhan palsu” yang sudah dinobatkan untuk diibadahi oleh
banyak orang? Kuburan-kuburan tempat berdo'a, pohon-pohon tempat
bermohon, keris-keris yang dipelihara karena mengharapkan penjagaan
dan aura mistisnya, simbol-simbol yang dipasang di atap-atap rumah
untuk menolak bahaya dan lain-lain banyak bermunculan.
Bukankah sampai sekarang
ruwatan desa atau kampung dengan mempersembahkan sesajen kepada para "penguasa goib" masih terus berjalan dari waktu ke waktu demi
"menyelamatkan" desa atau
kampung? Sedangkan secara pasti kita
sudah mengikrarkan bahwa tidak ada Tuhan yang berhak dsembah selain
Alloh Subhanahu wa Ta’ala dan ditangan-Nya-lah semua
keputusan. Dia-lah satu-satunya yang berkuasa menentukan apa saja di bumi ini, tiada Tuhan selain Dia!.
Bukankah sihir yang tidak mungkin didapat
tanpa menyembah setan banyak sekali menyebar
di pelosok-pelosok negeri? Bahkan media
televisi kita yang cukup banyak, gemar sekali menampilkan tayangan-tayangan kesyirikan. Media-media cetak
kita memasang iklan-iklan penawaran pelayanan mistik dan semua media
memuat ramalan-ramalan nasib manusia di masa
depan; suatu bentuk kesyirikan menandingi Alloh Subhanahu wa Ta’ala di
ilmu goib-Nya dan masih
banyak bahkan banyak sekali yang semacamnya diekspos dengan mudah. Semua ini menunjukkan
adanya kepercayaan batil yang sangat bertentangan dengan kebenaran dan
bertentangan dengan kemuliaan manusia. Inilah biang segala keterpurukan!!
Tidak heran bila pada
masyarakat yang akal dan pikirannya seperti ini, kita dapati banyak sekali
pelanggaran-pelanggaran susila dari pameran aurat wanita sampai
pada perzinaan. Korupsi besar-besaran yang semakin lama semakin marak,
narkoba dan miras yang semakin marak, bahkan peng-gunaannya mengarah hingga
kepada anak-anak SD.
Adapun bencana-bencana
yang bermunculan akibat pelanggaran tersebut, sudah bukan rahasia lagi. Tentunya buku setebal
apapun tidak akan
cukup jika kita ingin mencatat semua musibah yang pernah menimpa negeri ini, walaupun hanya sejak
kemerdekaan sampai akhir abad ke-20 lalu saja. Dalam rentang waktu
antara kembalinya pasukan Sekutu tidak lama setelah proklamasi
kemerdekaan sampai pemberontakan-pemberontakan yang banyak menelan harta dan jiwa yang tidak terhitung banyaknya
sampai krisis moneter di penghujung abad ke-20 itu, banyak sekali
musibah-musibah berupa bencana-bencana alam
yang saling susul menyusul.
Bencana-bencana yang bertambah cepat terjadinya dari satu waktu ke waktu yang lainnya
terus berdesakan sejak kita memasuki abad ke-21 ini. Di antaranya Tsunami yang
menelan lebih dari dua ratus ribu jiwa dan
memporak-porandakkan habis-habisan sebagian dari negeri ini. Goyangan-goyangan gempa yang mematikan dan
letusan-letusan gunung-gunung berapi yang membakar anak-anak bangsa
hidup-hidup serta melenyapkan harta benda
milik mereka yang tersisa hidup. Banjir yang bukan hanya menghancurkan
banyak dari infra struktur negeri ini, akan tetapi
juga menjadikan para korban yang masih hidup terpaksa menyandang profesi baru sebagai pengemis, karena kehilangan
harta milik mereka. Jatuhnya
pesawat terbang dengan korban-korbannya, kebakaran yang seakan-akan tidak
pernah berhenti, sampai-sampai terjadi di atas laut yang luas, membakar kapal berpenumpang penuh. Sampai sekarang
samudra pun masih terus menggertak dan menakut-nakuti kota Jakarta
dengan banjir yang muncul dari waktu ke
waktu. Seakan-akan memberi peringatan
bahwa amarahnya sudah mendekati batas maksimal. Seakan terdengar lamat-lamat gemeretak gigi-giginya, sambil bergumam mengancam, “Aku sudah siap, tinggal menunggu perintah
Tuhanku!“.
Lalu... Lapindo... ya, rawa lumpur Lapindo yang
sangat aneh! Tidak bisa dicerna oleh akal
secara jelas! Menelan korban harta yang tidak terhitung banyaknya, terus merayap dan semakin melebar entah bagaimana jadinya.
BAB IV
PENEGAKAN SYARIAT
Yang dimaksud dengan Syariat Islamiyah adalah
hukum-hukum Alloh Subhanahu wa Ta’ala berupa perintah-perintah dan larangan-larangan
yang terkandung dalam agama Islam.
Penegakan syariat adalah tulang punggung atau essensi dari sebuah masyarakat
Islami. Penegakan syariat adalah suatu kewajiban yang besar sekali dan hukum meninggalkannya
pun berkisar antara beberapa bobot hukum,
dimulai dari dosa kecil, dosa besar, kufur asghor, dan kufur akbar.
Akan tetapi, jika yang terjadi adalah penolakan
syariat atau peninggalan syariat secara total apapun sebabnya, merupakan suatu bentuk
kufur akbar, yaitu mengeluarkan seseorang dari Islam. Hal ini sudah menjadi suatu kesepakatan umat Islam sejak dahulu
hingga sekarang dengan dalil-dalil yang kuat sekali. Akan tetapi ada sedikit
kesalahfahaman di antara banyak orang tentang penegakan syariat ini. Ketika
masalah penerapan syariat diangkat ke permukaan,
maka yang pertama-tama terbersit adalah penerapan syariat pada tingkatan
institusi (negara). Padahal sebenarnya syariat
meliputi hukum-hukum yang harus diterapkan pada empat tingkatan, dimana
setiap bagian dari keempat bagian syariat itu mempunyai kekhu-susannya masing-masing.
Keempat bagian itu adalah sebagai berikut:
1. Syariat Individu
Banyak sekali hukum-hukum syariat yang hanya berkaitan
dengan individu seperti sholat, shoum, dzikir, nikah, menutup aurat dan
lain-lainnya. Bahkan mengucapkan
syahadatain yang merupakan syarat ke Islaman awal seseorang adalah bagian
mendasar dari penegakan syariat bagi individu. Begitu juga menuntut ilmu, membaca al-Qur’an, serta menjaga
kehormatan dan kesucian diri dan akhlak. Hukum-hukum ini tidak bisa diterapkan oleh sebuah institusi yang namanya negara,
walaupun negara masih mempunyai kewajiban lain terhadap hukum-hukum itu selain
pelaksanaan praktis. Penegakan syariat individu ini adalah bagian yang sangat mendasar pada penegakan
syariat total.
Dari sisi teknis, individu
yang menerapkan syariat ini bisa kita namakan “Individu Islami”.
2. Syariat Keluarga
Hukum-hukum Islam pun banyak berkaitan dengan
hukum-hukum kekeluargaan seperti berbagai hukum yang mengatur hubungan suami istri, seperti kewajiban-kewajiban anggota
keluarga satu terhadap lainnya, hukum
waris, hadhonah (hak pengasuhan dan penyusuan anak), memberikan
nafkah lahir dan batin, silaturohmi, menghindari sikap dayyuts (mati
rasa cemburu) dalam keluarga, birrul walidain (berbakti
kepada kedua orang tua) dan lain-lain.
Yang dimaksud penegakan syariat, juga harus
mencakup penegakan bagian ini, bukan hanya penegakan
syariat institusi! Sebuah keluarga yang berkomitmen terhadap “syariat
keluarga” ini kita namakan sebagai “Keluarga Islami”.
3. Syariat Masyarakat
Syariat Islamiyah juga mempunyai hukum-hukum sosial
kemasya-rakatan yang harus bisa diterapkan oleh masyarakat tanpa institusi. Misalnya
hubungan antar tetangga, pertolongan dari pihak-pihak yang kaya secara kolektif kepada pihak-pihak yang
miskin, hubungan jual-beli, mendirikan sholat Jum’at, mengurus jenazah, mengurus
pendistribusian zakat, amar ma’ruf nahi munkar, mencetak kader-kader
ahli (seperti ulama, guru, ekonom, teknokrat, dan lain-lain), pendirian
lembaga-lembaga Islami yang mendukung
kehidupan Islami (seperti
pekuburan, rumah sakit, lembaga ekonomi
syariat, lembaga pendidikan,
lembaga riset dan penelitian) dan membuat media-media cetak maupun
elektronik Islami (seperti radio, koran, majalah, website) dan lain-lainnya.
Semua itu merupakan bagian penegakan syariat
Islamiyah. Kalau semua itu ditinggalkan berarti sebagian besar syariat tidak
ditegakkan. Sebuah masyarakat yang didominasi oleh pelaksanaan hukum-hukum
kemasyarakatan ini, bisa kita namakan sebagai “Masyarakat Muatan Islami”.
4. Syariat Institusi
Yang kami maksud dengan syariat institusi
adalah hukum-hukum Islam yang penegakannya menjadi kewajiban dan wewenang negara
(penguasa), seperti mengangkat dan
memberhentikan pimpinan negara, mengelola dan menata keuangan umat (seperti jizyah, harta rampasan
perang, khoroj, dan lain-lain), mengawasi sistem ekonomi pasar, meng-hukum para perusak agama, penerapan
hukum-hukum pidana, melangsungkan jihad ofensif
(penaklukan), menghukum mereka yang
harus dihukum menurut ketentuan syariat, amar ma’ruf dan nahi munkar dalam
ruang lingkup yang seluas-luasnya, menuruti
tuntunan syariat dalam menjaga kemaslahatan umat dan lain-lain.
Penerapan syariat institusi adalah bagian terbesar dari penerapan syariat
secara total. Tanpa penerapan bagian ini,
maka penerapan-penerapan lainnya akan sangat rawan runtuh. Akan tetapi,
penerapan bagian terpenting ini di suatu negeri sangat sulit dibayangkan jika
mayoritas penduduk negeri itu enggan dan tidak
mau menerapkan syariat pada takaran
individu-individu, keluarga-keluarga dan masyarakat. Di waktu yang sama, penduduk negerilah yang bisa
diandalkan sebagai penegak dan pengawal syariat di negeri masing-masing. Karena itu, di suatu negeri Islam
yang belum menerapkan syariat institusi, harus terlebih dahulu diadakan
penyuluhan yang kuat tentang urgensi penerapan syariat. Penyuluhan ini tidak
akan membuahkan tekad dan kemauan untuk menerapkan syariat, jika belum ada
pencerahan keimanan yang cukup. Hanya pada
suatu masyarakat yang berorientasi kepada keselamatan dan kebahagiaan
akhiratlah penyuluhan itu bisa membuahkan tekad dan usaha penegakan syariat. Dengan kata lain, sebuah dakwah Islamiyah yang benar dan kuat harus mendahului proses
Islamisasi sebuah masyarakat. Bahkan dakwah itu sendiri adalah bagian dari proses
yang urgen tersebut. Masyarakat yang
menerapkan syariat institusi bisa kita namakan “Masyarakat Islami Struktural”
atau bisa juga dinamakan “Negara Islam”.
BAB VI
MOTIVASI DAN STRATEGI
Pada hakikatnya jiwa atau ruh atau tulang
punggung pembentukan masyarakat Islami adalah penegakan syariat pada keempat bagian
dan tatanannya seperti telah dijelaskan sebelumnya. Masyarakat Islami dan penegakan syariat
adalah dua wajah dari satu mata uang. Ketika penegakan syariat harus dilakukan
oleh tangan-tangan manusia yang bergerak di bawah tuntunan jiwa-jiwa mereka dan
jiwa-jiwa itu memerlukan motivasi yang benar, maka pemotivasian adalah langkah
pertama.
A.
Motivasi
Motivasi membangun masyarakat Islami bertolak dari dua hal asasi,
yaitu:
1. Sebagai suatu kewajiban besar yang
dituntut oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala yang mana pelaksanaannya akan menghasilkan
ganjaran yang besar sekali dan pengabaiannya akan mengakibatkan hukuman yang sangat
berat.
2. Peraihan keselamatan dan kebahagiaan
di dunia dan di akhirat untuk para pelaksana, keturunan mereka dan semua umat.
Kedua dasar motivasi di
atas tidak akan tumbuh kecuali dengan pencerahan keimanan dan penanaman pemahaman-pemahaman Islam yang
benar, yang hanya bisa diwujudkan oleh dakwah yang benar dan memadai. Karena itu, strategi yang benar, khususnya di Indonesia saat ini,
untuk membentuk masyarakat Islami adalah strategi dakwah.
B. Strategi Dakwah
Masyarakat Islami yang kita idam-idamkan hanya bisa dibangun oleh
jiwa-jiwa yang tercerahkan oleh komitmen kepada Islam yang murni. Jiwa-jiwa itu
telah memahami Islam dan bertekad dengan sangat antusias untuk menitinya secara
sempurna dan menyeluruh (totalitas). Jiwa-jiwa seperti ini hanya bisa dibentuk
oleh suatu dakwah yang benar dan memadai. Yang kami maksud dengan dakwah yang
benar dan memadai adalah dakwah yang mencakup unsur-unsur berikut:
1. Mendakwahkan kemurnian Islam
Inti dari masyarakat
Islami adalah jiwa-jiwa itu telah memahami Islam dan bertekad dengan sangat
antusias untuk menitinya secara sempurna dan
menyeluruh. Jiwa-jiwa seperti ini hanya bisa dibentuk oleh suatu dakwah yang
benar dan kuat. Rosululloh shallallahu a’alyhi wa
sallam telah
mengabarkan bahwa umatnya akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan, dan hanya satu golongan yang berada di
atas kemurnian. Yaitu mereka yang mengikuti
jejak Rosululloh shallallahu ‘alayhi wa sallam dan para sahabatnya dalam memahami Islam dan menerapkannya.
Islam adalah agama Alloh Subhanahu wa Ta’ala satu-satunya. Di atas peta Islamlah alam semesta
dibentuk. Dan fitrah manusia (format dasar ciptaan manusia) pun dibentuk dengan format Islam, bahkan Islam adalah
fitrah manusia dan fitrah manusia
adalah Islam itu sendiri. Hanya dengan Islamlah manusia tetap mulia seperti dasar penciptaannya. Sebaliknya
tanpa Islam manusia akan menjadi rendah dengan serendah-rendahnya, di
dunia dan di akhirat.
Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Kemudian Kami kembalikan
dia ke tempat yang serendah-rendahnya” (QS. At-Tin [95]: 5)
Islam yang menjadikan manusia mulia di dunia
dan akhirat adalah Islam yang murni. Dengan Islam yang murni inilah manusia
bisa bangkit dari keterpurukannya. Sedangkan dengan selain Islam atau selain Islam yang murni, manusia akan terpuruk dengan
sehina-hinanya. Karena lahir batinnya bertentangan dengan format ciptaannya
(fitrah) dan berbenturan dengan format struktur alam semesta. Artinya ketika
seseorang melanggar suatu peraturan dari syariat Islam, maka ia akan menderita
lahir batin sesuai bentuk pelanggarannya di dunia sebelum di akhirat.
Demikianlah kita saksikan ketika misalnya seseorang berzina atau meminum miras.
Ketika sebuah masyarakat
menjadi tidak Islami, terpuruklah masyarakat itu dan tidak akan pernah bangkit tanpa berpegang kepada Islam yang murni.
Dari sini kita dapat melihat keharusan
mendakwahkan Islam yang murni dengan sekuat-kuatnya sebagai bentuk dari
pengawalan terhadap agama Alloh satu-satunya dan sebagai obat
untuk menyembuhkan umat dari keterpurukan. Jiwa yang terpuruk dan tidak bangkit, tidak akan mau apalagi mampu untuk
membangun masyarakat Islami. Karena kebangkitan itu sendiri adalah suatu
dinamika menuju kodrat manusia yang mulia, yang tidak akan pernah mulia tanpa
bersenyawa dengan Islam yang murni.
2. Dakwah yang berjama’ah dan terorganisir
Dakwah yang tidak
berjama’ah dan tidak terorganisir, tidak akan mampu menghadapi musuh-musuh Islam
yang menjalankan perusakan-perusakan pada sendi-sendi Islam secara
berjama’ah dan sistematis. Di dunia ini ada konspirasi global terhadap Islam
dan kaum Muslimin. Konspirasi ini sangat besar, terorganisir dan sistematis. Di
waktu yang sama, kalau sekedar untuk memberi nasihat, maka bisa dikerjakan
secara individual. Akan tetapi untuk mega
proyek membangun masyarakat Islami, mustahil dilakukan dengan usaha-usaha
dakwah sendiri-sendiri. Walaupun usaha ini tetap ada manfaatnya.
3. Dakwah sarat muatan kebangkitan
Muatan kebangkitan yang dimaksud adalah misi
pembangkitan jiwa-jiwa para mad’u (objek dakwah) untuk bangkit
menjalankan amanah yang Alloh bebankan pada pundak
manusia.
Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanah
kepada langit, bumi dan gunung-gunung, semuanya enggan untuk memikul amanah itu dan mereka khawatir akan
mengkhianatinya, lalu dipikullah amanah itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zholim dan amat bodoh” (QS. al-Ahzab
[33]: 72)
Amanat ini mempunyai dua sisi, yaitu:
a. Sisi peribadatan
Manusia diciptakan dengan
tujuan menjalankan peribadatan kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala saja. Inilah yang dinamakan “tauhid”. Menjadikan “tauhid” sebagai dasar penegakan syariat, baik
individu, keluarga,
masyarakat atau institusi adalah
bentuk dari pelaksanaan amanat pada sisi yang satu ini.
Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dan Aku tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah hanya kepada-Ku.”
(QS. adz-Dzariyat [51]: 56)
b. Sisi Kekhilafahan
Manusia diciptakan sebagai kholifah.
Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Ingatlah
ketika Robbmu berfirman kepada para malaikat: “Sesung-guhnya Aku hendak
menjadikan seorang kholifah di muka bumi…” (QS. al-Baqoroh [2]: 30)
Kekhilafahan manusia dari segi zatnya berarti
ia adalah makhluk yang mempunyai kriteria-kriteria yang pantas “dipertuankan”
oleh makhluk-makhluk bumi lainnya. Seluruh alam semesta pun telah diorbitkan untuk mensuplai kebutuhannya di segala bidang. Adapun
kekhilafahan sebagai sebuah tugas,
artinya manusia harus menjalankan tugas sebagai pelaksana syariat atau
hukum Alloh Subhanahu wa Ta’ala di muka bumi ini.
Untuk mewujudkan kebangkitan dalam jiwa umat
hingga mau, siap dan mampu melaksanakan amanat ini, sebuah mega proyek tarbiyah
jangka panjang harus dimulai dengan serius, walaupun hanya dimulai dengan
pembentukan jaringan yang masih kosong dari muatan kebangkitan. Tidak ada jalan untuk mengisi jaringan itu dengan muatan kebangkitan Islami,
kecuali dengan dakwah yang benar dan memadai.
BAB VI
STRATEGI ALTERNATIF
Dalam lapangan gerakan kebangkitan kita dapati dua strategi alternatif
dalam mencapai tujuan. Yaitu strategi parlementer dan strategi
kekerasan. Walaupun dalam langkah-langkahnya sangat bertentangan, akan
tetapi kedua strategi ini sama-sama mempunyai target awal yang sama yang mereka
yakini akan sangat berguna untuk mewujudkan kebangkitan umat dan membentuk
masyarakat Islami. Target itu adalah kekuasaan. Karena itu kedua
strategi ini kita namakan “strategi tampuk kekuasaan”.
Paling sedikit ketika strategi ini diterapkan
di Indonesia pada kondisi dan zaman seperti sekarang ini, kami sangat meyakini
tidak akan mampu mewujudkan tujuan total akhir, yaitu Masyarakat Islami.
Jangankan me-wujudkan masyarakat Islami, meraih target awal saja, yaitu tampuk
kekuasaan pun pasti tidak akan tercapai, kecuali kalau Alloh Subhanahu wa Ta’ala
meng-hendakinya. Kedua strategi
ini mempunyai beberapa sisi negatif yang hampir sama, di antaranya:
A. Keterbengkalaian dakwah
Keterbengkalaian dakwah berarti kehancuran untuk umat. Kalau kedua
strategi alternatif ini masih mempercayai dakwah adalah jalan satu-satunya
untuk pencerahan jiwa, maka ini berarti mereka hanya menangguhkan dakwah sampai
target awal yaitu tampuk kekuasaan tercapai. Ini berarti bahwa penyelamatan
umat dari ketergelinciran ke jahannam dan
dari keterpurukan dunia akan tertangguhkan sampai mereka menang. Selama
penangguhan itu, entah berapa jiwa yang akan mati dalam kegelapan. Itupun kalau
mereka menang!! Kalau mereka tidak akan pernah menang seperti yang kami yakini,
maka dakwah mereka tidak akan pernah ada! Mereka akan mengklaim bahwa mereka
pun berdakwah sambil berstrategi meraih tampuk kekuasaan. Tetapi mari kita
simak hal berikut:
1.
Sangat tidak mungkin ketika suatu kelompok
mencanangkan suatu strategi untuk mencapai tujuan, kemudian kelompok itu tidak
menge-rahkan seluruh atau mayoritas tenaganya untuk mensukseskan strategi itu.
Ketika seluruh tenaga dicurahkan untuk dakwah saja, kita masih melihat banyak hal
yang tidak tertangani. Bagaimana pula ketika seluruh tenaga atau mayoritasnya
dicurahkan untuk menempuh strategi lain.
2. Memang sebagian
tenaga para penyandang strategi tampuk kekuasaan disalurkan di “amal dakwah”.
Hal ini karena strategi mereka memerlukan “amal dakwah” untuk merekrut
pengikut. Kita bisa membayangkan apakah usaha dakwah yang motivasinya hanya
sekedar merekrut pengikut untuk melaksanakan strategi parlementer atau
kekerasan bisa menghasilkan suatu kebangkitan? Berbeda halnya dengan perekrutan
pengikut dengan tujuan untuk dakwah pula (strategi dakwah)!
3. Demi
mendapatkan suara sebanyak mungkin, strategi parlementer memerlukan siasat perangkulan yang hampir-hampir tidak terbatas. Pada siasat ini mereka harus pandai-pandai tutup
mulut dan berbasa-basi dengan bentuk penodaan
kemurnian Islam dan para penodanya. Dengan demikian kemurnian Islam pun terancam. Di sini terjadi keterbengkalaian
dakwah dalam aspek kwalitas.
4.
Sifat dakwah rahasia pada jalur kekerasan akan
sangat membatasi dakwah pada jalur ini. Para perencana dan pelaksana dakwah
mereka sudah tidak tertarik untuk mendakwahkan masyarakat umum dan
terang-terangan. Dari sudut ini pun terjadi suatu keterbengkalaian yang besar.
B. Kemandulan
Kedua jalur ini sangat tidak realistis dalam kondisi seperti
sekarang ini. Kedua strategi ini merupakan
keterburu-buruan dan bahkan keputusasaan. Para peyakin strategi tampuk
kekuasaan sebenarnya mempunyai rasa pesimis untuk menjalankan strategi dakwah,
lalu melupakan bahwa dakwah bukanlah hanya
sekedar strategi, tetapi juga suatu kebutuhan yang sangat. Keselamatan dan
kebahagiaan di dunia dan di akhirat banyak bergantung kepada usaha-usaha
dakwah. Bahkan dakwah sudah sangat berguna sekali, walaupun “hanya”
menyelamatkan umat dari neraka jahannam dan tidak berhasil membentuk masyarakat
Islami di dunia ini.
BAB VII
LANGKAH-LANGKAH MENUJU TUJUAN
A. Langkah Strategi Alternatif
Masing-masing dari kedua jalur peyakin
strategi tampuk kekuasaaan, yaitu jalur kekerasan dan jalur parlementer bisa
saja mengklaim mempunyai teori yang “jelas” dan “simpel” tentang langkah-langkah
riil untuk merealisasikan tujuan mereka. Pelaku jalur parlementer akan
memetakan langkah-langkah riil tujuan mereka sebagai berikut:
Pembentukan partai, pembesaran partai, masuk parlemen, peraihan suara
terbanyak sampai ke tampuk kekuasaaan untuk
kemudian memenej umat secara Islami. Tentunya
dengan harus melupakan bahwa: banyak sekali pelanggaran-pelanggaran syariat dalam permainan parlementer, keterbeng-kalaian dakwah dan fakta lapangan yang menunjukkan
banyaknya kegagalan walaupun hanya
“sekedar meraih” tampuk kekuasaan, apalagi untuk mampu merubah
masyarakat menjadi masyarakat Islami. “Kesuksesan” partai Islam Turki mencapai
puncak kekuasaan harus diuji lagi kebenarannya dari segi “siapa sebenarnya yang berkuasa” di Turki dewasa ini dan
episode apa yang akan dimunculkan oleh angkatan bersenjata Turki setelah
ini. Apakah tentara akan tetap menjaga keadaaan seimbang seperti sekarang atau akan melakukan kudeta seperti waktu-waktu sebelumnya.
Seandainya terbukti bahwa kekuasaan ada di tangan partai Islam, itu
masih sebatas mendapatkan sarana ampuh dan tidak berarti sebuah kebangkitan
telah dicapai. Pembubaran partai-partai Islam Turki di masa lalu ketika mereka
“meraih” tampuk kekuasaan dan penjeblosan para pemimpin partai ke penjara serta
pembubaran partai Islam (FIS) di Aljazair setelah mereka menang mutlak di
pemilu 1992 serta penjeblosan pemimpin-pemimpin mereka ke dalam penjara untuk
jangka waktu bertahun-tahun, semua itu membuktikan dengan jelas bahwa status
non Islam di negeri-negeri Islam masih
dikawal kuat oleh kekuatan-kekuatan konspirasi Salibis internasional, yang
setelah berkorban besar untuk menguasai dunia di perang dunia kedua
tidak akan rela melepaskan cengkeramannya
dan membiarkan umat Islam terbebaskan hanya dengan senjata suara
terbanyak!
Jalur kekerasan dengan mudahnya akan
mengatakan langkah-langkah kami adalah:
pembentukan suatu organisasi (rahasia?), melatih, mem-persenjatai,
berperang dan menang, untuk kemudian memegang kendali serta mengatur masyarakat
secara Islami.
Tentunya harus dilupakan kenyataan bahwa
langkah-langkah ini adalah langkah-langkah
super sulit, banyaknya ketidak-realistisan di sepanjang jalan, korban-korban luar biasa banyaknya yang akan
berjatuhan, kehancuran-kehancuran besar-besaran yang akan terjadi, keterbengkalaian
dakwah yang merupakan mesin utama pembangkit
umat dan hasilnya masih tanda tanya, khususnya dalam kondisi seperti sekarang
ini. Bahkan
keabsahan amal seperti itu pun masih harus dipertanyakan dengan sangat keras. Memang
benar, jika tidak ada
jalan lain yang bisa sukses dan hasilnya jauh lebih dari pengorbanannya, maka
strategi ini “bisa diterima”. Akan tetapi berpendapat tidak ada jalan lain selain jalan kekerasan pada
kondisi seperti
sekarang ini adalah hasil
penelusuran yang sangat dangkal.
Pertumpahan darah manusia pada dasarnya adalah
suatu yang dibenci dan dicela Islam, kecuali pada kondisi syar’i yaitu pada
hukuman atas pembunuhan disengaja, pezina yang telah menikah, penumpasan
pemberontakan terhadap pemerintah Islam yang sah dan Jihad fi sabilillah. Di ketiga kondisi pertama, yang berhak melaksanakan hanyalah negara.
Sedangkan Jihad fi sabilillah, telah dilarang ketika umat Islam dalam keadaan
lemah seperti kondisi Rosululloh shallallahu ‘alayhi wa sallam dan
para sahabatnya di Makkah sebelum hijrah ke Madinah. Di waktu itu strategi
kekerasan ditinggalkan jauh-jauh. Tidak ada usaha-usaha pembunuhan gelap
terhadap pemimpin-pemimpin Quroisy atau serangan malam atau pergi ke gunung-gunung
dan gua-gua Makkah untuk melancarkan
perang gerilya terhadap para penguasa Makkah. Kekerasan ditinggalkan bukan hanya dalam bentuk serangan, bahkan dalam membela
diri pun tidak dilakukan, sehingga banyak
para sahabat Rosululloh shallallahu ‘alayhi wa sallam yang disiksa tanpa menjadikan emosi Rosululloh
shallallahu ‘alayhi wa
sallam dan para
sahabat lainnya terpancing untuk meng-gunakan
kekerasan dalam menolong mereka. Sesudah dibolehkan
untuk berjihad pun, Alloh Subhanahu wa Ta’ala mencegah terjadinya pertempuran karena kondisi yang memungkinkan terjadinya pertumpahan darah
orang-orang Islam yang berbaur dengan penduduk Makkah yang masih kafir seperti halnya para insiden Hudaibiyah. Adapun masalah “Tatarrus”
(penggunaan orang-orang yang beriman oleh orang-orang kafir sebagai tameng
untuk mencegah serangan kaum Muslimin) yang
mana terbunuhnya orang-orang Islam karena kondisi yang memaksa itu bisa
diterima, hanya pada kondisi dimana pertempuran tidak bisa dihindari dan sudah
menjadi suatu keharusan.
Jadi kita tidak membolehkan jihad?!?
Barangsiapa yang melarang Jihad secara umum dan
mutlak maka telah kafir! Na’udzubillahi min Dzalik!!! Kita sama sekali
tidak demikian!! Kita hanya berprinsip bahwa
kekerasan tidak bisa dipakai sebagai strategi dalam mewujudkan
kebangkitan umat ini di negeri yang kondisinya seperti Indonesia sekarang ini!!
B. Langkah-Langkah Strategi Dakwah
Langkah-langkah para peniti strategi dakwah adalah langkah-langkah
yang penuh kedamaian, kesejukan dan ketenteraman. Pada hakikatnya tujuan utama
strategi dakwah (tentunya juga tujuan utama strategi alternatif) adalah
keselamatan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Perwujudan masyarakat
Islami adalah dalam rangka melaksanakan tugas suci merealisasikan kedaulatan
hukum-hukum Alloh Subhanahu wa Ta’ala di bumi dan mewujudkan atmosfir peribadatan tauhid
yang kondusif untuk mencapai kebahagian dunia dan akhirat tersebut.
Pada strategi tampuk kekuasaan ada dua hal
penting yang tertangguhkan atau terabaikan. Kedua hal ini tidak terjadi pada
strategi dakwah. Kedua hal itu adalah dakwah dan pengawalan Islam yang
murni. Kedua hal itu tetap eksis pada strategi dakwah. Dengan demikian strategi
dakwah memetik hasilnya di setiap langkah ketika kemajuan sekecil apapun
terwujudkan. Sedangkan strategi alternatif sepanjang jalan baru mengejar sarana
atau alat kebangkitan, yaitu kekuasaan.
Langkah-langkah strategi dakwah sangat singkat
dan sederhana sekali. Langkah pertama, adalah mengikutsertakan sebanyak
mungkin kaum Muslimin dalam sebuah jaringan, terdiri dari mereka yang memiliki keinginan serius untuk meniti sirotulmustaqim,
terlepas dari tingkatan keimanan dan keislaman mereka. Langkah kedua,
adalah memupuk keislaman mereka dan mengarahkan mereka untuk menerapkan syariat
pada tatanan syariat individu, kemudian keluarga lalu mendorong terciptanya
masyarakat muatan Islami. Adapun penegakan tatanan syariat institusi adalah tugas
dari masyarakat muatan Islami, bukan tugas sebuah harakah. Peranan dakwah
(baca: Harakah) ada pada penyuluhan agar jiwa-jiwa tercerahkan dan timbul
padanya keinginan untuk ikut serta dalam usaha-usaha
membentuk masyarakat Islami, kemudian menyatukan mereka dalam suatu
jaringan Islami dan pada akhirnya mendorong serta membantu mereka untuk
menerapkan syariat di ketiga tatanannya tanpa menunggu penerapan syariat
institusi terwujudkan. Penegakkan syariat institusi yang berarti terbentuknya
masyarakat Islami struktural, telah kita katakan menjadi tugas masyarakat
muatan Islami. Sebab hanya sosok sebesar masyarakat muatan Islamilah yang
sanggup mewujudkannya, tanpa fitnah yang menghancurkan. Kekuatan muatan Islami
di dalam masyarakat seperti ini akan melahirkan daya penekan yang mampu meluluhlantakan para penentang berdirinya
masyarakat Islami struktural, serta akan
melahirkan sebuah muatan panas yang melelehkan semua kendala dan
resistant yang menghadang. Hal inilah yang terjadi di Madinah setelah
masyaratakat muatan Islami di Madinah di bawah pimpinan Rosululloh shallallahu ‘alayhi wa sallam mencapai bobot tertentu ketika menang di perang Badr. Ketika itu seluruh komponen masyarakat
Madinah pun berbondong-bondong masuk Islam. Hal yang serupa terjadi
dalam ukuran yang lebih besar ketika Fathu-Makkah. Ketika itu seluruh kabilah
di Jazirah Arab masuk Islam secara masal.
EmoticonEmoticon