Mukadimah
Jika kita
perhatikan tulisan-tulisan, diskusi, seminar bahkan wawancara yang dilakukan
terhadap sebagian aktifis Islam pada saat ini, kita akan mendapatkan
seolah-olah sekte sesat yang diblacklist oleh Rasulullah shallallahu ‘alayhi
wa sallam telah hilang kecuali Khawarij. Bagi mereka seolah-olah bumi ini
telah bersih dari orang-orang kafir, murtad, zindiq, sekuler dan yang tersisa
hanyalah kesesatan Khawarij. Dalam halusinasi mereka seolah-olah Khawarij ini
sedang bangkit kembali untuk meraih Khalifah Rasyidah!
Tulisan ini
bukan merupakan pembelaan terhadap kaum Khawarij karena tidak ada artinya
membela kelompok sesat tersebut. Namun di sini penyusun hanya ingin menjelaskan
bahwa tidak sedikit yang menuduh Khawarij salah alamat. Bahkan kita temukan
mereka yang menuduh ternyata terjerumus dalam paham Khawarij sendiri. Mereka
menganggap sesat selain kelompok dan golongannya. Tidak tanggung-tanggung
mengkafirkan masyarakat suatu negara secara general. Bahkan ketika menghadiri
Mu’tamar Ahli Sunnah di Texas Amerika ada kalangan yang menyatakan, bahwa
Jama’ah Tabligh dan Jam’iyyah Syar’iyyah merupakan dua kelompok yang akan masuk
neraka.!
Ilmu macam apa
yang mereka miliki dan pelajari? Kesesatan macam apa yang mereka anut kalau
bukan kesesatan Khawarij? Mereka memusuhi (memerangi) Umat Islam dan membiarkan
para penyembah berhala!
Maka wajar jika
pada saat itu salah seorang murid Syekh Utsaimin, seorang dai’ Mesir berkaliber
internasional Syekh Muhammad Hassan menegur mereka dan meluruskan pemahaman
mereka yang keliru. Namun dikarenakan watak mereka yang suka ‘ngeyel’,
merekapun tetap tidak menerima nasehat berharga tersebut. Pada akhirnya Syekh
Shafwat Nuruddin –rahimahullah- (Ketua Jama’ah Anshar As Sunnah saat itu)
berdiri dan mengutarakan kekecewaannya. “Jauh-jauh kita datang dari negri kita,
tapi kita tidak mendapatkan apa yang kita cari, kita sesama Ahli Sunnah justru
bertengkar di sebuah negri non Islam.”
Mereka yang
menuduh kalangan lain sebagai Khawarij ternyata mereka juga merupakan bagian
dari kelompok sesat tersebut. Bahkan kedok mereka akhirnya terbuka, mereka
adalah jaringan Neo Murji’ah. Cukuplah fatwa yang keluar dari Komisi Fatwa
Kerajaan Saudi yang menjelaskan siapa sebenarnya mereka .
Sikap Syaikh Utsaimin
Adapun
penjelasan sebagian kalangan bahwa Syekh Utsaimin menyayangkan fatwa tersebut,
hal ini bukan berarti fatwa itu salah. Bahkan kita mendapatkan penjelasan bahwa
Syekh Utsaimin tidak setuju dengan keyakinan Syekh AlBani bahwa kekafiran
terjadi hanya dikarenakan istihlal (penghalalan) dan juhud (penolakan)
saja. Hal ini sebagaimana dimuat dalam buku “Min Fitnati Takfir” karya
Syekh Abu Lauz. Syekh Utsaimin berkata: “Namun kita menyelisihi beliau (Syekh
AlBani) dalam sebuah permasalahan, bahwa mereka tidak dihukumi kafir hingga
mereka meyakini halalnya (tidak berhukum kepada hukum Allah). Permasalahan
tersebut perlu dipertimbangkan lagi. Kami katakan, barang siapa yang meyakini
halalnya (tidak berhukum dengan hukum Allah) meskipun ia berhukum dengan hukum
Allah dan dia meyakini hukum selain Allah lebih utama. Maka dia kafir, kafir
karena keyakinan…(hal. 28) .”
Sebuah Perbandingan
Kita tidak
menafikan, pada masa ini ada kalangan yang berfaham Khawarij. Seperti yang
terjadi di Mesir, ada kelompok yang mengaku sebagai “Jama’ah Muslimin” dan
media massa menyebutnya Jama’ah Takfir Wal Hijrah yang dipimpin oleh Musthafa
Syukri. Kelompok ini mudah sekali mengkafirkan kalangan yang bukan dari
kelompoknya. Konon yang tidak dikafirkan olehnya ada dua: Mentri Kesehatan dan
Perhubungan. Bahkan dia berani mengkafirkan Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alayhi
wa sallam.
Namun perlu
dijadikan bahan renungan bahwa Khawarij pada saat ini jumlahnya tidak terlalu
signifikan jika dibandingkan dengan kelompok-kelompok sesat lainnya. Coba
bandingkan dengan kelompok sesat lainnya yang ada di permukaan bumi ini! Kaum
kafir, Kelompok Sekuler, Syi’ah, Ahmadiyah, Murji’ah, Quburiyah dan lain-lain.
Dan perlu
dicatat juga, tidak semua orang yang bertentangan dengan penguasa harus diberi
label Khawarij. Bukankah suri tauladan kita, Nabi Ibrahim bersebrangan dengan
penguasa saat itu. Bukankah Nabi Musa bersebrangan dengan pemerintahan Fir’aun
dan keluar ke Negri Madyan? Bukankah nabi kita Muhamad shallallahu ‘alayhi
wa sallam bersebrangan dengan para pemimpin saat itu dan keluar
meninggalkan Mekkah menuju Madinah? Apakah mereka Khawarij? Apakah para
penguasa itu adalah Ulil Amri? Tentu saja bukan!!
Dengan demikian
tuduhan Khawarij bukan pada tempatnya merupakan tuduhan klasik. Husein bin Ali
beserta pengiringnya yang keluar menuju Kufah, Abdullah bin Zubeir, Sulaiman
bin Shord dengan At Taubahnya yang berjumlah 3000 pasukan, Imam Ahmad, Imam
Nawawi, Izuddin Abdul Salam, Ibnu Taimiyah, Muhamad bin Abdul Wahab dan
lain-lain.
Tidak semua
orang yang menyerukan pentingnya syariat harus diberi label Khawarij. Tidak
semua orang yang mengatakan “Laa Hukma Illa lillah” (tidak ada hukum
kecuali hukum Allah) mereka adalah Khawarij. Pernyataan itu adalah makna dari
pernyataan seorang nabi yang mulia dan merupakan putra dari seorang nabi yang
mulia, dialah Yusuf ‘alayhissalam. Sebagaimana disebutkan dalam firman
Allah, Yusuf berkata: “Keputusan (hukum) itu hanyalah kepunyaan Allah.”
(Yusuf: 40).
Setelah Rasul shallallahu
‘alayhi wa sallam wafat, slogan tersebut dilontarkan oleh Khawarij pada
masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib. Pada masa itu Ali merupakan khalifah yang
sah, berpihak kepada umat Islam, menegakan syari’at Allah, mengibarkan panji
jihad, memberikan loyalitas kepada orang-orang beriman dan memusuhi orang-orang
kafir.
Permasalahannya
kemudian, siapakah yang berani mengatakan penguasa (baca Ulil Amri) saat ini
sama dengan Khalifah Ali bin Abi Thalib? Undang-undang yang digunakan saat ini
apakah sama dengan undang-undang yang diberlakukan pada masa Khalifah Ali?
Di sini perlu
kiranya kita merenungkan pernyataan Syekh Abdullah bin Abdul Hamid Al Atsari
dalam bukunya “Al Wajiz Fi Aqidati as Salaf as Shalih” (Ahli Sunnaah Wal
Jama’ah, hal 169 ) . Beliau berkata: “Adapun jika (para penguasa) menihilkan
syariat Allah, tidak berhukum dengannya dan berhukum dengan yang lain maka
mereka telah keluar dari ketaatan kaum muslim dan manusia tidak wajib
mentaatinya. Karena mereka telah menyia-nyiakan tujuan imamah
(kepemimpinan) yang dengan keberadaannya ia diangkat, berhak didengar, ditaati
dan tidak boleh keluar darinya. Ulil Amri berhak mendapatkan itu semua
dikarenakan mereka melaksanakan kepentingan (urusan) kaum muslim, menjaga dan
menyebarkan agama, melaksanakan hukum-hukum, menjaga perbatasan, memerangi
orang-orang yang menolak Islam setelah mendakwahinya, mencintai kaum muslimin
dan memusuhi orang-orang kafir.
Jika dia tidak
menjaga agama atau tidak melaksanakan urusan kaum muslim maka telah hilang
darinya hak kepemimpinan. Dan wajib bagi umat (dalam hal ini diwakili oleh
Ahlul Halli Wal ‘Aqdi, karena kepada merekalah kembalinya kendali permasalahan)
untuk mencopotnya dan menggantinya dengan yang lain yang punya kapabilitas
untuk merealisasikan tujuan kepemimpinan.
Ketika Ahli
Sunnah tidak memperbolehkan keluar dari para pemimpin yang dzalim dan fasik
-karena kejahatan dan kedzaliman tidak berarti menyia-nyiakan agama- maka yang
dimaksud mereka adalah pemimpin yang berhukum dengan syariat Allah. Kalangan As
Salaf As Shalih tidak mengenal istilah pemimpin (Ulil Amri pent-) yang tidak
menjaga agama. Menurut mereka pemimpin seperti ini bukanlah Ulil Amri. Yang
dimaksud kepemimpinan (Ulil Amri) adalah menegakan agama. Setelah itu baru ada
yang namanya kepemimpinan yang baik dan kepemimpinan yang buruk.”
Pembaca
budiman, sebagaimana telah disebutkan di awal bahwa mereka yang menuduh
kalangan yang ingin menegakan syariat dengan sebutan Khawarij ternyata mereka
juga merupakan generasi Murji’ah. Lantas siapakah sebenarnya Murji’ah? Maka di
sini kita akan kutipkan pernyataan-pernyataan yang datang dari ulama terdahulu
(As Salaf As Shalih) seputar Murji’ah.
Murji’ah dan Pernyataan Ulama Salaf
Paham murji’ah
ini bisa berbahaya bagi ajaran Islam dan pemeluknya. Bahkan Syekh DR. Bakr Abu
Zaid dalam bukunya ‘Dar’ul Fitnah ‘An Ahli Sunnah’ menyebutkan di antara
dampak negatif paham Murji’ah adalah meremehkan shalat, syariat Islam dan jihad
di jalan Allah.
Selain dari
buku-buku tadi yang membongkar syubhat neo murji’ah bisa juga dilihat buku Al
Hukmu Bighaeri Maa Anzalallah Ahwaluhu Wa Ahkaamuhu karya Prof. DR. Shalih Al
Mahmud , Ar Rudud karya DR. Bakr Abu Zaid dan At Tawassuth Wal Iqtishad Fi
Annal Kufro Yakuunu Bil Qaul Awil Fi’li Awil I’toqad karya Alwi bin Abdul Qadir
As Saqqaf. Buku terakhir ini telah dibaca oleh Syekh Bin Baz, diberi pengantar,
diwasiatkan untuk dicetak dan disebarkan.
Sa’id bin Jabir
(wafat Th. 95H)
Ummu Abdillah
bin Habib dari ibunya berkata: “Aku mendengar Sa’id bin Jabir ketika menyebut Murji’ah,
beliau berkata: “Mereka adalah Yahudi.”
Ibrahim An
Nakha’i (Wafat th. 96 H)
Sa’id bin
Shalih berkata: “Ibrahim berkata: “Sesungguhnya fitnah Murji’ah lebih
dikhwatirkan dari pada fitnah Azariqah.”
Muhamad bin Ali
bin Al Husain (Wafat th. 118 H)
Muhamad bin
Muslim berkata, Abu Ja’far Muhamad bin Ali bin Al Husain berkata: “Tidaklah
kemiripan malam dan siang melebihi kemiripan Murji’ah dan Yahudi.”
Ditulis oleh: Abu
Hatim, Lc.
1 komentar:
Write komentarBlog penuh syubhat
ReplyEmoticonEmoticon