Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman:
يَٰبَنِيٓ ءَادَمَ قَدۡ
أَنزَلۡنَا عَلَيۡكُمۡ لِبَاسٗا يُوَٰرِي سَوۡءَٰتِكُمۡ وَرِيشٗاۖ وَلِبَاسُ ٱلتَّقۡوَىٰ
ذَٰلِكَ خَيۡرٞۚ ذَٰلِكَ مِنۡ ءَايَٰتِ ٱللَّهِ لَعَلَّهُمۡ يَذَّكَّرُونَ ٢٦
“Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu
pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian
takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari
tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.” (QS. Al-A’raf: 26)
Tafsir
Ibnu Katsir:
Allah
memberi karunia kepada para hamba-Nya, dengan menjadikan pakaian dan perhiasan
untuk mereka. Adapun lafazh riyasy atau riisy (perhiasan) adalah
untuk menghias diri secara lahiriah. Yang pertama tergolong sebagai kebutuhan
primer, dan riisy sebagai kebutuhan sekunder atau pelengkap. Ibnu Jarir
mengatakan, riyasy dalam pernyataan bangsa Arab, ialah perkakas-perkakas
dan pakaian luar.
Abdurrahman
bin Zaid bin Aslam mengatakan, firman-Nya, وَلِبَاسُ
ٱلتَّقۡوَىٰ
‘Dan pakaian takwa’ ialah bertakwa kepada Allah dengan
menutupi auratnya. Dan yang demikian itu, yakni pakaian takwa (itulah yang
terbaik).
Allah
Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman:
...وَجَعَلَ
لَكُمۡ سَرَٰبِيلَ تَقِيكُمُ ٱلۡحَرَّ وَسَرَٰبِيلَ تَقِيكُم بَأۡسَكُمۡۚ
كَذَٰلِكَ يُتِمُّ نِعۡمَتَهُۥ عَلَيۡكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تُسۡلِمُونَ
“...Dia jadikan bagimu pakaian yang memeliharamu dari panas dan
pakaian (baju besi) yang memelihara kamu dalam peperangan. Demikianlah Allah
menyempurnakan nikmat-Nya atasmu agar kamu berserah diri (kepada-Nya).” (QS. An-Nahl [16]: 81)
Tafsir
Ibnu Katsir:
وَجَعَلَ لَكُمۡ سَرَٰبِيلَ تَقِيكُمُ
ٱلۡحَرَّ ‘Dia jadikan
bagimu pakaian yang memeliharamu dari panas,” Yaitu pakain yang terbuat dari kapas,
katun dan woll, وَسَرَٰبِيلَ تَقِيكُم
بَأۡسَكُمۡۚ “Dan pakaian
(baju besi) yang memelihara kamu dalam peperangan,” seperti baju
besi yang dilapisi dengan lempeng logam atau baja, demikian juga helm dan
perlengkapan perang lainnya. كَذَٰلِكَ يُتِمُّ
نِعۡمَتَهُۥ عَلَيۡكُمۡ
“Demikianlah
Allah menyempurnakan nikmat-Nya atasmu.” Maksudnya, demikianlah Allah menjadikan untuk
kamu apa yang kamu perlukan sebagai sarana untuk lebih tunduk dan beribadah
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. لَعَلَّكُمۡ
تُسۡلِمُونَ “Agar kamu
berserah diri (kepada-Nya).”
Hadits Keenam Ratus Enam Puluh Empat
وَعَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُوْلُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: اِلْبَسُوا مِنْ ثِيَابِكُمُ
الْبَيَاضَ فَإِنَّهَا مِنْ خَيْرِ ثِيَابِكُمْ، وَكَفِّنُوا فِيْهَا مَوْتَاكُمْ.
“Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah shallallahu
‘alayhi wa sallam bersabda, ‘Kenakan pakaian kalian yang berwarna putih,
karena dia adalah pakaian kalian yang terbaik. Dan kafanilah mayat kalian
dengannya’.” (HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi, dan ia berkata, “Hadits Hasan
Shahih”)
Hadits Keenam Ratus Enam Puluh Lima
وَعَنْ سَمُرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اِلْبَسُوا الْبَيَاضَ فَإِنَّهَا أَطْهَرُ
وَأَطْيَبُ، وَكَفِّنُوا فِيْهَا مَوْتَاكُمْ.
“Dari
Samurah radhiyallahu ‘anhu, Ia berkata, ‘Rasulullah shallallahu ‘alayhi
wa sallam bersabda, ‘Kenakan pakaian yang berwarna putih karena dia adalah
pakaian kalian yang lebih suci dan lebih bagus. Dan kafanilah mayat kalian
dengannya’.” (HR. An-Nasa’i dan Al-Hakim dan ia berkata, “Hadits Shahih”)
Hadits Keenam Ratus Enam Puluh Enam
وَعَنِ الْبَرَاءِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: كَانَ رَسُوْلُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرْبُوعًا وَلَقَدْ رَأَيْتُهُ فِيْ
حُلَّةٍ حَمْرَاءَ مَا رَيْتُ شَيْئًا أَحْسَنَ مِنْهُ.
“Dari Al-Barra’ radhiyallahu ‘anhu berkata, ‘Rasulullah shallallahu
‘alayhi wa sallam adalah orang yang berperawakan sedang. Suatu ketika aku
melihat beliau dalam pakaian berwarna merah. Aku tidak melihat sesuatu yang
lebih bagus daripada itu’.” (Muttafaqun ‘alayhi).
Penjelasan
hadits:
Disalin
dari syarah Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin:
Nabi
shallallahu ‘alayhi wa sallam benar, bahwa pakaian berwarna putih lebih
baik daripada yang lain. Dari aspek cahaya, dari aspek lain bahwa jika ia
terkena kotoran sedikit saja akan mudah terlihat, sehingga orang akan segera
mencucinya. Adapun pakaian selain putih, maka dimungkinkan kotorannya
bertebaran, namun ia tidak menyadari dan tidak akan mencucinya; dan walaupun
dicuci, ia tidak tahu apakah benar-benar bersih atau tidak? Oleh sebab itu,
Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda, “..... Karena dia adalah
pakaian kalian yang terbaik. Dan kafanilah mayat kalian dengannya.”
Akan
tetapi, jika orang mengenakan pakaian berwarna lain, maka tidak mengapa, dengan
syarat bukan warna yang khusus untuk kaum wanita, karena demikian itu tidak
boleh dipakai oleh kaum pria. Karena Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam melaknat
kaum pria yang menyerupai kaum wanita. Demikian juga dipersyaratkan yang bukan
pakaian berwarna merah murni. Namun jika warna merah bermotif, maka tidak
mengapa.
Hadits
tentang Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam mengenakan pakaian merah,
yang dimaksud bukan berarti semuanya berwarna merah. Akan tetapi, maknanya
adalah bahwa motifnya berwarna merah. Jika seseorang mengenakan pakaian
berwarna merah murni tanpa ada warna putih sedikitpun, maka Nabi shallallahu
‘alayhi wa sallam telah melarang yang demikian itu.
Hadits Keenam Ratus Enam Puluh Tujuh
وَعَنْ أَبِي جُحَيْفَةَ وَهْبٍ بْنِ عَبْدِ اللهِ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُ قَالَ: رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَكَّةَ
وَهُوَ بِالْأَبْطَحِ فِيْ قُبَّةٍ لَهُ حِمْرَاءَ مِنْ أَدَمٍ، فَخَرَجَ بِلَالٌ
بِوُضُوئِهِ، فَمِنْ نَاضِحٍ وَنَائِلٍ، فَخَرَجَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حُلَّةٌ حَمْرَاءُ، كَأَنِّي أَنْظُرُ إِلَى بَيَاضِ
سَاقَيْهِ، فَتَوَضَّأَ وَأَذَّنَ بِلَالٌ، فَجَعَلْتُ أَتَتَبَّعُ فَاهُ هَا
هُنَا وَهَا هُنَا، يَقُوْلُ يَمِيْنًا وَ شِمَالًا: حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ،
حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ، ثُمَّ رُكِزَتْ لَهُ عَنْزَةٌ فَتَقَدَّمَ فَصَلَّى،
يَمُرُّ بَيْنَ يَدَيْهِ الْكَلْبُ وَالْحِمَارُ لَا يُمْنَعُ.
“Dari Abu Juhaifah Wahb bin
Abdullah radhiyallahu ‘anhu berkata, ‘Aku melihat Rasulullah shallallahu
‘alayhi wa sallam di Makkah ketika beliau di Abthah dalam kemah berwarna
merah yang terbuat dari kulit. Bilal keluar dengan membawa air wudhu beliau. Ada
orang yang hanya membasahi diri dan ada pula yang hanya mengambil sedikit dari
bekas wudhu itu. Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam keluar dengan
mengenakan pakaian berwarna merah dengan seakan-akan aku melihat putih kedua
betis beliau. Bilal berwudhu, lalu mengumandangkan adzan. Saya memperhatikan
mulut Bilal yang mengarah ke sana dan kemari, bergerak ke kanan dan kekiri
dengan mengucapkan, حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ (mari kita shalat)
حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ (mari kita raih kemenangan). Kemudian
ditancapkan tongkat untuk beliau. Kemudian beliau maju lalu menunaikan shalat. Berlalu
anjing dan keledai di depan tongkat beliau dan tidak dicegah’.” (Muttafaqun ‘alayh).
Hadits Keenam Ratus Enam Puluh
Delapan
وَعَنْ أَبِي رِمْثَةَ رِفَعَةَ التَّيْمِيِّ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُ قَالَ: رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَعَلَيْهِ ثَوْبَانِ أَخْضَرَانِ
“Dari Abu Rimtsah Rifa’ah At-Taimi radhiyallahu ‘anhu
berkata, ‘Aku pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam
dengan mengenakan dua pakaian berwarna hijau’.” (HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi
dengan isnad shahih).
Hadits Keenam Ratus Enam Puluh Sembilan
وَعَنْ جَابِرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ يَوْ فَتْحِ مَكَّةَ وَعَلَيْهِ عِمَامَةٌ
سَوْدَاءُ
“Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu
‘alayhi wa sallam masuk ketika Peristiwa Fathu Makkah dan di atas kepala
beliau surban berwarna hitam.” (HR. Muslim).
Penjelasan
Hadits:
Dinukil
dari syarah Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin:
Pada
hadits keenam ratus enam puluh tujuh di atas, yakni hadits Abu Juhaifah radhiyallahu
‘anhu, ketika beliau berada di Al-Abthah ketika menunaikan haji wada’. Nabi
shallallahu ‘alayhi wa sallam ketika tiba di Makkah dalam haji wada’
pada tahun kesepuluh Hijriah. Beliau tiba di pagi hari Ahad tanggal empat bulan
Dzulhijjah. Kemudian beliau singgah di Masjidil Haram kemudian melakukan thawaf
dan sa’i yang kemudian pergi Al-Abthah. Beliah singgah di sana hingga hari
kedelapan. Beliau tinggal di dalam tenda yang didirikan untuk beliau.
Ia berkata,
“Kemudian beliau keluar, yakni ketika matahari telah tergelincir. Nabi shallallahu
‘alayhi wa sallam keluar dengan mengenakan pakaian berwarna merah dan
seakan-akan aku melihat putih kedua betis pakaian berwarna merah dan
seakan-akan aku melihat putih kedua betis beliau.” Pakaian tersebut adalah
pakaian berwna merah, yakni gambar-gambarnya merah, dan bukan hitam dan bukan
pula hijau. Karena warna merah murni telah dilarang oleh Nabi shallallahu ‘alayhi
wa sallam pemakaiannya, maka hal ini dibawa kepada makna bahwa
garis-garisnya dan gambar-gambarnya berwarna merah.
Bilal
muncul dengan membawa air wudhu Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam,
yakni sisa air wudhu Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam. Banyak orang
yang mengambil air itu untuk membasahi badan mereka atau mengambil sedikit
darinya. Yakni, sebagian mereka mengambil dengan volume yang banyak dan
sebagian yang lain mengambil dengan volume sedikit. Mereka mencari berkah dari
sisa air wudhu beliau dan keluarga beliau. Nabi shallallahu ‘alayhi wa
sallam muncul dari kemah itu seraya Bilal mengumandangkan adzan, lalu
ditancapkan tongkat untuk Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam. Al-Anzah
adalah tombak yang pada ujungnya terdapat besi. Yaitu, tombak dengan besi yang
tajam pada bagian ujungnya. Tongkat itu ditancapkan sebagai pembatas tempat
shalat.
Kemduian
Abu Juhaifah menyebutkan bagaimana Bilal mengumandangkan adzan. Ia berkata, “Saya
memperhatikan mulut Bilal yang mengarah ke sana dan kemari, yakni: ke kanan dan
ke kiri.” Ia mengucapkan, حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ (mari kita shalat)
حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ (mari kita raih kemenangan).
Para
ulama rahimahumullah berbeda pendapat, “Apakah mengucapkan حَيَّ
عَلَى الصَّلَاةِ (mari kita shalat) ke arah kanan ‘ حَيَّ
عَلَى الصَّلَاةِ ‘ (mari kita shalat) ke arah kiri, lalu عَلَى
الْفَلَاحِ (mari kita raih kemenangan) ke arah kanan, عَلَى
الْفَلَاحِ (mari kita raih kemenangan) ke arah kiri. Atau mengucapkan حَيَّ
عَلَى الصَّلَاةِ (mari kita shalat) kedua-duanya ke arah kanan, lalu عَلَى
الْفَلَاحِ (mari kita raih kemenangan) ke dua-duanya ke arah kiri?”.
Dalam hal ini perkaranya bebas bebas saja. Melakukan yang demikian atau yang
demikian semuanya baik dan tidak mengapa.
Kemudian
hadits yang selanjutnya menunjukkan bahwa boleh mengenakan pakaian berwarna
hijau atau pakaian berwarna hitam.
Hadits Keenam Ratus Tujuh Puluh Tiga
وَعَنِ الْمُغِيْرَةِ بْنِ شُعْبَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ:
كُنْتُ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ لَيْلَةٍ فِي
مَسِيْرٍ، فَقَالَ لِي: أَمَعَكَ مَاءٌ؟ قُلْتُ: نَعَمْ، فَنَزَلَ عَنْ
رَاحِلَتِهِ فَمَشَى حَتَّى تَوَارَى فِي سَوادِ اللَّيْلِ، ثُمَّ جَاءَ
فَأَفْرَغْتُ عَلَيْهِ مِنَ الْإِدَاوَةِ، فَغَسَلَ وَجْهَهُ وَعَلَيْهِ جُبَّةٌ
مِنْ صُوفٍ، فَلَمْ يَسْتَطِعْ أَنْ يُخْرِجَ ذِرَاعَيْهِ مِنْهَا حَتَّى
أَخْرَجَهُمَا مِنْ أَسْفَلَ الْجُبَّةِ، فَغَسَلَ ذِرَاعَيْهِ وَمَسَحَ
بِرَأْسِهِ، ثُمَّ أَهْوَيْتُ لَأَنْزِعَ خُفَّيْهِ فَقَالَ: دَعْهُمَا فَإِنِّي
أَدْخَلْتُهُمَا طَاهِرَتَيْنِ وَمَسَحَ عَلَيْهِمَا.
“Dari Al-Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu ‘anhu, ia
berkata, ‘Pada suatu malam aku bersama Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa
sallam dan dalam suatu perjalanan. Tiba-tiba beliau bertanya kepadaku, ‘Apakah
engkau membawa air?’ Kukatakan, ‘Ya’. Beliau pun turun dari binatang
tunggangannya, lalu berjalan hingga hilang dalam kegelapan malam. Kemudian beliau
datang dan aku menuangkan air untuk beliau. Maka beliau mencuci muka dan ketika
beliau mengenakan jubah dari wol. Beliau kesulitan mengeluarkan kedua lengannya
dari jubahnya sehingga terpaksa mengeluarkannya dari bagian bawah jubah. Beliau
mencuci kedua lengannya, lalu mengusap kepalanya. Kemudian aku berjongkok
hendak membuka kedua sepatu beliau, maka beliau bersabda, ‘Biarkan keduanya,
aku memasukkan kedua kakiku dalam keadaan suci (berwudhu)’. Lalu beliau hanya
mengusap di atas keduanya’.” (Muttafaqun ‘alaih).
Penjelasan
Hadits:
Disalin
dari syarah Riyadhushshalihin oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin:
Hadits
di atas menujukkan kesempurnaan adab Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa
sallam. Jika hendak membuang hajat, maka menjauhlah dari orang banyak
sehingga Anda tidak terlihat oleh mereka. Bukan hanya dengan harapan agar tidak
terlihat aurat Anda, karena menutup aurat adalah wajib dan tidak boleh dibuka
di hadapan orang banyak. Akan tetapi, hal ini di atas semua itu. Yakni, yang
paling afdhal (paling utama) adalah agar seseorang tidak melihat ketika dia
sedang membuang hajatnya. Ini bagian dari petunjuk Nabi shallallahu ‘alayhi
wa sallam.
Ketika
beliau hendak mencuci kedua kaki, Al-Mughirah bin Syu’bah merendahkan diri
untuk melepaskan kedua sepatu beliau dengan dasar kias bahwa Rasulullah shallallahu
‘alayhi wa sallam tidak mengusap di atas lengan jubah ketika keduanya
sangat sempit. Akan tetapi, beliau mengeluarkannya dari bagian bawah jubah,
lalu mencuci kedua lengannya. Sehingga Al-Mughirah bin Syu’bah menyangka bahwa
kedua sepatu sedemikian juga perlakuannya ketika berwudhu, keduanya pasti
dilepas untuk mencuci kedua kaki. Akan tatapi, Nabi shallallahu ‘alayhi wa
sallam bersabda kepadanya, “Biarkan keduanya, aku memasukkan kedua kakiku
dalam keadaan suci (berwudhu). Lalu beliau cukup mengusap di atas keduanya.
Faidah
hadits ini:
* Tidak
mengapa bagi manusia memelihara diri dari hal-hal yang menyakitkan dirinya
berupa panas atau dingin, sebagaimana dilakukan Nabi shallallahu ‘alayi wa
sallam. Beliau mengenakan jubah dari wol karena cuaca yang dingin.
* Tidak
boleh mengusap pada bagian penutup selain sepasang sepatu dan surban. Misal;
tidak boleh mengusap di atas lengan baju karena kesulitan mengeluarkan tangan
darinya.
*
Penjelasan tentang kebodohan sebagian manusia yang menyangka bahwa kuteks/cat
kuku seperti dua sepatu jika dikenakan seorang wanita dalam keadaan suci. Kuteks/cat
kuku harus dihilangkan ketika sedang berwudhu sehingga air sampai ke kuku dan
ujung-ujung jari kaki.
*
Boleh mempekerjakan orang merdeka, karena Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam menjadikan Al-Mughirah sebagai orang yang
melayani beliau. Nabi shallallahu ‘alayhi
wa sallam memiliki pembantu di
kalangan orang merdeka, seperti; Abdullah bin Mas’ud, Anas bin Malik, dan
selain keduanya.
* Boleh membantu orang yang sedang berwudhu dengan
mencurahkan air kepadanya, atau dengan mendekatkan tempat air, dan lain
sebagainya. Boleh mencucikan anggota badannya bagi orang yang kesulitan.
* Jika seseorang mengenakan sepasang sepatu atau
kaus kaki dalam keadaan suci, maka boleh mengusap di atasnya ketika berwudhu.
* Mengusap di atas sepasang sepatu di atas kaki hanya
sekali saja. Mengusap menggunakan kedua tangannya sekaligus dan hanya sekali. Dan
boleh juga bergantian, kanan dan kiri.
EmoticonEmoticon