Termasuk
kemungkaran ialah mencegat barang dagangan sebelum sampai pasar. Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam melarang hal itu,[1] karena transaksi seperti
itu bisa membuat pedagang tertipu. Sebab si pedagang tidak mengetahui harga,
lalu pembeli membeli darinya dengan tanpa harga resmi (dengan harga murah).
Karena itu, Nabi mentetapkan khiyar (transaksi) untuknya (penjual)
apabila telah sampai di pasar. Keabsahan khiyar untuknya jika terjadi
penipuan tidak diragukan lagi.
Adapun
keabsahannya dengan tanpa terjadi penipuan, maka diperselisihkan di kalangan
ulama. Mengenai hal itu, ada dua riwayat dari Ahmad, salah satunya menetapkan,
dan ini juga pendapat Asy-Syafi’i. Dan yang kedua, tidak ada hak khiyar karena
terjadi penipuan.
Ketetapan khiyar
karena adanya penipuan bagi mustarsil (penjual yang tidak mengetahui
harga pasar yang berlaku) –yang tidak melakukan tawar-menawar– adalah madzhab Malik,
Ahmad dan lainnya. Tidak boleh bagi pelaku pasar menjual kepada orang yang menawar
dengan suatu harga, sementara menjual kepada murtasil yang tidak menawar
atau orang yang tidak mengetahui harga dengan harga yang lebih tinggi.
Ini sesuatu
yang harus dicegah dari para penjual. Terdapat dalam sebuah hadits,
غَبْنُ
الْمُسْتَرْسِلِ رِبَا
“Penipuan terhadap mustarsil (orang
yang tidak mengetahui harga) adalah riba.” (HR. Al-Baihaqi dalam As-Sunan
Al-Kubra, 5/ 349 dari Anas bin Malik)
Karena ini sama halnya dengan mencegat dagangan
(sebelum sampai pasar). Sebab pedagang yang pergi ke pasar biasanya tidak
mengetahui harga. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
melarang “orang kota” membeli dagangan “orang dusun” (sebelum sampai pasar).[2]
Beliau bersabda,
دُعُوا النَّاسَ
يَرْزُقِ اللهُ بَعْضَهُمْ مِنْ بَعْضٍ
“Biarkanlah
manusia supaya Allah memberi rizki satu sama lain.” (HR. Muslim, dari Jabir bin
Abdillah)
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu
‘anhuma ditanya mengenai sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لَايَبِيْعُ
حَاضِرٌ لِبَادٍ
“Tidak
boleh orang kota membeli dagangan orang dusun.”
Ibnu ‘Abbas
menjawab, “Yakni tidak boleh menjadi makelarnya.” Ini dilarang, karena dapat
merugikan para pembeli. Sebab pemukim apabila menjadi makelar pedagang yang
datang untuk menjual barang yang dibutuhkan khalayak, sementara pedagang yang
datang itu tidak mengetahui harga, maka akan merugikan pembeli. Karena itu,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Biarkanlah manusia supaya
Allah memberi rizki satu sama lain.”
[Sumber:
Kitab Kumpulan Fatwa Ibnu Taimiyyah]
EmoticonEmoticon