Yang Ini Boleh Dilakukan dalam Sholat Lho..!!

Januari 18, 2014
Apa Saja yang Boleh Dilakukan Ketika Shalat...?

       Banyak kaum muslimin/at yang tidak mengetahui hal-hal yang boleh dilakukan dalam sholat terlebih jika itu memang diperlukan. Bahkan tidak sedikit di antara mereka yang menganggap bahwa itu tidak boleh dilakukan dalam sholat atau aggapan bahwa jika hal itu dilakukan dalam sholat maka sholatnya menjadi batal dan berdosa. Maka tidak heran jika ketika kita sholat berjama’ah, kemudian terdengar suara hand phone berdering dari saku teman jama’ah sholat kita yang dibiarkan terus berdering sampai nada itu selesai, tidak jarang hal ini terulang sampai berkali-kali deringan.

       Jika ketidak tahuan akan hal ini terus dibiarkan, tentu akan sangat mengganggu para jama’ah yang lain. Maka kita perlu mengetahui apa sajakah yang jika dikerjakan dalam sholat tidak menjadikan sholat kita batal.
·        
Perbuatan dan gerakan yang boleh dilakukan dalam shalat,

1.      Menggendong bayi ketika shalat
Abu Qatadah radhiyallohu ‘anhu meriwayatkan, “Rasululloh shalallohu ‘alayhi wa sallam pernah shalat sambil menggendong Umamah binti Zainab binti Rasululloh shalallohu ‘alayhi wa sallam. Apabila hendak sujud, beliau meletakkannya (di lantai) dan ketika hendak berdiri, beliau menggendongnya lagi.” (HR. Bukhari dan Muslim)

2.      Berjalan sedikit karena ada keperluan
‘Aisyah radhiyallohu ‘anha menyatakan, “Rasululloh shalallohu ‘alayhi wa sallam shalat di dalam rumah, sedangkan pintu tertutup. Aku datang dan mengetuk pintu, maka beliau berjalan sedikit dan membukankan pintu lalu kembali ke tempat shalatnya.” ‘Aisyah menjelaskan bahwa pintu terletak di arah kiblat. (HR. Tirmidzi, Abu Daud, Nasa’I al-Albani menyatakan hadits ini hasan)

3.      Gerakan untuk menyelamatkan anak kecil atau lainnya dari bahaya yang mengancamnya
Al-Azraq bin Qois menuturkan, “Saat itu kami berada di Ahwaz untuk menyerang pasukan gerakan Al-Hururiyah. Ketika sedang berdiri di tepi sungai, aku melihat seorang lelaki (Abu Bazrah Al-Azlami) sedang shalat. Anehnya, ia memegang tali kekang hewan tunggangannya yang tampak tidak tenang dan terus memberontak ingin lepas, maka ia berjalan mengikuti gerakannya.. setelah itu, lalaki tersebut berkata, ‘Aku telah mengikuti enam, tujuh atau delapan pertempuran bersama Rasululloh shalallohu ‘alayhi wa sallam dan selama itu aku menyaksikan beliau memberi banyak kemudahan. Bagiku, mengikuti kemauan hewan tungganganku lebih memudahkan daripada melepaskannya dan membiarkan dia kembali ke tempat yang disukainya, karena itu akan menyusahkanku.” (HR. Bukhari)
Al-Hafizh Ibnu Hajar menyatakan dalam kitab Fath al-Bari vol. 3 halm 82, “Dari konteks hadits tersebut, jelaslah bahwa Abu Barzah tidak membatalkan shalatnya. Hal ini diperkuat dengan fakta lain yang diriwayatkan oleh ‘Amr bin Marzuq, ‘Dia mengambil hewan tunggangannya itu dan kembali ke tempatnya degan berjalan mundur.’ Seandainya dia membatalkan shalatnya, maka tidak masalah jika berjalan membelakangi kiblat sekalipun. Caranya yang kembali dengan mundur menunjukkan bahwa dia melangkah cukup banyak untuk menangkap hewannya itu.”

Keterangan Tambahan
Masih terkait dengan masalah ini, apabila telapon di rumah kita berdering, misalnya, maka kita boleh mengangkat gagangnya agar orang yang menelepon kita tahu bahwa kita sedang mengerjakan shalat.

4.      Mencegah orang yang lewat di depan kita ketika shalat
Masalah ini telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya, berdasarkan hadits Abu Sa’id radhiyallohu ‘anhu yang menyuruh mencegah orang yang lewat di depan orang yang sedang shalat.
Jika telah membuat pembatas, maka jangan biarkan siapapun lewat di depan kita selama sedang mengerjakan shalat. Rasululloh shalallohu ‘alayhi wa sallam bersabda:
إِذَا كَانَ أَحَدُكُمْ يُصَلِّي فَلَا يَدَعْ أَحَدًا يَمُرُّبَيْنَ يَدَيْهِ، وَلْيَدْرَأْهُ مَااسْتَطَاعَ، فَإِنْ أَبَي فَلْيُقَاتِلْهُ فَإِنَّمَا هُوَ شَيْطَانٌ
“Jika seorang di antara kalian sedang shalat, maka jangan biarkan seorang pun lewat di depannya. Dia harus mencegahnya sedapat mungkin, tapi jika tetap memaksa, maka lawanlah dia, karena dia adalah setan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

5.      Membunuh
ular, kelajengking dan hewan berbahaya lainnya ketika shalat.
Abu Hurairah radhiyallohu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasululloh shalallohu ‘alayhi wa sallam menyuruh membunuh dua benda hitam ketika shalat, yakni kalajengking dan ular. (HR. Abu Daud, Nasa’i, Tirmidzi dan Ibnu Majah)

6.      Menyingkirkan kaki orang yang sedang tidur jika ada keperluan.
‘Aisyah radhiyallohu ‘anha menuturkan, “Aku pernah menjulurkan kaki di arah kiblat Rasulloh shalallohu ‘alayhi wa sallam saat beliau sedang shalat. Ketika sujud, beliau menyingkirkan kakiku, tapi setelah beliau berdiri, aku menjulurkan kakiku lagi.” (HR. Bukhari dan Muslim)

7.      Melepas sandal dan semisalnya ketika shalat karena ada keperluan
Abu Sa’id al-Khudri menyatakan, “Ketika Rasululloh shalallohu ‘alayhi wa sallam sedang mengimami shalat bersama shahabat-shahabatnya, tiba-tiba beliau melepaskan kedua sendalnya dan meletakkannya di sebelah kiri beliau. Melihat kejadian tersebut, para shahabat pun serentak melepaskan sandal mereka.”

8.      Meludah pada kain atau tisu
Jabir radhiyallohu ‘anhu menyatakan bahwa Rasululloh shalallohu ‘alayhi wa sallam bersabda,
إِنَّ أَحَدُكُمْ إِذَا قَامَ يُصَلِّي فَإِنَّ اللهَ تَبَارَكَ وَتَعَالى قِبَلَ وَجْهِهِ. فَلَا يَبْصُقَنَّ قِبَلَ وَجْهِهِ وَلَا عَنْ يَمِيْنِهِ، وَالْيَبْصُقْ عَنْ يَسَارِهِ تَحْتَ رِجْلِهِ اليُسْرَى، فَإِنْ عَجِلَتْ بِهِ بَادِرَةٌ فَلْيَقُلْ بِثَوْبِهِ هَكَذَا،ثُمَّ طَوَى ثَوْبَهُ بَعْضَهُ عَلَي بَعْضٍ
“Sesungguhnya, jika seseorang di antara kalian berdiri untuk shalat, maka sebenarnya Alloh yang Mahasuci dan Mahatinggi berada di depannya. Karena itu, janganlah meludah ke depan ataupun ke sebelah kanan. Meludahlah ke sebelah kiri, tepat di bawah kaki kirinya. Atau, jika tidak sempat karena ada sesuatu yang mendesak, maka lakukanlah dengan pakaiannya  seperti ini.”Beliau melipat-lipat pakaiannya. (HR. Muslim dan Abu Daud)

9.      Memperbaiki letak baju dan menggaruk badan ketika shalat.
Jarir Adh-Dhabbi menyatakan, “Saat Ali mengerjakan shalat, ia meletakkan tangan kanan di atas pergelangan tangan kirinya. Ia tetap seperti itu hinggga ruku’, keculai bila memperbaiki letak baju atau menggaruk badannya.” (HR. Ibnu Abi Syaibah dan Bukhari)

Ibnu Abbas radhiyallohu ‘anhuma berkata, “Seseorang boleh menggunakan anggota tubuhnya yang mana saja dalam shalat untuk melakukan sesuatu yang dibutuhkannya.”

10.  Wanita boleh bertepuk tangan ketika shalat apabila melihat sesuatu yang meragukan
Dalilnya adalah sabda Nabi shalallohu ‘alayhi wa sallam,
مَنْ نَابَهُ شَيْءٌ فِي صَلَاتِهِ فَلْيُسَبِّحْ، فَإِنَهُ إِذَاسَبَّحَ الْتَفَتَ إِلَيْهِ، وَإِنَّمَا التَّصْفِيْحُ لِلنِّسَاءِ
“Jika ada yang merasakan keganjilan ketika shalat, maka bertasbihlah, karena dengan tasbih, maka orang yang diperingatkan akan melirik kepadanya. Sedangkan tepuk tangan (tashfih) berlaku untuk wanita.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Tashfih sama dengan tashfiq, yakni bertepuk tangan.

Keterangan tambahan
Saudariku, Anda telah tahu bahwa ketika merasakan suatu keganjilan dalam shalat, wanita tidak disyariatkan mengucapkan tsbih, tapi sebenarnya dia tetap boleh mengucapkan tasbih bila tidak ada jalan lain dan tidak sedang berjama’ah dengan laki-laki. Asma’ binti Abu Bakar radhiyallohu ‘anhu menyatakan, “Aku menjumpai ‘Aisyah ketika terjadi gerhana. Aku melihat para shahabat sedang shalat, sedangkan ‘Aisyah juga sedang shalat. Aku bertanya, “Mengapa orang-orang ini melakukan shalat?” Aisyah memberi isyarat degnan tangannya sambil menunjuk ke arah langit dan mengucapkan ‘Subhanalloh..”” (Muttafaqun ‘alaihi)

11.  Melirik ke kanan atau ke kiri bila ada keperluan
Jabir radhiyallohu ‘anhu menyatakan, “Rasululloh shalallohu ‘alayhi wa sallam jatuh sakit, maka beliau mengimami kami sambil duduk, sementara Abu Bakar mengulangi ucapan takbir beliau dengan suara keras agar terdengar oleh semua orang. Beliau melirik kepada kami dan melihat kami semua berdiri, maka beliau meberi isyarat agar kami duduk. Dan kamipun shalat dengan sambil duduk karena beliau shalat dengan duduk.” (HR. Muslim, Nasa’I, dan Abu Daud)

Dalam riwayat Sahl bin Sa’ad dinyatakan, “Tiba-tiba Rasululloh shalallohu ‘alayhi wa sallam datang sedangkan para shahabat telah mulai shalat. Beliau terus maju hingga berada di shaf (depan), maka terdengarlah tepuk tangan para shahabat, tapi Abu Bakar tidak menoleh sedikitpun dan tetap melanjutkan shalatnya. Tepuk tangan para shahabat semakin riuh sehingga Abu Bakar menoleh dan saat itulah dia melihat Rasululloh shalallohu ‘alayhi wa sallam …” (HR. Bukhari dan Muslim)

12.  Memberi isyarat dengan tangan atau kepala bila perlu
Jabir radhiyallohu ‘anhu berkata, “Rasululloh shalallohu ‘alayhi wa sallam memanggilku saat beliau sedang menuju ke bani Mushtaliq. Saat tiba, aku melihat beliau sedang shalat di atas unta tunggangannya. Aku menyapa beliau, tapi beliau hanya memberi isyarat dengan tangannya seperti ini. Aku menyapa lagi dan beliau tetap hanya memberi isyarat dengan tangannya. Aku mendengar beliau membaca (Al-Qur’an) dan menggerakkan kepalanya. Setelah selesai shalat, beliau bersabda, ‘Bagaimana dengan tugas yang telah kuberikan kepadamu? Sesungguhnya, tidak ada yang menghalangiku untuk membalas sapaanmu, melainkan karena aku sedang shalat.’” (HR. Muslim dan Abu Daud)
Nabi juga pernah memberi isyarat kepada pelayan wanita yang disuruh oleh Ummu Salamah untuk bertanya kepada beliau tentang shalat dua raka’at yang beliau kerjakan dan dilihat olehnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

13.  Membalas salam dengan isyarat ketika ada yang mengucapkan salam
Apabila ada orang yang mengucapkan salam kepada kita, padahal kita sedang mengerjakan shalat, maka kita tahu bahwa kita dilarang untuk membalas salamnya dengan kata-kata, tapi kita boleh membalasnya dengan isyarat tangan. Ibnu Umar h berkata, “Rasululloh shalallohu ‘alayhi wa sallam pergi ke Quba dan mengerjakan shalat di sana. Orang-orang Anshar datang dan mengucapkan salam kepada beliau padahal beliau sedang shalat. Aku bertanya kepada Bilal, ‘Bagaimana engkau melihat Rasululloh shalallohu ‘alayhi wa sallam membalas salam mereka saat beliau masih shalat.?’ Bilal menjawab, ‘Begini’. Sambil menjulurkan telapak tangannya (bagian dalam telapak tangan di bawah dan bagian luarnya di atas)

14.  Mengangkat kepala ketika sujud untuk memastikan keadaan bila imam sujud terlalu lama
Jika kita mengerjakan shalat berjama’ah lalau imam sujud terlalu lama atau kita tidak mendengar takbirnya, atau semisalnya, maka kita boleh mengangkat kepala (saat masih sujud) untuk memastikan keadaan sebenarnya.
Abdulloh bin Syaddad meriwayatkan bahwa ayahnya berkata, “Rasululloh shalallohu ‘alayhi wa sallam menemui kami saat hendak mengerjakan salah satu shalat malam (magrib atau isya) sambil membawa Hasan dan Husain. Rasululloh shalallohu ‘alayhi wa sallam maju dan meletakkan cucunya itu lalau mengucapkan takbiratul ihram dan memulai shalat. Di tengah shalat, beliau sujud cukup lama.” Ayahku berkata, “Maka aku mengangkat kepala, lalu tampaklah cucu beliau yang masih kecil itu sedang bermain di atas punggung beliau, sedangkan beliau tetap sujud. Maka, aku pun sujud kembali. Setelah selesai shalat, para shabat bertanya, ‘Wahai Rasululloh, engkau sujud terlalu lama di tengah-tengah shalat tadi, sehingga kami mengira telah terjadi sesuatu, atau engaku sedang menerima wahyu.’ Rasululloh shalallohu ‘alayhi wa sallam bersabda,
كُلُّ ذَلِكَ لَمْ يَكُنْ، وَلَكِنَّ ابْنِي ارْتَحَلَنِي فَكَرِهْتُ أُعَجِلَهُ حَتَّي يَقْضِيَ حَاجَتَهُ
“Semua dugaan kalian tidak ada yang benar. Cucuku ini naik ke punggungku seperti sedang manunggang kendaraan. Aku tidak ingin segera menyudahi (mainnya) sampai dia benar-benar berhenti sendiri” (HR. Nasa’i)

15.  Melihat dan membaca mush-haf ketika shalat sunnah bila perlu
Ketika memang ada keperluan, seperti memperlama dalam shalat malam (padahal tidak hafal al-Qur’an), maka tidak masalah membaca langsung dari mush-haf selama mengerjakan shalat tersebut. Al-Qasim meriwayatkan bahwa, ‘Aisyah pernah membaca mush-haf ketika shalat (malam) bulan Ramadhan. (Diriwyatkan oleh Abdurrazaq, vol. 2 hlm 240 dan Abu Daud dalam kitab al-Mushahif hlm. 192) al-Qasim juga menyatakan bahwa ‘Aisyah pernah bermakmum kepada seorang budak laki-laki yang membaca mush-haf.
Tapi kita tidak boleh membaca mush-haf ketika mengerjakan shalat fardhu, begitu juga ketika mengerjakan shalat sunnah bila tidak ada keperluan.





Artikel Terkait

Previous
Next Post »