Larangan-larangan Shalat

Februari 07, 2014
Larangan-larangan shalat adalah perkara-perkara yang ditetapkan haram atau makruh dikerjakan ketika shalat oleh nash (Al-Qur’an atau Al-Hadits), tapi tidak membatalkan shalat melainkan hanya mengurangi pahala orang yang mengerjakannya. Larang-larangan tersebut adalah:

1.      Meletakkan tangan di pinggang
Ketika shalat, tidak boleh meletakkan tangan di pinggang. Abu Hurairah radhiyallohu ‘anhu menyatakan bahwa Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam melarang meletakkan tangan di pinggang ketika shalat.” (HR. Bukhari  dan Muslim)
Dalam riwayat lain dijelaskan bahwa ‘Aisyah tidak suka bila orang yang mengerjakan shalat meletakkan tangan dipinggangnya. Ia berkata, “Sesungguhnya, orang Yahudi melakukannya.” (HR. Bukhari)

Ziyad bin Shabih menyatakan, “Aku pernah shalat di sebelah Ibnu Umar dan aku meletakkan tangan di atas pinggang. Seusai shalat, Ibnu Umar berkata, “Itu merupakan penyaliban dalam shalat. Rasululloh shalallahu ‘alayhi wa sallam melarangnya.” (Diriwayatkan oleh Abu Daud, Nasa’I dan Ahmad.)

2.      Memandang ke langit (atas)
Dalil yang melarang memandang ke atas ketika shalat adalah sabda Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam,
لَيَنْتَهِيَنَّ أَقْوَامٌ عَنْ رَفْعِ أَبْصَارِهِمْ عِنْدَ دُعَاءِ فِي الصَّلَاةِ إِلَي السَّمَاءِ أَوْلَتُخْطَفَنَّ أَبْصَارُهُمْ
“Hendaklah orang-orang yang suka melihat ke atas ketika berdo’a dalam shalat menghentikan perbuatannya itu. Atau jika tidak, pendangan mereka akan dirampas (buta).” (HR. Muslim)

3.      Melihat sesuatu yang mengganggu kekhusyuan shalat

‘Aisyah radhiyallahu ‘anha meriwayatkan bahwa Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam shalat dengan memakai kain yang banyak hiasannya. Setelah shalat beliau berkata,
شَغَلَتْنِي أَعْلَامُ هَذهِ، إِذْهَبُوا بِهَا إِلَي أَبِي جَهْمٍ وَأْتُونِي بِأَنْبُجَانِيَّةِ
“Hiasan-hiasan kain ini telah mengganggu (shalatku). Bawa dan berikan itu kepada Abu Jahm, dan berikan kepadaku kain Anbujaniyah (kain tebal dan polos)” (HR. Bukhari dan Muslim)

4.      Menoleh tanpa alasan
Pada pembahasan terdahulu telah dijelaskan bahwa kita boleh menoleh ketika sedang shalat bila ada keperluan. Namun, bila tidak ada keperluan apa pun, tidak boleh menoleh.
‘Aisyah radhiyallahu ‘anhu menyatakan, “Aku bertanya kepada Rasululloh shalallahu ‘alayhi wa sallam tentang menoleh ketika shalat. Beliau menjawab,
هُوَاخْتِلَاسٌ يَخْتَلِسُهُ الشَّيْطَانُ مِنْ صَلَاةِ العَبْدِ
“Itu merupakan keberhasilan setan mencuri perhatian dalam shalat seorang hamba.” (HR. Bukhari, Abu Daud dan Nasa’i)

5.      Menyilangkan jari-jari tangan
Ketika sedang shalat, makruh menyilangkan jari-jari tangan. Ini berdasarkan hadits Abu Hurairah yang menyatakan bahwa Rasululloh shalallahu ‘alayhi wa sallam bersabda,
إِذَاتَوَضَّأَ أَحَدُكُمْ فِي بَيْتِهِ ثُمَّ أَتَى المَسْجِدَ كَانَ فِي صَلَاةٍ حَتَّى يَرْجِعَ، فَلَا يَقُلْ هَكَذَا- وَشَبَّكَ بَيْنَ أَصَابِعِهِ
“Apabila seorang di antara kalian wudhu di rumahnya lalu datang ke masjid, maka dia berada dalam keadaan shalat sampai kembali. Selama itu , janganlah melakukan seperti ini (beliau menyilangkan jari-jari tangannya)” (HR. Hakim)
Isma’il bin Umayyah menyatakan, “Aku bertanya kepada Nafi’ tentang hukum orang yang shalat yang menyilangkan jari-jari tangannya. Ia berkata, ‘Ibnu Umar mengatakan, ‘Itu merupakan cara shalat orang-orang yang dimurkai Alloh.” (HR. Abu Daud, vol 2 hlm 261)[1]

6.      Membunyikan jari-jari tangan
Apabila Anda melakukannya sedikit saja maka hukumnya makruk, karena mengganggu kekhusyuan shalat. Tapi, bila terlalu banyak membunyikan jari-jari maka hukumnya haram, karena dianggap mempermainkan shalat.
Syu’bah, maula Ibnu Abbas, menuturkan, “Aku shalat di sebelah Ibnu Abbas lalu aku membunyikan jari-jariku. Seusai shalat, Ibnu Abbas menegurku, ‘Celaka kamu! Kamu membunyikan jari-jari ketika shalat!’” (HR. Ibnu Abi Syaibah)[2]

7.      Menyelubungi badan dengan kain termasuk kedua tangan, lalu sujud dan ruku’ dengan tangan berada di dalamnya
Dalilnya adalah hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu yang menyatakan bahwa Rasululloh shalallahu ‘alayhi wa sallam melarang menyelubungi badan ketika shalat. (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)[3]
Maksud menyelubungi di sini adalah menyelubungi seluruh badan dengan pakaian sehingga tangan masuk di dalamnya, lalu Anda ruku’ dan sujud dengan cara berpakain seperti itu.

8.      Menguap ketika shalat
Bila Anda menguap, tidak boleh melepaskannya begitu saja, melainkan wajib menahannya dengan meletakkan tangan di mulut. Ini berdasarkan hadits Abu Hurairah a bahwa Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam bersabda,
التَّثَاؤُبُ (في الصَّلَاةِ) مِنَ الشَّيْطَانِ فَإِذَاتَثَاءَبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَكْظِمْ مَااسْتَطَاعَ
“Menguap (ketika shalat) adalah dari setan. Jika seseorang di antara kalian menguap, maka tahanlah sedapat mungkin.” (HR. Bukhari, Muslim, dan Tirmidzi)

9.      Meludah ke arah kiblat atau ke kanan
Dalilnya adalah hadits Jabir radhiyallahu ‘anhu yang menyatakan bahwa Rasululloh shalallahu ‘alayhi wa sallam bersabda,
إِنَّ أَحَدُكُمْ إِذَا قَامَ يُصَلِّي فَإِنَّ اللهَ تَبَارَكَ وَتَعَالى قِبَلَ وَجْهِهِ. فَلَا يَبْصُقَنَّ قِبَلَ وَجْهِهِ وَلَا عَنْ يَمِيْنِهِ، وَالْيَبْصُقْ عَنْ يَسَارِهِ تَحْتَ رِجْلِهِ اليُسْرَى، فَإِنْ عَجِلَتْ بِهِ بَادِرَةٌ فَلْيَقُلْ بِثَوْبِهِ هَكَذَا،ثُمَّ طَوَى ثَوْبَهُ بَعْضَهُ عَلَي بَعْضٍ
“Sesungguhnya, jika seseorang di antara kalian berdiri untuk shalat, maka sebenarnya Alloh yang Mahasuci dan Mahatinggi berada di depannya. Karena itu, janganlah meludah ke depan ataupun ke sebelah kanan. Meludahlah ke sebelah kiri, tepat di bawah kaki kirinya. Atau, jika tidak sempat karena ada sesuatu yang mendesak, maka lakukanlah dengan pakaiannya  seperti ini.”Beliau melipat-lipat pakaiannya. (HR. Muslim dan Abu Daud)

10.  Memejamkan kedua mata ketika shalat
Jika memejamkan mata dianggap bagian dari ibadah maka hukumnya haram, karena hal itu termasuk perbuatan bid’ah. Tapi jika tidak, maka hukumnya makruh, karena bertentangan dengan sunnah.
Ibnul Qoyyim[4] berkata, “Memjamkan mata ketika shalat tidak diajarkan oleh Rasululloh shalallahu ‘alayhi wa sallam… buktinya, beliau pernah menjulurkan tangan ketika shalat gerhana guna memetik setangkai anggur karena melihat surga. Beliau juga pernah melihat neraka dan wanita pemilik anak kucing di dalamnya. Juga pemilik tongkat. Beliau pernah mendorong hewan yang hendak lewat di depannya…. Ibnul Qoyyim menyebut beberapa hadits yang berkaitan dengan masalah ini, lalu berkata, “Hadits-hadits ini dan lainnya, secara keseluruhan menunjukkan bahwa Rasululloh shalallahu ‘alayhi wa sallam tidak pernah memejamkan mata ketika shalat.”

11.  Menggeliat ketika shalat
Menggeliat ketika shalat adalah makruh, kecuali hanya sedikit saat keperluan. Sebab, perbuatan ini bertolak belakang dengan kekhusyu’an shalat. Ibnu Abi Syaibah (vol. 1 hlm. 349) meriwayatkan bahwa Sa’id bin Jabir berkata, “Menggeliat mengurangi (kekhusyu’an atau pahala) shalat.”

12.  Tathbiq ketiak ruku’
Tathbiq adalah merapatkan telapak tangan bagian dalam dan meletakkannya di antara kedua lutut dan paha ketika ruku’. Awalnya, gerakan ini dibenarkan oleh syari’at tapi kemudian dilarang.
Mush’ab bin Sa’ad menuturkan, “Aku shalat di sebelah ayahku lalu aku meletakkan kedua tanganku di sela-sela kedua lututku. Ayahku berkata, ‘Letakkan kedua telapak tanganmu pada lututmu.’ Aku pernah mengulangi perbuatanku itu sekali lagi, maka ayah memukul tanganku seraya berkata, ‘Kita telah dilarang melakukakan seperti itu. Kita disuruh meletakkan telapak tangan pada lutut.” (HR. Bukhari dan Muslim)

13.  Membaca Al-Qur’an ketika ruku’ dan sujud
Rasululloh shalallahu ‘alayhi wa sallam bersabda,
أَلَا وَإِنِّي نُهِيْتُ أَنْ أَقْرَأَ القُرْآنَ رَاكِعًا أَوْسَاجِدًا
“Ketahuilah, sesungguhnya, aku telah dilarang membaca Al-Qur’an ketika sedang ruku’ atau sujud.” (HR. Muslim)

14.  Menjulurkan tangan ketika sujud
Rasululloh shalallahu ‘alayhi wa sallam bersabda,
اعْتَدِلُوا فِي السُّجُودِ، وَلَايَبْسُطُ أَحَدُكُمْ ذِرَاعَيْهِ انْبِسَاطَ الْكَلْبِ
“Sujudlah dengan baik dan janganlah seseorang di antara kalian menjulurkan kedua lengannya (di lantai) seperti anjing.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dengan demikian, tidak boleh menjulurkan tangan di lantai, melainkan harus mengangkat siku sebagaimana telah dijelaskan pada penjelasan yang lalu.

15.  Merapikan pakaian ketika sujud
Ibnu Abbas meriwayatkan, “Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam diperintahkan agar sujud di atas tujuh angggota badan dan dilarang merapikan rambut dan pakaian.” (HR. Bukhari dan Muslim)

16.  Al-Iq’a (duduk dengan meletakkan pantat langsung di atas lantai sambil mengangkat kedua betias dan meletakkan tangan di lantai)
Cara duduk seperti ini dilarang dalam shalat. Dalilnya adalah hadits ‘Asyah radhiyallahu ‘anha yang menerangkan cara Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam shalat, “Beliau melarang cara duduk setan.”[5] Maksud cara duduk setan adalah cara duduk Al-Iq’a seperti di atas.
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan, “Beliau melarangku melakukan gerakan (shalat) seperti patukan ayam jantan dan duduk seperti cara duduk anjing.”[6]

Keterangan Tambahan
Cara duduk Al-Iq’a seperti di atas dilarang berdasarkan dalil-dalil yang telah disebutkan. Tapi saya ingin mengingatkan bahwa cara duduk Al-Iq’a memiliki pengertian lain, yakni meluruskan kedua telapak kaki dan duduk di atas tumit ketika duduk di antara dua sujud. Cara duduk seperti ini dibenarkan oleh syari’at, sebagaimana telah diterangkan sebelumnya.

17.  Meletakkan tangan di lantai ketika duduk, kecuali bila ada halangan Ibnu Umar menyatakan, “Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam melarang orang yang duduk ketika shalat bertumpu pada tangan kirinya.”[7] Dalam riwayat lain dinyatakan bahwa Ibnu Umar berkata, “Jangan duduk seperti itu, karena itu cara duduk orang-orang yang mendapat azab.”

18.  Wanita sakit sujud di atas benda yang lebih tinggi dari lantai
Apabila masih sanggup, wanita yang sakit wajib sujud di atas lantai. Tapi jika tidak, maka dia cukup memberi isyarat dengan kepala dan tidak perlu meletakkan bantal atau semisalnya untuk menjadi alas sujud. Ini berdasarkan hadits Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu, “Aku menemani Rasululloh shalallahu ‘alayhi wa sallam menjenguk seorang sahabatnya yang sakit. Saat beliau tiba, orang tersebut sedang shalat dan sebatang kayu terbentang di depan. Ketika sujud, dia meletakkan dahi di atas kayu tersebut. Rasululloh shalallahu ‘alayhi wa sallam memberi isyarat agar menyingkirkan kayu tersebut. Tapi setelah kayu disingkirkan, orang tersebut mengambil bantal sebagai gantinya. Rasululloh shalallahu ‘alayhi wa sallam berkata,
دَعْهَا عَنْكَ، إِنِ اسْتَطَعْتَ أَنْتَسْجُدَ عَلي الأَرْضِ وَإِلَّافَأَوْمِئْ إيْمَاءً، وَاجْعَلْ سُجُودَكَ أَخْفَضَ مِنْ رُكُوعِكَ
“Jauhkan bantal itu darimu. Kalau kamu sanggup, sujudlah di atas. Tapi jika tidak, cukup dengan memberi isyarat dan jadikan sujudmu lebih rendah dari ruku.” (HR. Thabrani dan Baihaqi)

19.  Mengusap pasir dari tempat sujud dan melakukan hal yang tidak berguna ketika shalat
Hal tersebut dibolehkan bila benar-benar ada alasan yang sangat mendesak. Itu pun hanya boleh sekali, namun lebih baik tidak melakukannya sama sekali selama keberadaan pasir atau kerikil tersebut tidak mengurangi rasa khusyu’.
Dalilnya adalah hadits Mu’aiqib yang menyatakan bahwa Rasululloh shalallahu ‘alayhi wa sallam pernah berkata kepada orang yang membersihkan tanah di tempat sujudnya, “Kalaupun harus melakukannya, maka lakukan sekali saja.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat lain Rasululloh shalallahu ‘alayhi wa sallam bersabda,
لَا تَسْمَحْ وَأَنْتَ تُصَلِّي، وَإِنْ كُنْتَ لَابُدَّ فَاعِلًا فَوَاحِدَةً لِتَسْوِيَةِ الحَصَى
“Janangan mengusapnya ketika engakau sedang shalat. Kalaupun harus melakukannya, maka lakukan sekali saja untuk meretakan kerikil.” (HR. Abu Dawud)

Keterangan tambahan
Apabila setelah sujud, debu atau kerikil menempel di dahi maka makruh mengusapnya, karena hal tersebut dapat menyibukkan diri dari shalat, apalagi bila dilakukan berkali-kali.
Abu Sa’id berkata, “Aku pernah melihat Rasululloh shalallahu ‘alayhi wa sallam sujud di tempat yang berair dan di atas tanah sehingga tampak bekas tanah menempel di dahinya.” (HR. Baihaqi)
Ibnu Mas’ud berkata, “Empat perkara yang dianggap tidak pantas.. –satunya adalah- mengusap debu yang menempel di dahi ketika shalat.” (HR. Baihaqi)
Akan tetapi, bila keberadaan debu atau kerikil tersebut mengganggu orang yang sedang shalat, maka dia boleh menghilangkan dan menghapusnya. Wallohu a’lam.

20.  Mendahulukan kedua lutut sebelum tangan ketika hendak sujud
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasululloh shalallahu ‘alayhi wa sallam bersabda,
“Jika seorang di antara kalian hendak sujud, maka jangan seperti unta ketika hendak berlutut. Hendaknya dia letakkan kedua tangan sebelum kedua lututnya.” (HR. Abu Dawud, Nasa’I dan Ahmad) sanadnya hasan

21.  Memberi isyarat dengan tangan ke samping ketika mengucapkan salam
Hal ini banyak dilakukan oleh masyarakat awam, baik wanita maupun pria, padahal hukumnya dilarang dalam shalat. Jabir bin Samurah menyatakan, “Suatu kali, saat kami shalat bersama Rasululloh shalallahu ‘alayhi wa sallam , kami mengucapkan, ‘Assalamu ‘alaykum wa rahmatullah, assalamu ‘alaikum warahmatullah, sambil memberi isyarat dengan tangan ke samping kanan dan kiri. Maka Rasululloh shalallahu ‘alayhi wa sallam bersabda,
“Mengapa kalian memberi isyarat dengan tangan yang mirip dengan gerakan ekor kuda itu? Sesungguhnya, seorang di antara kalian cukup dengan meletakkan tangan di atas paha lalau mengucapkan salam kepada saudaranya yang berada di sebelah kanan dan kiri.’” (HR. Muslim, Nasa’I dan Abu Dawud)

22.  Mendahului imam
Dalilnya adalah sabda Rasululloh shalallahu ‘alayhi wa sallam,
أَمَا يَخْشَى أَحَدُكُمْ إِذَ رَفَعَ رَأْسُهُ قَبْلَ الْإِيْمَامِ أَنْ يَجْعَلَ اللهُ رَأْسُهُ رَأْسُ حِمَارِ، أَوْيَجْعَلَ اللهُ صُوْرَتَهُ صُورَةَ حِمَارِ
“Tidaklah seseorang di antara kalian merasa takut bila mengangkat kepala sebelum imam? Allah akan mengubah kepalanya menjadi kepala keledai, atau mengubah rupanya menjadi rupa keledai!” (HR. Bukhari dan Muslim)

23.  Shalat saat makanan sudah tersedia atau sambil menahan kencing dan buang air
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata bahwa ia mendengar Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam bersabda,
لَا صَلَاةَ بِحَضْرَةِ الطَّعَامِ وَلَا وَهُوَ يُدَافِعُهُ الْأَخْبَثَانِ
“Jangan shalat ketika makanan telah tersedia atau sambil menahan dua kotoran (kencing dan buang air)” (HR. Muslim dan Abu Dawud)




[1] Syaikh Al-Albani menyatakan riwayat ini shahih dalam kitab Al-Irwa’, vol 2 hlm. 103
[2] Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah, vol. 2 hlm. 334. Al-Albani menyatakan hadits ini hasan dalam kitab Al-Irwa’, vol. 2 hlm. 99
[3] Sanadnya hasan
[4] Zaadul Ma’ad, vol. 1 hlm. 294
[5] Diriwayatkan oleh Muslim, no. 498
[6] Diriwayatkan oleh Ahmad, vol. 2 hlm. 265. Sanadnya dha’if.
[7] Diriwayatkan oleh Abu Daud, Vol. 1 hlm. 260, Ahmad, vol. 2 hlm. 116, Hakim, vol. 1 hlm. 230 dan Baihaqi, vol. 2 hlm. 136

Artikel Terkait

Previous
Next Post »