Larangan-larangan shalat adalah perkara-perkara yang ditetapkan
haram atau makruh dikerjakan ketika shalat oleh nash (Al-Qur’an atau
Al-Hadits), tapi tidak membatalkan shalat melainkan hanya mengurangi pahala
orang yang mengerjakannya. Larang-larangan tersebut adalah:
1.
Meletakkan
tangan di pinggang
Ketika shalat, tidak boleh meletakkan tangan di pinggang. Abu
Hurairah radhiyallohu ‘anhu menyatakan bahwa Nabi shalallahu ‘alayhi
wa sallam melarang meletakkan tangan di pinggang ketika shalat.” (HR.
Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat lain dijelaskan bahwa ‘Aisyah tidak suka bila orang
yang mengerjakan shalat meletakkan tangan dipinggangnya. Ia berkata,
“Sesungguhnya, orang Yahudi melakukannya.” (HR. Bukhari)
Ziyad bin Shabih menyatakan, “Aku pernah shalat di sebelah Ibnu
Umar dan aku meletakkan tangan di atas pinggang. Seusai shalat, Ibnu Umar
berkata, “Itu merupakan penyaliban dalam shalat. Rasululloh shalallahu ‘alayhi
wa sallam melarangnya.” (Diriwayatkan oleh Abu Daud, Nasa’I dan Ahmad.)
2.
Memandang
ke langit (atas)
Dalil yang melarang memandang ke atas ketika shalat adalah sabda
Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam,
لَيَنْتَهِيَنَّ أَقْوَامٌ عَنْ
رَفْعِ أَبْصَارِهِمْ عِنْدَ دُعَاءِ فِي الصَّلَاةِ إِلَي السَّمَاءِ
أَوْلَتُخْطَفَنَّ أَبْصَارُهُمْ
“Hendaklah orang-orang yang suka melihat ke
atas ketika berdo’a dalam shalat menghentikan perbuatannya itu. Atau jika
tidak, pendangan mereka akan dirampas (buta).” (HR. Muslim)
3.
Melihat
sesuatu yang mengganggu kekhusyuan shalat
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha meriwayatkan bahwa Nabi shalallahu
‘alayhi wa sallam shalat dengan memakai kain yang banyak hiasannya. Setelah
shalat beliau berkata,
شَغَلَتْنِي أَعْلَامُ هَذهِ،
إِذْهَبُوا بِهَا إِلَي أَبِي جَهْمٍ وَأْتُونِي بِأَنْبُجَانِيَّةِ
“Hiasan-hiasan kain ini telah mengganggu
(shalatku). Bawa dan berikan itu kepada Abu Jahm, dan berikan kepadaku kain Anbujaniyah (kain tebal dan polos)” (HR. Bukhari dan Muslim)
4.
Menoleh
tanpa alasan
Pada pembahasan terdahulu telah dijelaskan bahwa kita boleh menoleh
ketika sedang shalat bila ada keperluan. Namun, bila tidak ada keperluan apa
pun, tidak boleh menoleh.
‘Aisyah radhiyallahu ‘anhu menyatakan, “Aku bertanya kepada
Rasululloh shalallahu ‘alayhi wa sallam
tentang menoleh ketika shalat. Beliau menjawab,
هُوَاخْتِلَاسٌ يَخْتَلِسُهُ
الشَّيْطَانُ مِنْ صَلَاةِ العَبْدِ
“Itu merupakan keberhasilan setan mencuri
perhatian dalam shalat seorang hamba.” (HR.
Bukhari, Abu Daud dan Nasa’i)
5.
Menyilangkan
jari-jari tangan
Ketika sedang shalat, makruh menyilangkan jari-jari tangan. Ini
berdasarkan hadits Abu Hurairah yang menyatakan bahwa Rasululloh shalallahu ‘alayhi
wa sallam bersabda,
إِذَاتَوَضَّأَ أَحَدُكُمْ فِي
بَيْتِهِ ثُمَّ أَتَى المَسْجِدَ كَانَ فِي صَلَاةٍ حَتَّى يَرْجِعَ، فَلَا يَقُلْ
هَكَذَا- وَشَبَّكَ بَيْنَ أَصَابِعِهِ
“Apabila seorang di antara kalian wudhu di
rumahnya lalu datang ke masjid, maka dia berada dalam keadaan shalat sampai
kembali. Selama itu , janganlah melakukan seperti ini (beliau menyilangkan
jari-jari tangannya)” (HR. Hakim)
Isma’il
bin Umayyah menyatakan, “Aku bertanya kepada Nafi’ tentang hukum orang yang
shalat yang menyilangkan jari-jari tangannya. Ia berkata, ‘Ibnu Umar
mengatakan, ‘Itu merupakan cara shalat orang-orang yang dimurkai Alloh.” (HR.
Abu Daud, vol 2 hlm 261)[1]
6.
Membunyikan
jari-jari tangan
Apabila Anda melakukannya sedikit saja maka hukumnya makruk, karena
mengganggu kekhusyuan shalat. Tapi, bila terlalu banyak membunyikan jari-jari
maka hukumnya haram, karena dianggap mempermainkan shalat.
Syu’bah, maula Ibnu Abbas, menuturkan, “Aku shalat di
sebelah Ibnu Abbas lalu aku membunyikan jari-jariku. Seusai shalat, Ibnu Abbas
menegurku, ‘Celaka kamu! Kamu membunyikan jari-jari ketika shalat!’” (HR. Ibnu
Abi Syaibah)[2]
7.
Menyelubungi
badan dengan kain termasuk kedua tangan, lalu sujud dan ruku’ dengan tangan
berada di dalamnya
Dalilnya adalah hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu yang
menyatakan bahwa Rasululloh shalallahu ‘alayhi wa sallam melarang
menyelubungi badan ketika shalat. (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)[3]
Maksud menyelubungi di sini adalah menyelubungi seluruh badan
dengan pakaian sehingga tangan masuk di dalamnya, lalu Anda ruku’ dan sujud
dengan cara berpakain seperti itu.
8.
Menguap
ketika shalat
Bila Anda menguap, tidak boleh melepaskannya begitu saja, melainkan
wajib menahannya dengan meletakkan tangan di mulut. Ini berdasarkan hadits Abu
Hurairah bahwa Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam
bersabda,
التَّثَاؤُبُ (في الصَّلَاةِ) مِنَ
الشَّيْطَانِ فَإِذَاتَثَاءَبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَكْظِمْ مَااسْتَطَاعَ
“Menguap (ketika shalat) adalah dari setan.
Jika seseorang di antara kalian menguap, maka tahanlah sedapat mungkin.” (HR. Bukhari, Muslim, dan Tirmidzi)
9.
Meludah
ke arah kiblat atau ke kanan
Dalilnya adalah hadits Jabir radhiyallahu ‘anhu yang
menyatakan bahwa Rasululloh shalallahu ‘alayhi wa sallam bersabda,
إِنَّ أَحَدُكُمْ إِذَا قَامَ
يُصَلِّي فَإِنَّ اللهَ تَبَارَكَ وَتَعَالى قِبَلَ وَجْهِهِ. فَلَا يَبْصُقَنَّ
قِبَلَ وَجْهِهِ وَلَا عَنْ يَمِيْنِهِ، وَالْيَبْصُقْ عَنْ يَسَارِهِ تَحْتَ
رِجْلِهِ اليُسْرَى، فَإِنْ عَجِلَتْ بِهِ بَادِرَةٌ فَلْيَقُلْ بِثَوْبِهِ
هَكَذَا،ثُمَّ طَوَى ثَوْبَهُ بَعْضَهُ عَلَي بَعْضٍ
“Sesungguhnya, jika seseorang di antara kalian
berdiri untuk shalat, maka sebenarnya Alloh yang Mahasuci dan Mahatinggi berada
di depannya. Karena itu, janganlah meludah ke depan ataupun ke sebelah kanan.
Meludahlah ke sebelah kiri, tepat di bawah kaki kirinya. Atau, jika tidak
sempat karena ada sesuatu yang mendesak, maka lakukanlah dengan pakaiannya seperti ini.”Beliau melipat-lipat pakaiannya.
(HR. Muslim dan Abu Daud)
10.
Memejamkan
kedua mata ketika shalat
Jika memejamkan mata dianggap bagian dari ibadah maka hukumnya
haram, karena hal itu termasuk perbuatan bid’ah. Tapi jika tidak, maka hukumnya
makruh, karena bertentangan dengan sunnah.
Ibnul Qoyyim[4]
berkata, “Memjamkan mata ketika shalat tidak diajarkan oleh Rasululloh shalallahu
‘alayhi wa sallam… buktinya, beliau pernah menjulurkan tangan ketika shalat
gerhana guna memetik setangkai anggur karena melihat surga. Beliau juga pernah
melihat neraka dan wanita pemilik anak kucing di dalamnya. Juga pemilik
tongkat. Beliau pernah mendorong hewan yang hendak lewat di depannya…. Ibnul
Qoyyim menyebut beberapa hadits yang berkaitan dengan masalah ini, lalu
berkata, “Hadits-hadits ini dan lainnya, secara keseluruhan menunjukkan bahwa
Rasululloh shalallahu ‘alayhi wa sallam tidak pernah memejamkan mata
ketika shalat.”
11.
Menggeliat
ketika shalat
Menggeliat ketika shalat adalah makruh, kecuali hanya sedikit saat
keperluan. Sebab, perbuatan ini bertolak belakang dengan kekhusyu’an shalat.
Ibnu Abi Syaibah (vol. 1 hlm. 349) meriwayatkan bahwa Sa’id bin Jabir berkata,
“Menggeliat mengurangi (kekhusyu’an atau pahala) shalat.”
12.
Tathbiq ketiak ruku’
Tathbiq adalah
merapatkan telapak tangan bagian dalam dan meletakkannya di antara kedua lutut
dan paha ketika ruku’. Awalnya, gerakan ini dibenarkan oleh syari’at tapi
kemudian dilarang.
Mush’ab bin Sa’ad menuturkan, “Aku shalat di sebelah ayahku lalu aku
meletakkan kedua tanganku di sela-sela kedua lututku. Ayahku berkata, ‘Letakkan
kedua telapak tanganmu pada lututmu.’ Aku pernah mengulangi perbuatanku itu
sekali lagi, maka ayah memukul tanganku seraya berkata, ‘Kita telah dilarang
melakukakan seperti itu. Kita disuruh meletakkan telapak tangan pada lutut.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
13.
Membaca
Al-Qur’an ketika ruku’ dan sujud
Rasululloh shalallahu ‘alayhi wa sallam bersabda,
أَلَا وَإِنِّي نُهِيْتُ أَنْ
أَقْرَأَ القُرْآنَ رَاكِعًا أَوْسَاجِدًا
“Ketahuilah, sesungguhnya, aku telah dilarang
membaca Al-Qur’an ketika sedang ruku’ atau sujud.” (HR. Muslim)
14.
Menjulurkan
tangan ketika sujud
Rasululloh shalallahu ‘alayhi wa sallam bersabda,
اعْتَدِلُوا فِي السُّجُودِ،
وَلَايَبْسُطُ أَحَدُكُمْ ذِرَاعَيْهِ انْبِسَاطَ الْكَلْبِ
“Sujudlah dengan baik dan janganlah seseorang
di antara kalian menjulurkan kedua lengannya (di lantai) seperti anjing.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dengan
demikian, tidak boleh menjulurkan tangan di lantai, melainkan harus mengangkat
siku sebagaimana telah dijelaskan pada penjelasan yang lalu.
15.
Merapikan
pakaian ketika sujud
Ibnu Abbas meriwayatkan, “Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam
diperintahkan agar sujud di atas tujuh angggota badan dan dilarang merapikan
rambut dan pakaian.” (HR. Bukhari dan Muslim)
16.
Al-Iq’a
(duduk dengan meletakkan pantat langsung di atas lantai sambil mengangkat kedua
betias dan meletakkan tangan di lantai)
Cara duduk seperti ini dilarang dalam shalat. Dalilnya adalah
hadits ‘Asyah radhiyallahu ‘anha yang menerangkan cara Nabi shalallahu
‘alayhi wa sallam shalat, “Beliau melarang cara duduk setan.”[5]
Maksud cara duduk setan adalah cara duduk Al-Iq’a seperti di atas.
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan, “Beliau
melarangku melakukan gerakan (shalat) seperti patukan ayam jantan dan duduk
seperti cara duduk anjing.”[6]
Keterangan Tambahan
Cara duduk Al-Iq’a seperti di atas dilarang berdasarkan dalil-dalil
yang telah disebutkan. Tapi saya ingin mengingatkan bahwa cara duduk Al-Iq’a
memiliki pengertian lain, yakni meluruskan kedua telapak kaki dan duduk di atas
tumit ketika duduk di antara dua sujud. Cara duduk seperti ini dibenarkan oleh
syari’at, sebagaimana telah diterangkan sebelumnya.
17.
Meletakkan
tangan di lantai ketika duduk, kecuali bila ada halangan Ibnu Umar menyatakan,
“Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam melarang orang yang duduk ketika
shalat bertumpu pada tangan kirinya.”[7]
Dalam riwayat lain dinyatakan bahwa Ibnu Umar berkata, “Jangan duduk seperti
itu, karena itu cara duduk orang-orang yang mendapat azab.”
18.
Wanita
sakit sujud di atas benda yang lebih tinggi dari lantai
Apabila masih sanggup, wanita yang sakit wajib sujud di atas
lantai. Tapi jika tidak, maka dia cukup memberi isyarat dengan kepala dan tidak
perlu meletakkan bantal atau semisalnya untuk menjadi alas sujud. Ini
berdasarkan hadits Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu, “Aku menemani
Rasululloh shalallahu ‘alayhi wa sallam menjenguk seorang sahabatnya
yang sakit. Saat beliau tiba, orang tersebut sedang shalat dan sebatang kayu
terbentang di depan. Ketika sujud, dia meletakkan dahi di atas kayu tersebut.
Rasululloh shalallahu ‘alayhi wa sallam memberi isyarat agar
menyingkirkan kayu tersebut. Tapi setelah kayu disingkirkan, orang tersebut
mengambil bantal sebagai gantinya. Rasululloh shalallahu ‘alayhi wa sallam
berkata,
دَعْهَا عَنْكَ، إِنِ اسْتَطَعْتَ
أَنْتَسْجُدَ عَلي الأَرْضِ وَإِلَّافَأَوْمِئْ إيْمَاءً، وَاجْعَلْ سُجُودَكَ
أَخْفَضَ مِنْ رُكُوعِكَ
“Jauhkan
bantal itu darimu. Kalau kamu sanggup, sujudlah di atas. Tapi jika tidak, cukup
dengan memberi isyarat dan jadikan sujudmu lebih rendah dari ruku.” (HR. Thabrani dan Baihaqi)
19.
Mengusap
pasir dari tempat sujud dan melakukan hal yang tidak berguna ketika shalat
Hal tersebut dibolehkan bila benar-benar ada alasan yang sangat
mendesak. Itu pun hanya boleh sekali, namun lebih baik tidak melakukannya sama
sekali selama keberadaan pasir atau kerikil tersebut tidak mengurangi rasa
khusyu’.
Dalilnya adalah hadits Mu’aiqib yang menyatakan bahwa Rasululloh shalallahu
‘alayhi wa sallam pernah berkata kepada orang yang membersihkan tanah di
tempat sujudnya, “Kalaupun harus melakukannya, maka lakukan sekali saja.” (HR.
Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat lain Rasululloh shalallahu ‘alayhi wa sallam
bersabda,
لَا تَسْمَحْ وَأَنْتَ تُصَلِّي، وَإِنْ
كُنْتَ لَابُدَّ فَاعِلًا فَوَاحِدَةً لِتَسْوِيَةِ الحَصَى
“Janangan mengusapnya ketika engakau sedang
shalat. Kalaupun harus melakukannya, maka lakukan sekali saja untuk meretakan
kerikil.” (HR. Abu Dawud)
Keterangan
tambahan
Apabila
setelah sujud, debu atau kerikil menempel di dahi maka makruh mengusapnya,
karena hal tersebut dapat menyibukkan diri dari shalat, apalagi bila dilakukan
berkali-kali.
Abu
Sa’id berkata, “Aku pernah melihat Rasululloh shalallahu ‘alayhi wa sallam
sujud di tempat yang berair dan di atas tanah sehingga tampak bekas tanah
menempel di dahinya.” (HR. Baihaqi)
Ibnu
Mas’ud berkata, “Empat perkara yang dianggap tidak pantas.. –satunya adalah-
mengusap debu yang menempel di dahi ketika shalat.” (HR. Baihaqi)
Akan
tetapi, bila keberadaan debu atau kerikil tersebut mengganggu orang yang sedang
shalat, maka dia boleh menghilangkan dan menghapusnya. Wallohu a’lam.
20.
Mendahulukan
kedua lutut sebelum tangan ketika hendak sujud
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa
Rasululloh shalallahu ‘alayhi wa sallam bersabda,
“Jika seorang di antara kalian hendak sujud, maka jangan seperti
unta ketika hendak berlutut. Hendaknya dia letakkan kedua tangan sebelum kedua
lututnya.” (HR. Abu Dawud, Nasa’I dan Ahmad)
sanadnya hasan
21.
Memberi
isyarat dengan tangan ke samping ketika mengucapkan salam
Hal ini banyak dilakukan oleh masyarakat awam, baik wanita maupun
pria, padahal hukumnya dilarang dalam shalat. Jabir bin Samurah menyatakan,
“Suatu kali, saat kami shalat bersama Rasululloh shalallahu ‘alayhi wa
sallam , kami mengucapkan, ‘Assalamu ‘alaykum wa rahmatullah, assalamu
‘alaikum warahmatullah, sambil memberi isyarat dengan tangan ke samping
kanan dan kiri. Maka Rasululloh shalallahu ‘alayhi wa sallam bersabda,
“Mengapa kalian memberi isyarat dengan tangan yang mirip dengan
gerakan ekor kuda itu? Sesungguhnya, seorang di antara kalian cukup dengan
meletakkan tangan di atas paha lalau mengucapkan salam kepada saudaranya yang
berada di sebelah kanan dan kiri.’”
(HR. Muslim, Nasa’I dan Abu Dawud)
22.
Mendahului
imam
Dalilnya adalah sabda Rasululloh shalallahu ‘alayhi
wa sallam,
أَمَا يَخْشَى أَحَدُكُمْ إِذَ
رَفَعَ رَأْسُهُ قَبْلَ الْإِيْمَامِ أَنْ يَجْعَلَ اللهُ رَأْسُهُ رَأْسُ
حِمَارِ، أَوْيَجْعَلَ اللهُ صُوْرَتَهُ صُورَةَ حِمَارِ
“Tidaklah seseorang di antara kalian merasa
takut bila mengangkat kepala sebelum imam? Allah akan mengubah kepalanya
menjadi kepala keledai, atau mengubah rupanya menjadi rupa keledai!” (HR. Bukhari dan Muslim)
23.
Shalat
saat makanan sudah tersedia atau sambil menahan kencing dan buang air
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata bahwa ia mendengar Nabi shalallahu
‘alayhi wa sallam bersabda,
لَا صَلَاةَ بِحَضْرَةِ الطَّعَامِ
وَلَا وَهُوَ يُدَافِعُهُ الْأَخْبَثَانِ
“Jangan shalat ketika makanan telah tersedia
atau sambil menahan dua kotoran (kencing dan buang air)” (HR. Muslim dan Abu Dawud)
[1]
Syaikh Al-Albani menyatakan riwayat ini shahih dalam kitab Al-Irwa’, vol 2 hlm.
103
[2]
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah, vol. 2 hlm. 334. Al-Albani menyatakan
hadits ini hasan dalam kitab Al-Irwa’, vol. 2 hlm. 99
[3]
Sanadnya hasan
[4]
Zaadul Ma’ad, vol. 1 hlm. 294
[5]
Diriwayatkan oleh Muslim, no. 498
[6]
Diriwayatkan oleh Ahmad, vol. 2 hlm. 265. Sanadnya dha’if.
[7]
Diriwayatkan oleh Abu Daud, Vol. 1 hlm. 260, Ahmad, vol. 2 hlm. 116, Hakim,
vol. 1 hlm. 230 dan Baihaqi, vol. 2 hlm. 136
EmoticonEmoticon