Hakikat Sabar dan Keutamaanya

Maret 14, 2014 Add Comment
            
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mendengar kata-kata sabar. Misalnya ketika kita mendapat musibah atau ujian, biasanya kita banyak mendapat nasihat agar bersabar terhadap musibah ataupun cobaan yang menimpa. Hal ini sudah sangat maklum, dikerjakan oleh seluruh kaum muslimin. Karena menasihati saudara kita agar bersabar terhadap musibah yang menimpa adalah perintah dari Allah subhanahu wa ta’ala. Ini sebagaimana terdapat firman Allah subhanahu wa ta’ala:
وَالْعَصْرِ (١)إِنَّ الإنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (٢)إِلا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (٣)
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (QS. Al-‘Ashr: 1-3)

            Sabar menjadi pondasi dalam setiap aktfitas kehidupan kita. Sang da’i bisa terus berdakwah karena sabar, sang guru/dosen bisa terus mengajar karena sabar, kaum muslimin/muslimah bisa terus menjaga shalatnya karena sabar, kaum muslimah bisa istiqamah dengan jilbab syar’inya karena sabar, para ummahat bisa tetap hadir dalam kajian rutin ini karena sabar. Dan seluruh aktifitas yang lainnya bisa tetap berjalan juga karena sabar.

Makna dan Hakikat Sabar
            Secara bahasa (etimologi), sabar berarti melarang/menahan. Adapun secara syari’at (terminology), sabar berarti menahan nafsu dari kekesalan, menahan lisan dari keluhan, dan menahan anggota badan dari ekspresi kesedihan yang berlebihan dan keterlaluan.

            Ada pula yang berkata: “Sabar adalah manjauhi hal-hal yang bertentangan dengan agama, bersikap tenang ketika menghadapi ujian berat, dan menampakkan kecukupan dikala kefakiran datang ke tengah medan kehidupan.”

            Syaikh Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin mengatakan “Secara syari’at sabar berarti menahan diri dari tiga hal: Pertama, sabar untuk ta’at kepada Alloh. Kedua, sabar dari hal-hal yang diharamkan. Ketiga, sabar terhadap takdir. Itulah macam-macam sabar yang disebutkan oleh ahli ilmu.

            Masalah pertama, hendaknya manusia sabar untuk taat kepada Alloh, karena ketaatan adalah sangat berat dan sulit bagi manusia. Begitu juga berat bagi badan sehingga menjadikan manusia lemah dan capek. Ketaatan juga menimbulkan kesulitan dari aspek keuangan, seperti masalah zakat dan masalah haji.

            Masalah kedua, sabar dari hal-hal yang diharamkan Alloh. Hal ini membutuhkan ketabahan, kesabaran dan kekuatan untuk menahan diri dari dorongan hawa nafsu, karena hawa nafsu akan senantiasa mendorong untuk melakukan perbuatan tercela[1].

            Masalah ketiga, sabar terhadap takdir Alloh yang tidak disukai. Takdir Alloh ada yang disukai dan ada yang tidak disukai. Takdir Alloh yang baik harus disyukuri, dan syukur termasuk ketaatan kepada Allah. Adapun takdir Allah yang tidak disukai oleh manusia seperti, seseorang yang tertimpa musibah pada badan, harta, keluarga, atau masyarakatnya serta musibah-musibah yang bermacam-macam. Manusia diharuskan bersabar atas musibah yang menimpanya, ia tidak boleh melakukan hal-hal yang diharamkan seperti, berkeluh kesah, baik dengan lisan, hati maupun anggota badan.

            Ada empat sikap manusia ketika mendapa musibah; 1). Marah, 2). Sabar, 3). Ridha, 4). Syukur.
-        Sikap pertama, marah baik dengan lisan, hati maupun anggota badan.