وَالْعَصْرِ (١)إِنَّ
الإنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (٢)إِلا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ
وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (٣)
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu
benar-benar dalam kerugian, Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat
menasehati supaya menetapi kesabaran.” (QS.
Al-‘Ashr: 1-3)
Sabar menjadi
pondasi dalam setiap aktfitas kehidupan kita. Sang da’i bisa terus berdakwah
karena sabar, sang guru/dosen bisa terus mengajar karena sabar, kaum
muslimin/muslimah bisa terus menjaga shalatnya karena sabar, kaum muslimah bisa
istiqamah dengan jilbab syar’inya karena sabar, para ummahat bisa tetap hadir
dalam kajian rutin ini karena sabar. Dan seluruh aktifitas yang lainnya bisa
tetap berjalan juga karena sabar.
Makna dan Hakikat Sabar
Secara bahasa
(etimologi), sabar berarti melarang/menahan. Adapun secara syari’at
(terminology), sabar berarti menahan nafsu dari kekesalan, menahan lisan dari
keluhan, dan menahan anggota badan dari ekspresi kesedihan yang berlebihan dan
keterlaluan.
Ada pula yang
berkata: “Sabar adalah manjauhi hal-hal yang bertentangan dengan agama,
bersikap tenang ketika menghadapi ujian berat, dan menampakkan kecukupan dikala
kefakiran datang ke tengah medan kehidupan.”
Syaikh Muhammad
bin Shalih al ‘Utsaimin mengatakan “Secara syari’at sabar berarti menahan diri
dari tiga hal: Pertama, sabar untuk ta’at kepada Alloh. Kedua,
sabar dari hal-hal yang diharamkan. Ketiga, sabar terhadap takdir.
Itulah macam-macam sabar yang disebutkan oleh ahli ilmu.
Masalah
pertama, hendaknya manusia sabar untuk taat kepada Alloh, karena ketaatan
adalah sangat berat dan sulit bagi manusia. Begitu juga berat bagi badan
sehingga menjadikan manusia lemah dan capek. Ketaatan juga menimbulkan kesulitan
dari aspek keuangan, seperti masalah zakat dan masalah haji.
Masalah kedua,
sabar dari hal-hal yang diharamkan Alloh. Hal ini membutuhkan ketabahan,
kesabaran dan kekuatan untuk menahan diri dari dorongan hawa nafsu, karena hawa
nafsu akan senantiasa mendorong untuk melakukan perbuatan tercela[1].
Masalah ketiga,
sabar terhadap takdir Alloh yang tidak disukai. Takdir Alloh ada yang
disukai dan ada yang tidak disukai. Takdir Alloh yang baik harus disyukuri, dan
syukur termasuk ketaatan kepada Allah. Adapun takdir Allah yang tidak disukai
oleh manusia seperti, seseorang yang tertimpa musibah pada badan, harta,
keluarga, atau masyarakatnya serta musibah-musibah yang bermacam-macam. Manusia
diharuskan bersabar atas musibah yang menimpanya, ia tidak boleh melakukan
hal-hal yang diharamkan seperti, berkeluh kesah, baik dengan lisan, hati maupun
anggota badan.
Ada empat sikap
manusia ketika mendapa musibah; 1). Marah, 2). Sabar, 3). Ridha, 4). Syukur.
- Sikap pertama, marah baik dengan lisan, hati maupun anggota badan.