بِسْمِ اللَّهِ
الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
“Dengan
menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang”. (Surat
Al-Fatihah: 1)
Arti perkata:
بِسْمِ
: dengan nama
ٱللَّهِ
: Allah
ٱلرَّحْمَٰنِ :
Maha Pemurah
ٱلرَّحِيمِ
: Maha Penyayang
Tafsir Ibnu
Katsir:
Para Sahabat
membuka Kitabullah dengan membacanya. Dan para ulama telah sepakat bahwa بِسْمِ اللَّهِ
الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ adalah salah satu dari surat An-Naml. Tetapi mereka
berbeda pendapat, apakah basmalah itu merupakan ayat yang berdiri
sendiri pada awal surat, atau merupakan bagian dari awal masing-masing surat
dan ditulis pada pembukaannya, atau merupakan salah satu ayat dari setiap
surat.
Di antara ulama
yang menyatakan bahwa basmalah adalah ayat dari setiap surat kecuali
surat at-Taubah adalah Ibnu ‘Abbas, Ibnu ‘Umar, Ibnuz Zubair, Abu Hurairah, dan
‘Ali. Sedangkan dari kalangan Tabi’in adalah ‘Atha’, Thawus, Sa’id bin Jubair,
Makhul dan az-Zuhri. Hal yang sama juga dikatakan oleh ‘Abdullah Ibnul Mubarak,
Imam asy-Syafi’i, Ahmad bin Hanbal (menurut satu riwayat), Ishaq bin Rahawaih,
dan Abu ‘Ubaidah al-Qasim bin Sallam rahumahumullah.
Sedangkan Malik
dan Abu Hanifah dan orang-orang yang sependapat dengannya mengatakan bahwa
basmalah tidak termasuk ayat dari surat Al Fatihah, tidak juga surat-surat yang
lain. Dan menurut Dawud, basmalah terletak pada awal setiap surat dan bukan
bagian darinya. Demikian pula menurut satu riwayat dari Imam Ahmad bin Hanbal.
Apakah Basmalah
Dibaca Sirr (pelan) atau Dibaca Jahr (keras) Pada Shalat Jahriyah
(Shalat Yang Bacaannya Dikeraskan)
Mengenai bacaan basmalah
secara jahr (dikeraskan), maka yang berpendapat bahwa basmalah
itu bukan termasuk ayat al-Faatihah, ia tidak membacanya secara jahr.
Demikian juga yang mengatakan bahwa basmalah adalah satu ayat dari awal
al-Faatihah. Adapun mereka yang berpendapat bahwa basmalah merupakan
bagian pertama dari setiap surat, dalam hal ini mereka berbeda pendapat. Imam
Syafi’i berpendapat bahwa basmalah dibaca secara jahr bersama
al-Faatihah dan juga surat-surat lainnya.
Inilah madzhab
sekelompok Sahabat, Tabi’in serta para imam, baik Salaf maupun Khalaf. Di
antara para Sahabat yang membacanya secara jahr adalah Abu Hanifah, Ibnu
‘Umar, Ibnu ‘Abbas dan Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhum. Ibnu ‘Abdil Barr
dan al-Baihaqi meriwayatkan dari ‘Umar dan ‘Ali. Al-Khatib menukilnya dari
khalifah yang empat yakni Abu Bakar, Umar, ‘Utsman, dan ‘Ali, dan riwayat ini gharib.
Dan dari Tabi’in di antaranya Sa’id bin Jubair, ‘Ikrimah, Abu Qilabah,
az-Zuhri, ‘Ali bin al-Hasan dan anaknya yakni Muhammad, Sa’id bin al-Musayyab,
‘Atha’, Thawus, Mujahid, Salim, Muhammad bin Ka’ab al-Qurazhi, Abu Bakar bin
Muhammad, Abu Bakar bin Muhammad bin ‘Amr bin Hazm, Abu Wa-il, Ibnu Sirin,
Muhammad bin al-Munkadir, ‘Ali bin ‘Abdullah bin ‘Abbas dan anaknya yakni
Muhammad, Nafi’ maula Ibnu ‘Umar, Zaid bin Aslam, ‘Umar bin ‘Abdil
‘Aziz, al-Azraq bin Qais, Habib bin Abi Tsabit, Abu asy-Sya’tsa, Mak-hul, dan
‘Abdullah bin Ma’qil bin Muqarin. Al-Baihaqi menambahkan: Abdullah bin Shafwan
dan Muhammad bin al-Hanafiyah. Sementara Ibnu ‘Abdil Barr menambahkan: ‘Amr bin
Dinar.
Dalil Yang
Digunakan Oleh Orang Yang Berpendapat Bahwa Basmalah Harus Dibaca Secara
Jahr
Alasannya karena
basmalah termasuk bagian dari surat al-Faatihah. Maka ia pun dibaca keras
sebagaimana ayat-ayat lainnya. Demikian juga telah diriwayatkan oleh an-Nasa’i
dalam kitab Sunan, Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban dalam kitab Shahiih
keduanya, serta al-Hakim dalam al-Mustadrak dari Abu Hurairah bahwasanya
ia mengerjakan shalat dan membaca basamalah secara jahr. Setelah selesai
ia mengatakan, “Aku telah mempraktekkan shalat Rasulullah shallallahu
‘alayhi wa sallam kepada kalian.” Hadits ini dishahihkan oleh
ad-Daruquthni, al-Khatib, al-Baihaqi dan lain-lain.
Dalam Shahih
Bukhari disebutkan sebuah hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu
‘anhu, bahwa ia telah ditanya tentang Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa
sallam, maka ia menjawab: “Bacaan beliau itu (kalimat demi kalimat) sesuai
dengan panjang pendeknya.” Kemudian Anas radhiyallahu ‘anhu membaca bismillaahirrahmaanirrahim,
dengan memanjangkan kalimat bisamillah, lalu ar-Rahman dan ar-Rahim (dengan
memanjangkan bagian-bagian yang perlu dipanjangkan). (Fat-hul Baari,
VIII/ 709. Al-Bukhari, no. 5046)
Dan diriwayatkan
dalam Musnad al-Imam Ahmad, Sunan Abi Dawud, Shahih Ibnu Khuzaimah, dan Mustadrak
al-Hakim dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, ia berkata:
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam biasa memututs bacaan bacaan
beliau di setiap akhir ayat: bismillaahir rahmaanir rahiim. Al-Hamdulillahi
rabbil ‘aalamiin. Ar-ramhmaanir rahim. Maaliki yaumiddiin.”
Daruquthni
mengatakan, “Sanad-sanadnya shahih.” (Ahmad, (VI/302), Abu Dawud (IV/294), Ibnu
Khuzaimah (I/ 248), al-Hakim (II/231), dan ad-Daruquthni (I/307)
Adapun Imam Abu
‘Abdillah asy-Syafi’i dan al-Hakim dalam kitab Mustadraknya meriwayatkan
dari Anas, bahwasanya Mu’awiyah mengerjakan shalat di Madinah dan ia
meninggalkan basmalah (tidak membacanya secara jahr), maka hal itu
diingkari oleh para Sahabat Muhajirin. Lalu Mu’awiyah mengerjakan shalat untuk
kedua kalinya dengan membaca basamalah secara jahr.
Hadits-hadits
dan atsar yang kami sebutkan di atas kiranya sudah cukup menjadi hujjah bagi
pendapat ini atas pendapat yang menentangnya.
Beberapa
Pendapat Lain Mengenai Bacaan Basmalah Beserta Dalilnya.
Sebagian ulama
lainnya berpendapat bahwa basmalah tidak dibaca seara jahr dalam shalat.
Inilah yang shahih dari para khalifah yang empat, ‘Abdullah bin Mughaffal, dan
beberapa golongan ulama Salaf (terdahulu) maupun Khalaf (masa kini). Ini pula
yang menjadi madzhab Abu Hanifah, ats-Tsauri dan Ahmad bin Hanbal.
Adapun menurut
Imam Malik, basmalah tidak dibaca sama sekali, baik secara jahr maupun sirr.
Mereka berdalil dengan hadits yang terdapat dalam Shahih Muslim dari ‘Aisyah
radhiyallahu ‘anha, ia berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa
sallam membuka shalat dengan takbir dan bacaan Al-hamdulillahi Rabbil ‘aalamiin.”
[HR. Ibnu Abi Hatim (I/12) dan Muslim (no. 498 (240))]
Diriwayatkan pula
dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim dari Anas bin
Malik, ia menceritakan: “Aku pernah mengerjakan shalat di belakang Nabi shallallahu
‘alayhi wa sallam, Abu Bakar, ‘Umar, dan ‘Utsman. Mereka semua membuka
shalat dengan bacaan Al-hamdu lillaahi Rabbil ‘aalamiin.”
Dan menurut
riwayat Muslim: “Mereka tidak menyebutkan “Bismillaahirrahmaanirrahiim”
pada awal bacaan dan tidak juga pada akhirnya.” (Fat-hul Baari (II/265),
dan Muslim (I/229), Al-Bukhari, no. 743, Muslim, no. 399)
Demikian dasar-dasar
pengambilan pendapat para imam mengenai masalah ini. Pendapat mereka tidaklah
jauh berbeda, karena mereka semua sepakat bahwa orang yang shalat, baik membaca
bismillah secara jahr maupun secara sirr keduanya adalah sah. Segala
pujian dan sanjungan hanya milik Allah ‘Azza wa Jalla.
Keutamaan
Basamallah
Imam Ahmad bin
Hanbal dalam Musnadnya meriwayatkan dari seorang yang dibonceng oleh
Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam, ia berkata, “Tunggangan Nabi shallallahu
‘alayhi wa sallam tergelincir, maka aku katakan: ‘Celaka syaitan.’ Nabi bersabda:
لَا تَقُلْ: تَعِسَ الشَّيْطَانُ،
فَإِنَّكَ إِذَا قُلْتَ تَعِسَ الشَّيْطَانُ تَعَاظَمَ، وَقَالَ: بِقُوَّتِي
صَرَعْتُهُ، وَإِذَا قُلْتَ: بِسْمِ اللهِ، تَصَاغَرَ حَتَّى يَصِيْرَ مِثْلَ الذُّبَابِ
“Janganlah engkau
mengucapkan: ‘Celaka syaitan.’ Karena jika engkau mengucapkannya, maka ia akan
membesar dan berkata: ‘Dengan kekuatanku, aku jatuhkan dia.’ Dan jika engkau
mengucapkan ‘bismillah’, maka ia akan menjadi kecil hingga seperti
seekor lalat.’” (HR. Ahmad, V/59. Shahih)
Dan an-Nasa’i
juga meriwayatkan dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah dan Ibnu Mardawaih dalam
kitab tafsirnya dari Usamah bin ‘Umair, ia berkata: “Aku pernah dibonceng oleh
Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam, lalu ia menyebutkan kejadiannya, dan
Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
لَا تَقُلْ: هَكَذَ، فَإِ نَّهُ
يَتَعَاظَمُ حَتَّى يَكُونَ كَا الْبَيْتِ، وَلَكِنْ قُلْ: بِسْمِ
اللهِ، فَإِنَّهُ يَصْغَرُ حَتَّى يَكُوْنَ مِثْلَ الذُّبَابِ
“Jangan mengucapkan itu, karena syaitan
akan membesar seperti rumah. Akan tetapi ucapkanlah: ‘Bismillaah,’
niscaya ia akan menjadi kecil seperti seekor lalat.” (HR. An-Nasa’i dalam al-Kubra
(VI/ 142).
Itu
merupakan berkah dari ucapan “bismillaah.”
Disunnahkan
Membaca Basmalah Sebelum Memulai Setiap Pekerjaan
Oleh karena
itu disunnahkan membaca basmalah pada awal setiap ucapan maupun perbuatan. Disunnahkan
juga membacanya pada awal khutbah berdasarkan dalil yang ada. Dan juga
disunnahkan membacanya sebelum masuk ke kamar kecil (toilet), berdasarkan
hadits dalam masalah itu.
Demikian
juga sebelum berwudhu’ berdasarkan hadits dalam Musnad al-Imam Ahmad dan
juga dalam kitab Sunan dari riwayat Abu Hurairah, Sa’id bin Zaid dan Abu
Sa’id radhiyallahu ‘anhum secara marfu’, Rasulullah shallallahu
‘alayhi wa sallam bersabda:
لَا وُضُوءَ لِمِنْ لَمْ يَذْكُرِ
اسْمَ اللهِ عَلَيْهِ
“Tidak sempurna wudhu’ bagi orang yang
tidak menyebut Nama Allah (mengucapkan basmalah) padanya.” (HR. Ahmad, Abu
Dawud dan lainnya)
Demikian
pula disunnahkan membacanya sebelum makan, berdasarkan haidts dalam Shahih
Muslim, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam pernah bersabda kepada anak tiri beliau, ‘Umar
bin Abi Salamah:
قُلْ
بِسْمِ اللهِ وَكُلْ بِيَمِيْنِكَ وَكُلْ مِمَّا يَلِيْكَ
“Ucapkanlahh
‘bismillaah’, makanlah dengan
tangan kananmu dan makanlah makanan yang dekat darimu.” (HR. Muslim (III/1600))
Disunnahkan juga membacanya ketika hendak berjima’ (berhubungan
badan), berdasarkan hadits dalam kitab Shahih al-Bukhari dan Shahih
Muslim, dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu
‘alayhi wa sallam bersabda:
لَوْ
أَنَّ أَحَدُكُمْ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَأْتِيَ أَهْلَهُ قَالَ: بِسْمِ اللهِ،
اللَّهُمَّ جَنِبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَارَزَقْتَنَا،
فَإِنَّهُ إِنْ يُقَدَّرْ بَيْنَهُمَا وَلَدٌ لَمْ يَضُرَّهُ الشَّيْطَانُ
أَبَدًا.
“Seandainya
salah seorang dari kalian hendak mencampuri isterinya ia membaca: ‘Bismillaah,
Allaahumma jannibnasy syaithaan wa jannibisy syaithaan ma razaqtana (Dengan
menyebut Nama Allah, jauhkanlah kami dari syaithan dan jauhkanlah syaithan dari
apa yang Engkau anugerahkan kepada kami)’, maka jika Allah menakdirkan lahir
anak, maka anak itu tidak akan digangggu oleh syaithan selamanya.” (HR. Bukhari
dan Muslim).
Perbedaan Antara Al Qur'an dan Hadits Qudsi
Nama-nama dan Sifat-sifat Al Qur'an
Definisi Al Qur'an
Hukum Wanita Haid Membaca Al Qur'an
EmoticonEmoticon