Pemandangan yang sering terjadi di
tengah-tengah kaum Muslimin menjelang akhir tahun adalah fenomena latah
“Merayakan Natal dan Tahun Baru Masehi”. Padahal natal dan tahun baru Masehi
adalah symbol-simbol agama Nasrani/Kristen. Seorang Muslim diharamkan merayakan
maupun mensyi’arkan symbol-simbol agama lain. Hal ini disebabkan setiap
perayaan agama-agama selain Islam merupakan ibadah bagi mereka.
Agar kaum Muslimin tidak mudah terjatuh
kepada fenomena latah seperti ini, maka perlu adanya pemahaman yang benar
tentang akidah Islam. Islam sangat melarang keras mencampur adukkan antara al
haq dan al batil. Dan ikut serta merayakan perayaan orang-orang kafir adalah
kebatilan yang sangat nyata.
Marilah kita tengok sejenak tentang
sejarah natal dan tahun baru Masehi. Natal berasal dari bahasa Portugis yang
berarti “Kelahiran” adalah hari raya ummat Kristen yang
diperingati setiap tahun oleh ummat kristiani pada tanggal 25 Desember untuk
memperingati kelahiran Yesus Kristus. Peringatan ini dirayakan pada kebaktian
malam 24 Desember dan kebaktian pagi 25 Desember[1].
Peringatan Natal mulai muncul antara
tahun 325-354 M oleh Paus Liberius yang ditetapkan pada tanggal 25 Desember
sekaligus menjadi moment penyembahan Dewa Matahari, yang kadang juga
diperingati pada tanggal 6 Januari, 18 Oktober, 28 April dan 18 Mei. Oleh kaisar
Konstantin pada tanggal 25 Desember tersebut akhirnya di sahkan sebagai
kelahiran Yesus (Natal).
Adapun terkait dengan tahun baru Masehi,
maka kita perlu merenungi penjelasan berikut. Tahun Masehi sangat berhubungan
dengan keyakinan agama Kristen, Masehi adalah nama lain dari Isa Al Masih.
Orang yang pertama kali membuat penanggalan kalender Masehi adalah seorang
kaisar Romawi bernama Gasius Julius Caesar pada tahun 45 SM. Kemudian seorang
pendeta Kristen bernama Donisius memanfaatkan penemuan kalender Julius Caesar
untuk diadopsi (diangkat) sebagai penanggalan yang didasarkan pada tahun
kelahiran Yesus Kristus.
Di zaman Romawi, pesta perayaan ulang
tahun baru adalah untuk menghormati Dewa Janus (Dewa yang digambarkan bermuka
dua). Perayaan ini terus dilesatarikan dan menyebar ke Eropa pada awal abad
Masehi. Seiring berkembangnya agama Kristen, akhirnya perayaan ini diwajibkan
oleh pemimpin Negara sebagai perayaan “suci” satu paket dengan hari Natal.
Inilah sebabnya ucapan Natal dan Tahun baru dijadikan satu (Merry[2] Christmas[3] and
Happy New Year)[4].
PERAYAAN TAHUN BARU PADA ZAMAN DAHULU
Perayaan tahun baru dibeberapa
Negara sangat terkait dengan ritual keagamaan atau kepercayaan mereka.
Misalnya:
Di Brazil. Pada tengah malam, orang-orang Brazil berbondong-bondong ke
pantai dengan pakaian putih bersih. Mereka menabur bunga di laut, mengubur
mangga, semangka dan papaya di pasir pantai sebagai penghormatan terhadap sang
Dewa Lemanja (Dewa laut yang terkenal dalam legenda Brazil)
Di Romaw. Mereka memiliki tradisi saling memberi kacang atau koin lapis
emas dengan gambar Janus, dewa pintu dan semua permulaan.
Di Jerman. Orang Jerman memiliki kepercayaan, jika memakan sisa hidangan
pesta perayaan New Year Eve di tanggal 1 Januari, mereka percaya tidak akan
kekurangan pangan selama setahun penuh.
Di Yunani. Buah delima yang menurut orang Yunani merupakan symbol kesuburan
dan kesuksesan ditaburkan di pintu-pintu rumah, kantor dan toko-toko sebagai
do’a untuk mendapatkan kemakmuran sepanjang tahun.
Di Spanyol. Masyarakat Spanyol tepat pada malam pergantian tahun memakan
anggur sebanyak 12 biji, jumlah tersebut melambangkan harapan selama 12
bulan ke depan.
Di Italia. Di salah satu kotanya yang bernama Naples pada pukul 00 tepat
pada malam pergantian tahun, mereka membuang barang-barang yang sudah usang
yang tidak terpakai di jalanan.
Di Amerika Serikat. Di sana kebanyakan perayaan di lakukan pada malam
sebelum tahun baru pada tanggal 31 Desember, dimana orang-orang pergi ke kota
atau menonton program tv di jantung kota New York. Pada saat lonceng berbunyi,
sirine dibunyikan, kembang api diledakkan dan orang-orang meneriakkan “Selamat
Tahun Baru” dan menyanyikan Auld Syne. Di Negara-negara lain, termasuk
Indonesia adalah sama saja.!!
HUKUM MERAYAKAN NATAL DAN TAHUN BARU BAGI KAUM MUSLIMIN
Hukum merayakan Natal atau mengucapkan selamat Natal serta merayakan tahun
baru adalah haram, karena Natal merupakan kegiatan khas dan syi’ar agama mereka
yang batil. Kita dilarang meniru mereka dalam hari raya mereka. Keharaman
tersebut ditegaskan dalam al Kitab, As-Sunnah dan Ijma’ para Shahabat radhiyallohu
'anhu.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تُطِيعُوا فَرِيقًا مِنَ الَّذِينَ
أُوتُوا الْكِتَابَ يَرُدُّوكُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ كَافِرِينَ (١٠٠)
“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mengikuti sebahagian dari
orang-orang yang diberi Al Kitab, niscaya mereka akan mengembalikan kamu
menjadi orang kafir sesudah kamu beriman.” (QS. Ali Imran: 100)
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَالَّذِينَ لا يَشْهَدُونَ الزُّورَ
وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَاماً
“Dan orang-orang yang tidak menyaksikan kemaksiatan, dan apabila mereka
bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak
berguna, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.” (Q.s. al-Furqan [25]:
72)
Mujahid, dalam menafsirkan ayat tersebut menyatakan, “az-Zûr (kemaksiatan)
itu adalah hari raya kaum Musyrik. Begitu juga pendapat yang sama dikemukakan
oleh ar-Rabî’ bin Anas, al-Qâdhî Abû Ya’lâ dan ad-Dhahâk.” Ibn Sirîn
berkomentar, “az-Zûr adalah Sya’ânain. Sedangkan Sya’ânain
adalah hari raya kaum Kristen. Mereka menyelenggarakannya pada hari Ahad
sebelumnya untuk Hari Paskah. Mereka merayakannya dengan membawa pelepah kurma.
Mereka mengira itu mengenang masuknya Isa al-Masih ke Baitul Maqdis.[5]
Keterangan: Wajh ad-dalalah (bentuk
penunjukkan dalil)nya jika Allah memuji orang-oran yang tidak menyaksikan az-zur (Hari
Raya Orang Kafir), padahal hanya sekedar hadir, melihat atau mendengar, lalu
bagaimana dengan tindakan yang lebih besar dari itu, yaitu merayakannya.
Dalil dari As-Sunnah adalah. Rasulullah shollallohu ‘alayhi wa
sallam bersabda:
قَدَمَ رَسُوْلُ الله [صلم]
اَلْمَدِيْنَةَ وَلَهُمْ يَوْمَانِ يَلْعَبُوْنَ فِيْهِمَا، فَقَالَ: مَا هَذَا
اْليَوْمَانِ؟ قَالُوْا: كُنَّا نَلْعَبُ فِيْهِمَا فِيْ الْجَاهِلِيَّةِ، فَقَالَ
رَسُوْلُ الله [صلم]: إنَّ اللهَ قَدْ أَبْدَلَكُمْ بِهِمَا خَيْراً مِنْهُمَا:
يَوْمَ الأَضْحَى وَيَوْمَ الْفِطْرِ [رواه أبو داود، وأحمد، والنسائي على شرط
مسلم[
“Rasulullah shollallohu ‘alayhi wa sallam. tiba di Madinah, sementara
mereka (penduduk Madinah) mempunyai dua hari, dimana mereka sedang bermain pada
hari-hari tersebut, seraya berkata, ‘Dua hari ini hari apa?’ Mereka menjawab,
‘Kami sejak zaman Jahiliyyah bermain pada hari-hari tersebut.’ Rasulullah
shollallohu ‘alayhi wa sallam bersabda, ‘Sesungguhnya Allah telah mengganti
keduanya dengan hari yang lebih baik: Hari Raya Idul Adhha dan Hari Raya Idul
Fitri.” (Hr. Abu Dawud, Ahmad dan an-Nasa’i dengan syarat Muslim)
Rasulullah shollallohu ‘alayhi wa sallam bersabda:
Dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash radhiallahu anhuma dia berkata:
Sesungguhnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَشَبَّهَ بِغَيْرِنَا
“Bukan termasuk golongan kami orang yang menyerupai kaum selain kami.” (HR. At-Tirmizi
no. 2695)
Dari Abdullah bin Umar radhiallahu anhuma dia berkata:
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk darinya”.
(HR. Abu Daud no. 4031 dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah:
1/676)
Dalil dari Ijma’ para Shahabat.
Tindakan ‘Umar dengan syarat yang ditetapkannya kepada Ahli Dzimmah telah
disepakati oleh para sahabat, dan para fuqaha’ setelahnya, bahwa Ahli Dzimmah
tidak boleh medemonstrasikan hari raya mereka di wilayah Islam. Para sahabat
sepakat, bahwa mendemonstrasikan hari raya mereka saja tidak boleh, lalu
bagaimana jika kaum Muslim melakukannya? Maka tentu tidak boleh lagi.
‘Umar pun berpesan:
إِيَّاكُمْ وَرِطَانَةَ الأَعاَجِمِ،
وَأَنْ تَدْخُلُوْا عَلَى الْمُشْرِكِيْنَ يَوْمَ عِيْدِهِمْ فِيْ كَنَائِسِهِمْ
فَإِنَّ السُّخْطَةَ تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمْ [رواه أبو البيهقيإسناد صحيح[.
“Tinggalkanlah bahasa kaum ajam (non-Arab). Janganlah kalian memasuki
(perkumpulan) kaum Musyrik dalam hari raya mereka di gereja-gereja mereka.
Karena murka Allah akan diturunkan kepada mereka.” (Hr. al-Baihaqi
dengan Isnad yang Shahih)
TAHUN BARU MASEHI
Marilah kita renungkan beberapa hal yang menjadikan perayaan tahun baru
Masehi terlarang bagi ummat Islam. Di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Merayakan tahun baru berarti merayakan
‘ied (perayaan) yang diharamkan.
Perlu kita ketahui bahwa Islam telah menetapkan perayaan (‘Ied) bagi
kaum muslimin hanya dua, yaitu ‘iedul Fitri dan ‘Iedul
Adha. Dari Anas bin Malik rodhiyallohu ‘anhu, mengatakan
كَانَ لِأَهْلِ الْجَاهِلِيَّةِ يَوْمَانِ فِي كُلِّ
سَنَةٍ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا فَلَمَّا قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ قَالَ كَانَ لَكُمْ يَوْمَانِ تَلْعَبُونَ فِيهِمَا وَقَدْ
أَبْدَلَكُمْ اللَّهُ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الْفِطْرِ وَيَوْمَ
الْأَضْحَى
“Orang-orang Jahiliyah dahulu memiliki dua hari (hari Nairuz dan Mihrojan)
di setiap tahun yang mereka senang-senang ketika itu. Ketika Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam tiba di Madinah, beliau mengatakan, ‘Dulu kalian memiliki dua
hari untuk senang-senang di dalamnya. Sekarang Allah telah menggantikan bagi
kalian dua hari yang lebih baik, yaitu hari Idul Fithri dan Idul Adha.’” [HR. An-Nasa-i
no. 1556.]
Merayakan tahun baru berarti merayakan sesuatu yang tidak pernah diajarkan
di dalam Islam, dan ini sangat dilarang. Apalagi jika diniatkan dalam rangka
beribadah.
2. Merayakan Tahun baru berarti tasyabbuh (menyerupai/meniru-niru)
orang kafir.
Dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallohu ‘anhu, bahwa Rasululloh shollallohu
‘alayhi wa sallam bersabda,
لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ
قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِى
جُحْرِ ضَبٍّ لاَتَّبَعْتُمُوهُمْ . قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ آلْيَهُودَ
وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ
“Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal
demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian
ikuti itu masuk ke lubang dhob, pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para
sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, Apakah yang diikuti itu adalah
Yahudi dan Nashrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?” [HR.
Muslim no. 2669]
Merayakan tahun baru berarti menyerupai orang-orang kafir, dan inilah salah
satu dari pada bentuk-bentuk tasyabbuh yang diharamkan. Rasululloh shollallohu
‘alayhi wa sallam bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari
mereka.” [HR. Ahmad dan Abu Daud]. Rasululloh shollallohu ‘alayhi wa
sallam mengingatkan kepada ummatnya, jika kita menyerupai orang
kafir, maka kita termasuk bagian dari mereka. Tentulah kita sebagai seorang
muslim tadak mau dikatakan seperti orang kafir.
3. Dapat terjerumus dalam keharaman dengan mengucapkan
selamat Tahun Baru.
Jika kita telah mengetahui bahwasanya perayaan tahun baru adalah bagian
dari pada syi’ar agama mereka, maka tidak pantas bagi seorang muslim untuk
mengucapkan selamat kepada syi’ar-syi’ar mereka. Bahkan ini tidak dibolehkan
berdasarkan kesepakatan para ulama (ijma’).
Seorang Ulama terkenal, Ibnul Qoyyim rahimahulloh mengatakan; ‘Adapun memberi ucapan selamat atas syi’ar-syi’ar kekufuran
yang khusus bagi orang-orang kafir adalah sesuatu yang diharamkan
berdasarkan ijma’ (kesepakatan) para ulama.’
4. Meninggalkan perkara yang wajib, yaitu shalat lima
waktu.
Begitu banyak kita saksikan pada saat perayaan tahun baru yang lalu, mereka
bergadang menunggu detik-detik datangnya pergantian tahun, bahkan bergadang itu
masih berlanjut hingga menjelang pagi hari, maka orang yang seperti ini
biasanya luput dari melaksanakan sholat subuh yang sudah kita sepakati
kewajibannya. Di antara mereka ada yang tidak menunaikan kewajiban shalat subuh
karena kelelahan di malam hari, maka mereka tertidur hingga siang hari dan berlalulah
kewajiban itu tanpa ditunaikan sama sekali. Na’udzubillah min dzalik.
Ketahuilah bahwa meninggalkan satu kali dari shalat lima waktu saja adalah
merupakan dosa besar.
Adz-Dzahabi rahimahulloh berkata, ‘Orang yang mengakhirkan
shalat hingga keluar waktunya termasuk pelaku dosa besar. Dan yang meninggalkan
shalat –yaitu satu shalat saja- dianggap seperti orang yang berzina dan
mencuri. Karena meninggalkan shalat atau luput darinya termasuk dosa besar.
Oleh karena itu orang yang meninggalkannya berkali-kali termasuk pelaku dosa
besar sampai dia bertaubat. Sesungguhnya orang yang meninggalkan shalat
termasuk orang merugi, celaka dan termasuk orang yang murjim (yang
berbuat dosa). [al-Kabair hal. 26-27]
Rasululloh shollallohu ‘alayhi wa sallam pun mengancam
bagi orang yang sengaja meninggalkan shalat lima waktu dengan kekafiran.
Rasululloh shollallohu ‘alayhi wa sallam bersabda,
الْعَهْدُ الَّذِى بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ
الصَّلاَةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ
“Perjanjian antara kami dan mereka (orang kafir) adalah shalat.
Barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir.” [HR. Ahmad, Tirmidzi, An
Nasa’i, Ibnu Majah.]
5. Bergadang tanpa ada hajat.
Bergadang tanpa ada kepentingan syar’i sangat dibenci oleh Rasululloh shollallohu
‘alayhi wa sallam. Termasuk bergadang tanpa syar’i adalah menunggu
detik-detik pergantian tahun yang tidak ada manfaatnya sama sekali.
Diriwayatkan dari Abu Barzah, beliau berkata;
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه
وسلم – كَانَ يَكْرَهُ النَّوْمَ قَبْلَ الْعِشَاءِ وَالْحَدِيثَ بَعْدَهَا
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membenci tidur sebelum shalat
‘Isya dan bercakap-cakap setelahnya.” [HR. Bukhari no. 568]
Bergadang dan berbincang-bincang yang tidak bermanfaat di malam hari sangat
dibenci oleh Rasululloh shollallohu ‘alayhi wa sallam meskipun
tidak tertinggal untuk shalat subuh. Apalagi sampai meninggalkan shalat subuh,
tentu ini adalah suatu keburukan yang sangat dibenci.
6. Dapat terjerumus ke dalam perbuatan zina.
Jika kita saksikan para muda-mudi kita dalam merayakan tahun baru Masehi
tidak lepas dari ikhtilath (campur baur antara pria dan
wanita) dan berkholwat (berdua-duaan), bahkan lebih parah dari
itu sampai terjerumus pada perbuatan zina kemaluan. Inilah yang sering terjadi
di malam tersebut, dengan menerjang berbagai larangan Alloh dalam bergaul
dengan lawan jenis. Tentunya kita tidak rela anak-anak dan muda-mudi kita
terjerumus dalam perbuatan zina yang keji ini.
7. Mengganggu kaum muslimin
Perayaan tahun baru tidak lepas dari suara petasan dan suara terompet yang
saling bersahutan tak karuan. Itu semua adalah suatu kemungkaran karena
mengganggu muslim yang lainnya, bahkan sangat mengganggu orang-orang yang butuh
istirahat, seperti orang yang sakit. Rasululloh shollallohu 'alayhi wa
sallam melarang orang yang mengganggu muslim yang lainnya. Beliau shollallohu
'alayhi wa sallam bersabda,
الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ
مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
“Seorang muslim adalah seseorang yang lisan dan tangannya tidak
mengganggu orang lain.” [HR. Bukhari no. 10 dan Muslim no. 41]
8. Meniru perbuatan syetan dengan melakukan pemborosan.
Perayaan tahun baru Masehi adalah pemborosan besar-besaran hanya dalam
waktu satu malam saja. Jika kita perkirakan setiap orang menghabiskan uang pada
malam tahun baru sebesar Rp 1000,- untuk membeli mercon dan segala yang
memeriahkan perayaan tersebut, sedangkan yang merayakan tahun baru sekitar 10
juta penduduk Indonesia, maka hitunglah berapa jumlah uang yang
dihambur-hamburkan dalam waktu semalam? Padahal Alloh subhanahu wa
ta’ala telah berfirman:
“Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.
Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan.” (Qs. Al Isro’:
26-27)
KESIMPULAN:
Haram bagi kaum
muslimin untuk ikut merayakan apalagi membantu perayaan hari raya orang kafir.
[5] Lihat, Ibn
Taimiyyah,Iqtidha’ as-Shirath al-Mustaqim, Juz I/537; Anis, dkk, al-Mu’jam
al-Wasith, Juz I/488.
5 komentar
Write komentarBisa untuk referensi ceramah untuk para pemuda..
ReplyJazakallah khoir ustadz penjelasannya.
ReplyMantap mudah2an dalam menyambut tahun baru 2017 nanti tidak ada lagi umat islam yg tergabung didalam nya..... Amiiiiin
ReplyAamiin..
ReplyWa iyyak akhi Danang..
ReplyEmoticonEmoticon