MENYIKAPI HARI RAYA NATAL DAN TAHUN BARU MASEHI

Desember 24, 2013
Pemandangan yang sering terjadi di tengah-tengah kaum Muslimin menjelang akhir tahun adalah fenomena latah “Merayakan Natal dan Tahun Baru Masehi”. Padahal natal dan tahun baru Masehi adalah symbol-simbol agama Nasrani/Kristen. Seorang Muslim diharamkan merayakan maupun mensyi’arkan symbol-simbol agama lain. Hal ini disebabkan setiap perayaan agama-agama selain Islam merupakan ibadah bagi mereka.

Agar kaum Muslimin tidak mudah terjatuh kepada fenomena latah seperti ini, maka perlu adanya pemahaman yang benar tentang akidah Islam. Islam sangat melarang keras mencampur adukkan antara al haq dan al batil. Dan ikut serta merayakan perayaan orang-orang kafir adalah kebatilan yang sangat nyata.

Marilah kita tengok sejenak tentang sejarah natal dan tahun baru Masehi. Natal berasal dari bahasa Portugis yang berarti “Kelahiran” adalah hari raya ummat Kristen yang diperingati setiap tahun oleh ummat kristiani pada tanggal 25 Desember untuk memperingati kelahiran Yesus Kristus. Peringatan ini dirayakan pada kebaktian malam 24 Desember dan kebaktian pagi 25 Desember[1].

Peringatan Natal mulai muncul antara tahun 325-354 M oleh Paus Liberius yang ditetapkan pada tanggal 25 Desember sekaligus menjadi moment penyembahan Dewa Matahari, yang kadang juga diperingati pada tanggal 6 Januari, 18 Oktober, 28 April dan 18 Mei. Oleh kaisar Konstantin pada tanggal 25 Desember tersebut akhirnya di sahkan sebagai kelahiran Yesus (Natal).

Adapun terkait dengan tahun baru Masehi, maka kita perlu merenungi penjelasan berikut. Tahun Masehi sangat berhubungan dengan keyakinan agama Kristen, Masehi adalah nama lain dari Isa Al Masih. Orang yang pertama kali membuat penanggalan kalender Masehi adalah seorang kaisar Romawi bernama Gasius Julius Caesar pada tahun 45 SM. Kemudian seorang pendeta Kristen bernama Donisius memanfaatkan penemuan kalender Julius Caesar untuk diadopsi (diangkat) sebagai penanggalan yang didasarkan pada tahun kelahiran Yesus Kristus.

Di zaman Romawi, pesta perayaan ulang tahun baru adalah untuk menghormati Dewa Janus (Dewa yang digambarkan bermuka dua). Perayaan ini terus dilesatarikan dan menyebar ke Eropa pada awal abad Masehi. Seiring berkembangnya agama Kristen, akhirnya perayaan ini diwajibkan oleh pemimpin Negara sebagai perayaan “suci” satu paket dengan hari Natal. Inilah sebabnya ucapan Natal dan Tahun baru dijadikan satu (Merry[2] Christmas[3] and Happy New Year)[4]

PERAYAAN TAHUN BARU PADA ZAMAN DAHULU
Perayaan tahun baru dibeberapa Negara sangat terkait dengan ritual keagamaan atau kepercayaan mereka. Misalnya:

Di Brazil. Pada tengah malam, orang-orang Brazil berbondong-bondong ke pantai dengan pakaian putih bersih. Mereka menabur bunga di laut, mengubur mangga, semangka dan papaya di pasir pantai sebagai penghormatan terhadap sang Dewa Lemanja (Dewa laut yang terkenal dalam legenda Brazil)

Di Romaw. Mereka memiliki tradisi saling memberi kacang atau koin lapis emas dengan gambar Janus, dewa pintu dan semua permulaan.

Di Jerman. Orang Jerman memiliki kepercayaan, jika memakan sisa hidangan pesta perayaan New Year Eve di tanggal 1 Januari, mereka percaya tidak akan kekurangan pangan selama setahun penuh. 

Di Yunani. Buah delima yang menurut orang Yunani merupakan symbol kesuburan dan kesuksesan ditaburkan di pintu-pintu rumah, kantor dan toko-toko sebagai do’a untuk mendapatkan kemakmuran sepanjang tahun.

Di Spanyol. Masyarakat Spanyol tepat pada malam pergantian tahun memakan anggur sebanyak 12  biji, jumlah tersebut melambangkan harapan selama 12 bulan ke depan.

Di Italia. Di salah satu kotanya yang bernama Naples pada pukul 00 tepat pada malam pergantian tahun, mereka membuang barang-barang yang sudah usang yang tidak terpakai di jalanan.

Di Amerika Serikat. Di sana kebanyakan perayaan di lakukan pada malam sebelum tahun baru pada tanggal 31 Desember, dimana orang-orang pergi ke kota atau menonton program tv di jantung kota New York. Pada saat lonceng berbunyi, sirine dibunyikan, kembang api diledakkan dan orang-orang meneriakkan “Selamat Tahun Baru” dan menyanyikan Auld Syne. Di Negara-negara lain, termasuk Indonesia adalah sama saja.!!

HUKUM MERAYAKAN NATAL DAN TAHUN BARU BAGI KAUM MUSLIMIN
Hukum merayakan Natal atau mengucapkan selamat Natal serta merayakan tahun baru adalah haram, karena Natal merupakan kegiatan khas dan syi’ar agama mereka yang batil. Kita dilarang meniru mereka dalam hari raya mereka. Keharaman tersebut ditegaskan dalam al Kitab, As-Sunnah dan Ijma’ para Shahabat radhiyallohu 'anhu.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تُطِيعُوا فَرِيقًا مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ يَرُدُّوكُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ كَافِرِينَ (١٠٠)
“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mengikuti sebahagian dari orang-orang yang diberi Al Kitab, niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang kafir sesudah kamu beriman.” (QS. Ali Imran: 100)

Allah subhanahu wa ta’ala  berfirman:
وَالَّذِينَ لا يَشْهَدُونَ الزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَاماً
“Dan orang-orang yang tidak menyaksikan kemaksiatan, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berguna, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.” (Q.s. al-Furqan [25]: 72)

Mujahid, dalam menafsirkan ayat tersebut menyatakan, “az-Zûr (kemaksiatan) itu adalah hari raya kaum Musyrik. Begitu juga pendapat yang sama dikemukakan oleh ar-Rabî’ bin Anas, al-Qâdhî Abû Ya’lâ dan ad-Dhahâk.” Ibn Sirîn berkomentar, “az-Zûr adalah Sya’ânain. Sedangkan Sya’ânain adalah hari raya kaum Kristen. Mereka menyelenggarakannya pada hari Ahad sebelumnya untuk Hari Paskah. Mereka merayakannya dengan membawa pelepah kurma. Mereka mengira itu mengenang masuknya Isa al-Masih ke Baitul Maqdis.[5]

Keterangan: Wajh ad-dalalah (bentuk penunjukkan dalil)nya jika Allah memuji orang-oran yang tidak menyaksikan az-zur (Hari Raya Orang Kafir), padahal hanya sekedar hadir, melihat atau mendengar, lalu bagaimana dengan tindakan yang lebih besar dari itu, yaitu merayakannya.

Dalil dari As-Sunnah adalah. Rasulullah shollallohu ‘alayhi wa sallam bersabda:
قَدَمَ رَسُوْلُ الله [صلم] اَلْمَدِيْنَةَ وَلَهُمْ يَوْمَانِ يَلْعَبُوْنَ فِيْهِمَا، فَقَالَ: مَا هَذَا اْليَوْمَانِ؟ قَالُوْا: كُنَّا نَلْعَبُ فِيْهِمَا فِيْ الْجَاهِلِيَّةِ، فَقَالَ رَسُوْلُ الله [صلم]: إنَّ اللهَ قَدْ أَبْدَلَكُمْ بِهِمَا خَيْراً مِنْهُمَا: يَوْمَ الأَضْحَى وَيَوْمَ الْفِطْرِ [رواه أبو داود، وأحمد، والنسائي على شرط مسلم[
“Rasulullah shollallohu ‘alayhi wa sallam. tiba di Madinah, sementara mereka (penduduk Madinah) mempunyai dua hari, dimana mereka sedang bermain pada hari-hari tersebut, seraya berkata, ‘Dua hari ini hari apa?’ Mereka menjawab, ‘Kami sejak zaman Jahiliyyah bermain pada hari-hari tersebut.’ Rasulullah shollallohu ‘alayhi wa sallam bersabda, ‘Sesungguhnya Allah telah mengganti keduanya dengan hari yang lebih baik: Hari Raya Idul Adhha dan Hari Raya Idul Fitri.” (Hr. Abu Dawud, Ahmad dan an-Nasa’i dengan syarat Muslim)

Rasulullah shollallohu ‘alayhi wa sallam  bersabda:
Dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash radhiallahu anhuma dia berkata: Sesungguhnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَشَبَّهَ بِغَيْرِنَا
“Bukan termasuk golongan kami orang yang menyerupai kaum selain kami.” (HR. At-Tirmizi no. 2695)

Dari Abdullah bin Umar radhiallahu anhuma dia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk darinya”. (HR. Abu Daud no. 4031 dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah: 1/676)

Dalil dari Ijma’ para Shahabat.
Tindakan ‘Umar dengan syarat yang ditetapkannya kepada Ahli Dzimmah telah disepakati oleh para sahabat, dan para fuqaha’ setelahnya, bahwa Ahli Dzimmah tidak boleh medemonstrasikan hari raya mereka di wilayah Islam. Para sahabat sepakat, bahwa mendemonstrasikan hari raya mereka saja tidak boleh, lalu bagaimana jika kaum Muslim melakukannya? Maka tentu tidak boleh lagi.
‘Umar pun berpesan:
إِيَّاكُمْ وَرِطَانَةَ الأَعاَجِمِ، وَأَنْ تَدْخُلُوْا عَلَى الْمُشْرِكِيْنَ يَوْمَ عِيْدِهِمْ فِيْ كَنَائِسِهِمْ فَإِنَّ السُّخْطَةَ تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمْ [رواه أبو البيهقيإسناد صحيح[.
“Tinggalkanlah bahasa kaum ajam (non-Arab). Janganlah kalian memasuki (perkumpulan) kaum Musyrik dalam hari raya mereka di gereja-gereja mereka. Karena murka Allah akan diturunkan kepada mereka.” (Hr. al-Baihaqi dengan Isnad yang Shahih)

TAHUN BARU MASEHI
Marilah kita renungkan beberapa hal yang menjadikan perayaan tahun baru Masehi terlarang bagi ummat Islam. Di antaranya adalah sebagai berikut:

1.      Merayakan tahun baru berarti merayakan ‘ied (perayaan) yang diharamkan.
Perlu kita ketahui bahwa Islam telah menetapkan perayaan (‘Ied) bagi kaum muslimin hanya dua, yaitu ‘iedul Fitri dan ‘Iedul Adha. Dari Anas bin Malik rodhiyallohu ‘anhu, mengatakan
كَانَ لِأَهْلِ الْجَاهِلِيَّةِ يَوْمَانِ فِي كُلِّ سَنَةٍ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا فَلَمَّا قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ قَالَ كَانَ لَكُمْ يَوْمَانِ تَلْعَبُونَ فِيهِمَا وَقَدْ أَبْدَلَكُمْ اللَّهُ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الْفِطْرِ وَيَوْمَ الْأَضْحَى
“Orang-orang Jahiliyah dahulu memiliki dua hari (hari Nairuz dan Mihrojan) di setiap tahun yang mereka senang-senang ketika itu. Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah, beliau mengatakan, ‘Dulu kalian memiliki dua hari untuk senang-senang di dalamnya. Sekarang Allah telah menggantikan bagi kalian dua hari yang lebih baik, yaitu hari Idul Fithri dan Idul Adha.’” [HR. An-Nasa-i no. 1556.]

Merayakan tahun baru berarti merayakan sesuatu yang tidak pernah diajarkan di dalam Islam, dan ini sangat dilarang. Apalagi jika diniatkan dalam rangka beribadah.

2.    Merayakan Tahun baru berarti tasyabbuh (menyerupai/meniru-niru) orang kafir.
Dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallohu ‘anhu, bahwa Rasululloh shollallohu ‘alayhi wa sallam  bersabda,
لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِى جُحْرِ ضَبٍّ لاَتَّبَعْتُمُوهُمْ . قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ
“Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob, pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, Apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nashrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?” [HR. Muslim no. 2669]

Merayakan tahun baru berarti menyerupai orang-orang kafir, dan inilah salah satu dari pada bentuk-bentuk tasyabbuh yang diharamkan. Rasululloh shollallohu ‘alayhi wa sallam  bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” [HR. Ahmad dan Abu Daud]. Rasululloh shollallohu ‘alayhi wa sallam  mengingatkan kepada ummatnya, jika kita menyerupai orang kafir, maka kita termasuk bagian dari mereka. Tentulah kita sebagai seorang muslim tadak mau dikatakan seperti orang kafir.

3.    Dapat terjerumus dalam keharaman dengan mengucapkan selamat Tahun Baru.
Jika kita telah mengetahui bahwasanya perayaan tahun baru adalah bagian dari pada syi’ar agama mereka, maka tidak pantas bagi seorang muslim untuk mengucapkan selamat kepada syi’ar-syi’ar mereka. Bahkan ini tidak dibolehkan berdasarkan kesepakatan para ulama (ijma’).
Seorang Ulama terkenal, Ibnul Qoyyim rahimahulloh mengatakan; ‘Adapun memberi ucapan selamat atas syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) para ulama.’

4.    Meninggalkan perkara yang wajib, yaitu shalat lima waktu.
Begitu banyak kita saksikan pada saat perayaan tahun baru yang lalu, mereka bergadang menunggu detik-detik datangnya pergantian tahun, bahkan bergadang itu masih berlanjut hingga menjelang pagi hari, maka orang yang seperti ini biasanya luput dari melaksanakan sholat subuh yang sudah kita sepakati kewajibannya. Di antara mereka ada yang tidak menunaikan kewajiban shalat subuh karena kelelahan di malam hari, maka mereka tertidur hingga siang hari dan berlalulah kewajiban itu tanpa ditunaikan sama sekali. Na’udzubillah min dzalik. Ketahuilah bahwa meninggalkan satu kali dari shalat lima waktu saja adalah merupakan dosa besar.

Adz-Dzahabi rahimahulloh berkata, ‘Orang yang mengakhirkan shalat hingga keluar waktunya termasuk pelaku dosa besar. Dan yang meninggalkan shalat –yaitu satu shalat saja- dianggap seperti orang yang berzina dan mencuri. Karena meninggalkan shalat atau luput darinya termasuk dosa besar. Oleh karena itu orang yang meninggalkannya berkali-kali termasuk pelaku dosa besar sampai dia bertaubat. Sesungguhnya orang yang meninggalkan shalat termasuk orang merugi, celaka dan termasuk orang yang murjim (yang berbuat dosa). [al-Kabair hal. 26-27]

Rasululloh shollallohu ‘alayhi wa sallam  pun mengancam bagi orang yang sengaja meninggalkan shalat lima waktu dengan kekafiran. Rasululloh shollallohu ‘alayhi wa sallam  bersabda,
الْعَهْدُ الَّذِى بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلاَةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ
Perjanjian antara kami dan mereka (orang kafir) adalah shalat. Barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir.” [HR. Ahmad, Tirmidzi, An Nasa’i, Ibnu Majah.] 

5.    Bergadang tanpa ada hajat.
Bergadang tanpa ada kepentingan syar’i sangat dibenci oleh Rasululloh shollallohu ‘alayhi wa sallam. Termasuk bergadang tanpa syar’i adalah menunggu detik-detik pergantian tahun yang tidak ada manfaatnya sama sekali. Diriwayatkan dari Abu Barzah, beliau berkata;
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يَكْرَهُ النَّوْمَ قَبْلَ الْعِشَاءِ وَالْحَدِيثَ بَعْدَهَا
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membenci tidur sebelum shalat ‘Isya dan bercakap-cakap setelahnya.” [HR. Bukhari no. 568]

Bergadang dan berbincang-bincang yang tidak bermanfaat di malam hari sangat dibenci oleh Rasululloh shollallohu ‘alayhi wa sallam  meskipun tidak tertinggal untuk shalat subuh. Apalagi sampai meninggalkan shalat subuh, tentu ini adalah suatu keburukan yang sangat dibenci.

6.    Dapat terjerumus ke dalam perbuatan zina.
Jika kita saksikan para muda-mudi kita dalam merayakan tahun baru Masehi tidak lepas dari ikhtilath (campur baur antara pria dan wanita) dan berkholwat (berdua-duaan), bahkan lebih parah dari itu sampai terjerumus pada perbuatan zina kemaluan. Inilah yang sering terjadi di malam tersebut, dengan menerjang berbagai larangan Alloh dalam bergaul dengan lawan jenis. Tentunya kita tidak rela anak-anak dan muda-mudi kita terjerumus dalam perbuatan zina yang keji ini.
           
7.    Mengganggu kaum muslimin
Perayaan tahun baru tidak lepas dari suara petasan dan suara terompet yang saling bersahutan tak karuan. Itu semua adalah suatu kemungkaran karena mengganggu muslim yang lainnya, bahkan sangat mengganggu orang-orang yang butuh istirahat, seperti orang yang sakit. Rasululloh shollallohu 'alayhi wa sallam melarang orang yang mengganggu muslim yang lainnya. Beliau shollallohu 'alayhi wa sallam bersabda,
الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
Seorang muslim adalah seseorang yang lisan dan tangannya tidak mengganggu orang lain.” [HR. Bukhari no. 10 dan Muslim no. 41]

8.    Meniru perbuatan syetan dengan melakukan pemborosan.
Perayaan tahun baru Masehi adalah pemborosan besar-besaran hanya dalam waktu satu malam saja. Jika kita perkirakan setiap orang menghabiskan uang pada malam tahun baru sebesar Rp 1000,- untuk membeli mercon dan segala yang memeriahkan perayaan tersebut, sedangkan yang merayakan tahun baru sekitar 10 juta penduduk Indonesia, maka hitunglah berapa jumlah uang yang dihambur-hamburkan dalam waktu semalam? Padahal Alloh subhanahu wa ta’ala telah berfirman:
وَلا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ
“Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan.” (Qs. Al Isro’: 26-27)

KESIMPULAN: 
Haram bagi kaum muslimin untuk ikut merayakan apalagi membantu perayaan hari raya orang kafir.

[2] Bergembira/selamat
[3] Natal
[4] Demikian keterangan dalam Encarta Reference Library Premiun 2005.
[5] Lihat, Ibn Taimiyyah,Iqtidha’ as-Shirath al-Mustaqim, Juz I/537; Anis, dkk, al-Mu’jam al-Wasith, Juz I/488.




Artikel Terkait

Previous
Next Post »

5 komentar

Write komentar
HASMI-ku
AUTHOR
10 Desember 2015 pukul 19.51 delete

Bisa untuk referensi ceramah untuk para pemuda..

Reply
avatar
Unknown
AUTHOR
8 Desember 2016 pukul 22.44 delete

Jazakallah khoir ustadz penjelasannya.

Reply
avatar
Unknown
AUTHOR
21 Desember 2016 pukul 06.35 delete

Mantap mudah2an dalam menyambut tahun baru 2017 nanti tidak ada lagi umat islam yg tergabung didalam nya..... Amiiiiin

Reply
avatar
HASMI-ku
AUTHOR
29 Desember 2016 pukul 17.25 delete

Wa iyyak akhi Danang..

Reply
avatar