Qunut Dalam Shalat Witir Sesuai Sunnah

Juni 09, 2017
Qunut

Qunut Dalam Shalat Witir

Kata qunut digunakan untuk beberapa makna, di antaranya: berdiri, diam, rutin beribadah, do’a, tasbih dan khusyu.

Menurut istilah, qunut ialah nama untuk suatu do’a yang diucapkan dalam shalat pada waktu tertentu di saat berdiri.[1]

Qunut pada shalat Witir disyari’atkan secara umum, menurut ulama –berbeda dengan pendapat Malik–. Pendapat yang masyhur dari beliau adalah makruhnya qunut pada shalat Witir. Dalam riwayat lain dari beliau, boleh berqunut pada separuh terakhir bulan Ramadhan.

Namun mereka berselisih mengenai apakah qunut tersebut wajib atauhkah anjuran, apakah dilakukan sepanjang tahun ataukah pada bulan Ramadhan saja, apakah dilakukan setelah ruku’ ataukah sebelum ruku’, dan apakah do’a yang disunnahkan untuk dibaca. Yang benar ialah sebagai berikut:

1. Dianjurkan qunut –terkadang– kapan saja setiap waktu di sepanjang tahun. Dasar mengenai hal ini ialah hadits al-Hasan bin Ali, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam mengajariku beberapa kalimat yang aku baca dalam shalat Witir:
اللَّهُمَّ اهْدِنِي فيْمَنْ هَدَيْتَ، وَعَافِنِي فِيْمَنْ عَافَيْتَ، وَتَوَلَّنِي فِيْمَنْ تَوَلَّيْتَ، وَبَاَرِكْلِي فِيْمَا أَعْطَيْتَ، وَقِنِي شَرَّ مَاقَضَيْتَ، فَإِنَّكَ تَقْضِي وَلَا يُقْضَى عَلَيْكَ، وَإِنَّهُ لَا يَذِلُّ مَنْ وَلَّيْتَ، تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ
“Ya Allah, berilah aku petunjuk bersama hamba-hamba yang telah Engkau beri petunjuk. Berilah aku keafiatan bersama hamba-hamba yang telah Engaku beri keafiatan. Lindungilah aku bersama hamba-hamba yang Engkau lindungi. Berkahilah apa yang Engkau berikan kepadaku. Jauhkanlah aku dari kejelekan yang telah Engkau takdirkan. Sesungguhnya Engkaulah yang menetapkannya dan tidaklah Engkau dikenai ketetapan. Sungguh tidak akan terhina hamba yang Engkau cintai. Mahasuci Engkau, wahai Rabb kami, dan Mahatinggi.” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i dan Ibnu Majah. Shahih)

Diriwayatkan dari Ubay bin Ka’ab: “Bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam mengerjakan shalat Witir, lalu beliau berqunut sebelum ruku’”. (Shahih al-Albani, diriwayatkan oleh Abu Dawud, an-Nasa’i dan Ibnu Majah)

2. Qunut dalam Witir sebelum ruku dan sesudah membaca surah adalah lebih utama. Dasarnya hadits Ubay bin Ka’ab yang telah lalu: “Bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam mengerjakan shalat Witir, lalu beliau berqunut sebelum ruku’”

Diriwayatkan dari ‘Ashim, ia berkata: “Aku bertanya kepada Anas bin Malik tentang qunut, maka ia menjawab, ‘Qunut memang pernah dikerjakan.’ Aku bertanya lagi, ‘Apakah sebelum ruku’?’ Ia menjawab, ‘Itu dusta. Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam hanyalah qunut sesudah ruku’ selama sebulan. Aku melihat beliau mengutus satu rombongan yang beranggotakan para penghafal al-Qur’an sebanyak kurang lebih tujuh puluh orang kepada suatu kaum dari kalangan musyrikin yang ternyata mereka bantai, padahal sebelumnya antara mereka dengan Rasulullah terdapat perjanjian damai. Maka, Rasulullah berqunut selama satu bulan untuk mendo’akan keburukan atas mereka. (Shahih, diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim)

Al-Hafizh mengatakan dalam Fath al-Bari (II/569): “Kesimpulan riwayat dari Anas bin Malik bahwa qunut karena suatu hajat (yakni keperluan tertentu) dilakukan setelah ruku’. Tidak ada riwayat dari beliau yang menyelisihi hal ini. Adapun yang dilakukan tanpa hajat, menurut dalil yang shahih, qunut dilakukan sebelum ruku’. Telah diperselisihkan tentang amalan shahabat dalam hal ini. Secara zhahirnya bahwa perselisihan ini adalah perselisihan yang mubah.

Diriwayatkan dari Abdurrahman bin al-Aswad dari ayahnya, ia berkata, “Abdullah (yaitu Ibnu Mas’ud) tidak berqunut pada shalat-shalat lain, kecuali pada shalat Witir sebelum ruku’. (HR. At-Thabrani, shahih)

3. Do’a yang disunnahkan pada qunut Witir.
Dianjurkan berdo’a pada qunut Witir, dengan do’a yang pernah diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam kepada al-Hasan bin Ali:
اللَّهُمَّ اهْدِنِي فيْمَنْ هَدَيْتَ، وَعَافِنِي فِيْمَنْ عَافَيْتَ، وَتَوَلَّنِي فِيْمَنْ تَوَلَّيْتَ، وَبَاَرِكْلِي فِيْمَا أَعْطَيْتَ، وَقِنِي شَرَّ مَاقَضَيْتَ، فَإِنَّكَ تَقْضِي وَلَا يُقْضَى عَلَيْكَ، وَإِنَّهُ لَا يَذِلُّ مَنْ وَلَّيْتَ، تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ
“Ya Allah, berilah aku petunjuk bersama hamba-hamba yang telah Engkau beri petunjuk. Berilah aku keafiatan bersama hamba-hamba yang telah Engaku beri keafiatan. Lindungilah aku bersama hamba-hamba yang Engkau lindungi. Berkahilah apa yang Engkau berikan kepadaku. Jauhkanlah aku dari kejelekan yang telah Engkau takdirkan. Sesungguhnya Engkaulah yang menetapkannya dan tidaklah Engkau dikenai ketetapan. Sungguh tidak akan terhina hamba yang Engkau cintai. Mahasuci Engkau, wahai Rabb kami, dan Mahatinggi.”

Boleh juga membaca shalawat Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam pada saat qunut, berdasarkan riwayat yang shahih dari shahabat. Hal itu diriwayatkan dalam hadits shahih tentang kepemimpinan Ubay bin Ka’ab sebagai imam pada shalat Tarawih. Demikian pula kepemimpinan Abu Hulaimah Mu’adz al-Anshari sebagai imam, yaitu salah seorang yang ditunjuk Umar untuk mengimami shalat Tarawih. (Shifah Shalah an-Nabi (hal.180))

4. Tidak disunnahkan memperpanjang do’a qunut. Karena do’a qunut yang diriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam, sebagaimana yang beliau ajarkan kepada al-Hasan, adalah do’a yang pendek tidak panjang.

5. Bolehkah melagukan do’a qunut?
Tidak dinukil dari Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam dan dari shahaba beliau tentang melagukan do’a, baik dalam qunut maupun yang lainnya. Aku khawatir, apa yang dianggap baik oleh para imam sekarang adalah perkara bid’ah.

Ibnu Hammam berkata, “Aku tidak melihat melagukan do’a –seperti yang dilakukan para Qura’ pada zaman sekarang ini– muncul dari orang yang memahami do’a dan permohonan. Itu tidak lain hanyalah sejenis senda gurau. Andaikata, dalam sebuah realitas, ada seseorang yang meminta suatu keperluan kepada raja, lalu ia menyampaikan permintaannya itu dengan melagukannya, seperti menaikkan dan menurunkan suara, melepasa dan mengembalikan suara seperti bernyanyi, maka tentunya ia dianggap melecehkan dan bermain-main. Sebab meminta itu semestinya dengan cara merendahkan diri, bukan dengan bernyanyi.

6. Dianjurkan mengangkat tangan ketika membaca do’a qunut.
Diriwayatkan dari Anas –yang mengisahkan do’a Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam terhadap para pembunuh Qurra’ (para penghafal al-Qur’an)–, “Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam setiap kali melaksanakan shalat Shubuh, mengangkat kedua tangannya untuk mendo’akan kehancuran atas mereka.” (Shahih, diriwayatkan oleh Ahmad dan al-Baihaqi)

Diriwayatkan dari Abu Rafi’, ia mengatakan, “Aku shalat di belakang Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu, lalu beliau berqunut setelah ruku sambil mengangkat kedua tangannya dan mengeraskan suaranya”. (Shahih, diriwayatkan oleh al-Baihaqi)

Dan hadits, “Abu Hurairah mengangkat tangannya ketika qunut pada bulan Ramadhan.” (Dikeluarkan oleh Ibnu Nasr dalam Qiyamu al-Lail (hal. 138))

7. Tidak disyari’atkan mengusap wajah dengan kedua tangannya setelah membaca do’a qunut. Karena tidak adanya dalil atas hal itu. Al-Baihaqi berkata dalam Sunan-nya (II/212), “Adapun mengusapkan kedua tangan pada wajah setelah selesai membaca do’a, maka aku tidak pernah menghafalnya dari seorang salaf pun berkenaan dengan do’a qunut”.

Syaikh Abu Malik bin As-Sayyid Salim berkata, “Demikian juga, tidak ada satu pun hadits shahih tentang mengusap wajah setelah selesai berdo’a di luar shalat. Syaikhul Islam berkata, “Adapun tentang mengusap wajah dengan kedua tangan, tidak ada hadits dari beliau kecuali satu atau dua hadits yang tidak bisa dijadikan sebagai hujjah. Wallahu a’lam.
[Sumber: Kitab Shahih Fiqih Sunnah, Syaikh Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim]


Rekomendasi:




[1] Al-Futuhat ar-Rabbaniyyah ‘ala al-Adzkar an-Nawawiyah (II/286) dan Basha’ir Dzawi at-Tamyiz (IV/298)

Artikel Terkait

Previous
Next Post »