NIAT PUASA RAMADHAN
Niat adalah
syarat sah suatu ibadah. Hal ini berdasarkan hadits shahih riwayat Imam
al-Bukhari dan Imam Muslim dari jalur Umar ibn al-Khathab radhiyallahu anhu
bahwa setiap amal perbuatan tergantung pada niatnya.
Sebelum menjalankan
ibadah puasa Ramadhan wajib berniat sejak malam hari sampai datangnya waktu
Shubuh. Hal ini berdasarkan hadits dari jalur Hafshoh:
عَنْ حَفْصَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ لَمْ يُبَيِّتْ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلَا صِيَامَ
لَهُ
Hafshah radhiyallahu
anha meriwayatkan bahwa Nabi shalallahu alaihi wasallam bersabda,
“Barangsiapa yang tidak berniat di malam hari sebelum fajar, maka tidak ada
puasa untuknya.” (HR. An-Nasa’i. Dishahihkan oleh Syekh al-Albani)
Al-Hafizh
Ibnu Hajar dalam kitab Bulughul Maram mengatakan bahwa Hadits ini dikeluarkan
oleh lima Imam hadits. Imam An-Nasai dan Tirmidzi berpendapat bahwa hadits ini mauquf.
Yaitu hanya sampai pada sahabat. Namun hadits ini dishahihkan secara marfu oleh
Imam Ibnu Khuzaimah dan Imam Ibnu Hibban. Yaitu sampai pada Nabi shallallahu
alaihi wa sallam.
Imam
at-Tirmidzi mengatakan bahwa makna hadits tersebut menurut ahli ilmu adalah
niat puasa Ramadhan, atau niat puasa qadha Ramadhan, atau puasa nazar, jika
tidak diniatkan sejak malam hari maka itu tidak diperbolehkan.
Dalam
riwayat ad-Daruquthni disebutkan:
لاَ صِيَامَ لِمَنْ لَمْ يُوَرِّضْهُ قَبْلَ الْفَجْرِ
“Tidak ada
puasa bagi yang tidak berniat ketika malam hari.”
Adapun untuk
niat melaksanakan puasa sunnah, seperti niat puasa Senin Kamis, puasa Dawud,
dan puasa sunnah lainnya tidak diharuskan berniat sejak malam hari. Hal ini
berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim berikut:
عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ قَالَتْ: دَخَلَ عَلَىَّ
النَّبِىُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ فَقَالَ « هَلْ
عِنْدَكُمْ شَىْءٌ ». فَقُلْنَا لاَ. قَالَ « فَإِنِّى إِذًا صَائِمٌ ». ثُمَّ
أَتَانَا يَوْمًا آخَرَ فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ أُهْدِىَ لَنَا حَيْسٌ.
فَقَالَ « أَرِينِيهِ فَلَقَدْ أَصْبَحْتُ صَائِمًا ». فَأَكَلَ.
Aisyah Ummul
Mukminin radhiallahu anha berkata, “Nabi shallallahu alaihi wa sallam
pernah menemuiku pada suatu hari lantas beliau bersabda, “Apakah kalian
memiliki sesuatu untuk dimakan?” Kami menjawab, “Tidak ada.” Beliau bersabda,
“Kalau begitu saya puasa sekarang.” Kemudian di hari lain beliau menemui kami,
lalu kami katakan pada beliau, “Kami baru saja dihadiahkan Hais (jenis makanan
berisi campuran kurma, samin, dan tepung).” Lantas beliau bersabda, “Berikan
makanan tersebut padaku, padahal tadi pagi aku sudah berniat puasa.” Lalu
beliau shalallahu alaihi wasallam memakannya.
Imam
at-Tirmidzi dalam kitab Sunan-nya mengatakan; ..adapun niat puasa sunnah maka
tidak mengapa niatnya ketika sudah masuk waktu pagi. Ini merupakan pendapat
Imam asy-Syafi’i, Imam Ahmad, dan Imam Ishak.
Dalam penerapannya,
niat suatu ibadah tidak diucapkan dengan lafaz-lafaz tertentu. Karena niat
letaknya di dalam hati. Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam dan
para shahabatnya pun tidak melafazkan niat dalam setiap ibadahnya.
Artikel Terkait:
EmoticonEmoticon