Hukum Memakan Monyet dan Memperjualbelikannya

April 15, 2017

Pertanyaan:
Assalamualaikum, mau tanya;
Apa hukum memakan daging monyet? Soalnya di daerah tempat  saya tinggal ada tetangga yang hobi berburu monyet. Sering dapet monyet langsung dijdikan lauk. Saya sekeluarga jadi ilfil dengan tetangga tersebut. makasih sebelumnya.. Wasallam.

Jawab:
Islam melarang memakan binatang buas dan binatang yang buruk. Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
“Setiap binatang buas yang bertaring, maka memakannya adalah haram.” (HR. Muslim, no. 1933. Shahih).

Hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma; ia berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alayihi wa sallam melarang memakan setiap binatang buas yang bertaring dan setiap burung yang bercakar.” (HR. Muslim, Abu Dawud dan an-Nasa’i)

Maksud burung yang bercakar adalah cakar yang digunakan untuk memangsa. Sebab, sebagaimana dimaklumi, tidaklah disebut burung bercakar oleh bangsa Arab kecuali burung yang memangsa dengan cakarnya. Adapun ayam, burung-burung kecil, merpati dan semua burung yang tidak memangsa dengan cakarnya tidaklah disebut burung bercakar, menurut bahasa.

Kembali ke masalah monyet..
Para ulama berpendapat bahwa monyet termasuk ke dalam binatang buas. Terlebih lagi monyet adalah binatang yang kotor (khabits). Maka memakannya adalah haram.

Ibnu Qudamah menyebutkan dalam Al-Mughni:
‘Umar, ‘Atha’, Mujahid, Makhul, Al Hasan Al Bashri melarang memakan monyet dan tidak boleh memperjual belikan binatang tersebut.

“Aku tidak mengetahui di antara para ulama ada yang menyelisihi pendapat bahwa monyet tidak boleh dimakan dan tidak boleh diperjual belikan.” (Ibnu ‘Abdil Barr)

Diriwayatkan dari Asy-Sya’bi bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang (mengonsumsi) daging monyet.

Kesimpulannya; bahwa monyet haram untuk dimakan dan diperjualbelikan. Karena monyet termasuk binatang buas sehingga binatang tersebut termasuk dalam keumuman hadits larangan memakan hewan buas. Terlebih lagi monyet adalah binatang yang buruk sehingga monyet termasuk binatang yang khabits (kotor) dan diharamkan untuk dimakan.” (Al-Mughni, terbitan Darul Fikr, 11:66)
Wallahu a’lam..

Sumber:
Kitab Shahih Fiqih Sunnah, Abu Malik Kamal As-Sayyid Salim
Rumaysho.com


Artikel Lainnya:

Informasi-informasi:

Artikel Terkait

Previous
Next Post »