Umar Bin Abdul Aziz rohimahulloh

Desember 13, 2015

Kilas-Kilas Peristiwa Menakjubkan Dalam Hidupnya
“Dikalangan para ulama, Umar Bin Abdul Aziz rohimahulloh dianggap termasuk golongan para ulama yang mengamalkan ilmunya, bahkan tergolong salah seorang dari Al-Khulafaa Ar-Rasyiduun…” ~ (Adz-Dzahabi) ~
Kisah tentang khalifah yang ahli ibadah, zuhud, dan khalifah rasyidah yang kelima lebih harum dari aroma misik dan lebih asri dari indahnya taman bunga. Perilakunya yang mengagumkan laksana taman yang harum semerbak, dimanapun engkau singgah di dalamnya yang ada hanyalah sejuknya suasana, bunga-bunga yang elok dipAndang mata, buah-buah masak yang lezat rasanya.
Kalaupun kami tidak sanggup untuk memaparkan seluruh perjalanan hidup yang tercatat dalam sejarah hal itu tidak menghalangi kami untuk memetik setangkai bunga di dalam tamannya, atau mengambil sebagian cahayanya sebagai lentera. Karena ma laa yudraku kulluhu laa yutraku ba’dhuhu, apa yang tidak bisa diambil seluruhnya, janganlah ditinggalkan sebagian yang dapat diambil.
Akan saya ajak Anda untuk berbagi cerita tentang Umar Bin Abdul Aziz dalam tiga peristiwa.
*****
Peristiwa pertama diriwayatkan oleh Salman Bin Dinar rohimahulloh, seorang ‘alim di Madinah, seorang qadhi dan syaikh penduduk Madinah, beliau bercerita:
Aku mendatangi khalifah muslimin Umar Bin Abdul Aziz takala beliau berada di Khunashirah, tempat pemerah susu. Sudah lama aku tidak berjumpa dengan beliau. Aku mendapatkan beliau berada di depan pintu. Hanya saja aku sudah tidak mengenalnya lagi lantaran banyak perubahan kondisi pada diri beliau dibandingkan ketika bertemu denganku di Madinah yang ketika itu beliau menjadi Gubernur di sana. Beliau menyambut kedatanganku dan berkata, “Mendekatlah kepadaku, wahai Abu Hazim!”
Ketika aku mendekat, aku berkata, “Bukankah Anda Amirul Mukminin Umar Bin Abdul Aziz?”
Beliau berkata, “Benar!”
Aku bertanya heran, “Apa yang menyebabkan Anda berubah?! Bukankah wajah Anda dahulu tampan? Kulit Anda halus? Hidup Anda kecukupan?!”
Beliau menjawab, “Memang aku telah berubah..??!!”
Aku berkata, “Lantas apa yang menyebabkan Anda berubah padahal Anda telah menguasai emas dan perak dan Anda telah diangkat menjadi Amirul Mukminin?”
Beliau balik bertanya, “Apanya yang berubah pada diriku, wahai Abu Hazim?!”
Aku katakan, “Tubuh Anda menjadi kurus kering, kulit Anda yang halus menjadi kasar, dan wajah Anda yang tampan menjadi pucat, bening kedua mata Anda telah meredup.”
Tiba-tiba saja beliau mengis dan berkata, “Bagaimana halnya jika engkau melihatku setelah tiga hari di kuburan, mungkin kedua mataku telah melorat di pipiku... perutku telah terburai isinya... ulat-ulat tanah menggerogoti sekujur badanku dengan lahapnya. Sungguh, jika engkau melihatku ketika itu, wahai Abu Hazim, tentulah lebih tak mengenaliku lagi dari hari ini.”
Kemudian beliau menoleh kepadaku seraya bertanya, “Ingatkah Anda akan suatu hadits yang pernah Anda bacakan kepadaku sewaktu di Madinah wahai Abu Hazim?!”
Aku berkata, “Aku telah menyampaikan banyak hadits, wahai Amirul Mukminin, lantas hadits manakah yang Anda maksud?”
Beliau menjawab, “Yakni hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah.”
Lalu aku berkata, “Benar, aku masih mengingatnya, wahai Amirul Mukminin.”
Beliau berkata, “Ulangilah hadits itu untukku, karena saya ingin mendengarnya dari Anda!”
Lalu aku berkata, “Aku telah mendengar Abu Hurairah berkata, ‘Aku mendengar Rasululloh shollallohu ‘alayhi wa sallam bersabda:
Sesungguhnya di hadapan kalian terhampar rintangan yang terjal, sangat berbahaya, tidak ada yang melewatinya dengan selamat melainkan orang yang kuat tubuhnya (untuk ibadah dan jihad).’
Lalu menangislah Umar dengan tangisan yang mengharukan, aku khawatir jika tangisan tersebut memecahkan hatinya. Kemudian beliau mengusap air matanya lalu menoleh kepadaku seraya berkata: “Apakah Anda sudi menegurku, wahai Abu Hazim bila aku berleha-leha dalam mendaki rintangan yang terjal tersebut agar aku dapat selamat darinya? Karena aku tidak yakin jika aku akan berhasil.”
******
Adapun peristiwa kedua dalam kehidupan Umar, Ath-Thabari telah mengisahkan kepada kita dari Thufail bin Mirdas rohimahulloh, dia berkata:
“Sesungguhnya Amirul Mukminin Umar Bin Abdul Aziz ketika diangkat menjadi khalifah beliau menulis surat untuk Sulaiman bin Abi As-Sari, gubernur beliau di Shugdi yang isinya: ‘Buatlah di negerimu pondok-pondok untuk menjamu kaum muslimin. Jika salah seorang di antara mereka lewat, maka jamulah ia sehari semalam, perbaguslah keadaannya dan rawatlah kendaraannya. Jika ia mengeluhkan kesusahan, maka perintahkan pegawaimu untuk menjamunya selama dua hari dan bantulah ia keluar dari kesusahannya.Jika tersesat di jalan, tidak ada penolong baginya dan tidak ada kendaraan yang bisa dia tunggangi, maka berikanlah kepada dia sesuatu yang menjadi kebutuhannya hingga ia bisa kembali ke negerinya.”
Maka sang gubernur segera mewujudkan perintah Amirul Mukminin. Dia membangun pondok-pondok sebagaimana yang diperintahkan Amirul Mukminin untuk disediakan bagi kaum muslimin. Maka tersebarlah berita tersebut di segala penjuru. Orang-orang dari belahan bumi Islam di barat dan di timur ramai membicarakannya dan menyebut-nyebut keadilan Khalifah dan ketakwaannya.
Mendengar hal itu penduduk Samarkand tidak menyia-nyiakn kesempatan tersebut, hingga mereka mendatangi gubernur mereka Sulaiman bin Abi As-Sari dan berkata: “Sesungguhnya pendahulu Anda yang bernama Qutaibah bin Muslim Al-Bahili telah merampas negeri kami tanpa memberikan peringatan (dakwah) terlebih dahulu, dia tidak sebagaimana yang kalian lakukan –wahai kaum muslimin- yakni memberikan peringatan sebelum memerangi. Yang kami tahu, kalian menyeru musuh-musuh agar mau masuk Islam terlebih dahulu. Jika mereka menolak kalian menyuruh mereka membayar jizyah. Jika mereka menolaknya barulah kalian mengumumkan perang.
Sesungguhnya kami melihat keadilan Khalifah Anda dan ketakwaannya sehingga kami berhasrat untuk mengadukan kepada kalian tentang pasukan kalian dan kami meminta tolong kepda kalian atas apa yang telah dilakukan salah seorang panglima perang kalian terhadap kami. Maka izinkanlah, wahai Amir, kami untuk mengadukan kezhaliman yang telah kami rasakan kepada beliau. Jika kami memang memiliki hak untuk itu, maka berikanlah untuk kami, namun jika tidak, kami akan pulang kembali ke asal kami.
Kemudian Sulaiman mengizinkan salah seorang dari mereka menjadi wakil untuk menemui Khalifah di negeri Damsyik. Ketika utusan tersebut sampai di rumah Khalifah dan mengadukan persoalan mereka kepada Khalifah muslimin Umar Bin Abdul Aziz, maka Khalifah menulis surat untuk gubernurnya Sulaiman bin Abi As-Sari yang isinya antara lain”
Amma ba’du. Jika telah sampai kepada Anda surat ini, maka sediakanlah seorang qadhi untuk penduduk Samarkand yang akan mempelajari pengaduan mereka. Jika qadhi itu memutuskan bahwa kebenaran di pihak mereka, maka perintahkan kepada seluruh pasukan kaum muslimin untuk meninggalkan kota mereka. Ajaklah kaum muslimin yang tinggal bersama mereka untuk segera kembali ke negeri mereka. Lalu kembalikanlah keadaan sebelum Qutaibah bin Muslim Al-Bahili masih di negeri mereka.”
Takala utusan sampai kepada Sulaiman bin Abi As-Sariy dan diserahkan surat dari Amirul Mukminin kepada beliau, segera gubernur menunjuk seorang qadhi yang terkemuka Jumai’ bin Hadhir An-Naji.
Sang qadhi mempelajari pengaduan mereka, beliau meminta agar mereka menceritakan hal ihwal mereka, juga mendengar kesaksian dari beberapa saksi dari pasukan muslim dan pemuka penduduk Samarkand. Maka sang qadhi membenarkan tuduhan penduduk Samarkand dan memenangkan urusan di pihak mereka.
Seketika itu juga, gubernur memerintahkan kepada seluruh pasukan kaum muslimin untuk meninggalkan kota Samarkand dan kembali ke markas-markas mereka, namun tetap bersiap-siap berjihad pada kesempatan lain. Mungkin akan kembali memasuki negeri mereka dengan damai, atau akan mengalahkan mereka dengan peperangan, atau bisa jadi pula bukan takdirnya untuk menaklukan mereka.
Ketika para pemuka kaum Samarkand mendengar keputusan sang qadhi yang memenangkan urusan mereka, masing-masing saling berbisik satu sama lain: “Celaka, kalian telah bercampur baur dengan kaum muslimin dan tinggal bersama mereka, sedangkan kalian mengetahui kepribadian, kedilan dan kejujuran mereka sebagaimana yang kalian lihat, mintalah agar mereka tetap tinggal bersama kalian, bergaullah kepada mereka dengan baik, dan berbahagialah kalian tinggal bersama mereka…”
*****
Adapun peristiwa ketiga yang dialami oleh Umar Bin Abdul Aziz telah diceritakan kepada kita oleh Ibnu Abdil Hakam di dalam kitabnya yang berharga Sirah Umar bin Abdul Aziz (perjalanan hidup Umar bin Abdul Aziz). Beliau berkata:
“Ketika Umar menjelang wafat, masuklah Maslamah bin Abdul Malik dan berkata, “Sesungguhnya Anda wahai Amirul Mukminin, melarang anak-anak Anda mendapatkan harta yang ada ini. Maka alangkah baiknya jika Anda mewasiatkan kepadaku atau orang yang Anda percaya di antara keluarga Anda untuk anak-anak Anda.”
Ketika dia telah selesai berbicara, Umar berkata, “Tolong dudukkanlah aku!”
Maka mereka pun mendudukkan beliau, lalu beliau berkata, “Sungguh aku mendengar apa yang Anda katakan, wahai Maslamah, adapun perkataanmu bahwa aku melarang anak-anak untuk mendapat bagian harta yang memeng bukan hak mereka. Adapun ucapanmu: ‘Alangkah baiknya jika Anda mewasiatkan kepadaku atau orang yang Anda percaya di antara keluarga Anda untuk (menanggung) anak-anak Anda,’ maka sesungguhnya wasiatku untuk anak-anakku hanyalah Alloh yang telah menurunkan Al-Kitab dengan benar, Dia-lah yang melindungi orang-orang yang shalih.
Ketahuilah, wahai Maslamah! Bahwa anak-anakku hanyalah satu di antara dua, apakah dia seorang yang shalih dan bertakwa sehingga Alloh akan mencukupi mereka dengan karunia-Nya dan Dia menjadikan jalan keluar bagi kesulitan mereka. Ataukah dia anak durhaka yang berkubang dengan maksiat, sedangkan sekai-kali aku tidak mau menjadi orang yang membantunya dengan harta untuk bermaksiat kepada Alloh.”
Kemudian beliau berkata, “Panggil anak-anakku!”
Mereka pun memanggil anak-anak Amirul Mukminin yang berjumlah belasan anak. Begitu melihat mereka, meneteslah air mata beliau seraya berkata, “Aku tinggalkan mereka dalam keadaan miskin tak memiliki apa-apa.”
Beliau tanpa bersuara kemudian menoleh ke arah mereka dan berkata, “Wahai anak-anakku, aku telah meninggalkan kepada kalian kebaikan yang banyak. Sesungguhnya ketika kalian melewati seorang muslim atau ahli dzimmah mereka melihat bahwa kalian memiliki hak atas mereka. Wahai anak-anakku, sesungguhnya di hadapan kalian terpampang dua pilihan. Apakah kalian hidup berkecukupan, namun ayah kalian masuk neraka, ataukah kalian dalam keadaan fakir, namun ayahmu masuk surga. Aku percaya bahwa kalian lebuh memilih jika ayah kalian selamat dari neraka daripada kalian hidup kaya raya.”
Kemudian beliau melihat ke arah mereka dengan pandangan kasih sayang seraya berkata, “Berdirilah kalian, semoga Alloh menjaga kalian, berdirilah kalian, semoga Alloh memberikan rezeki kepada kalian.”
Lalu Maslamah menoleh kepada beliau dan berkata, “Aku memiliki sesuatu yang lebih baik dari itu, wahai Amirul Mukminin!”
Umar bertanya, “Apakah itu, wahai Maslamah?”
Maslamah berkata, “Aku memiliki 300.000 dinar. Aku ingin menghadiahkan kepada Anda lalu bagilah untuk mereka, atau sedekahkanlah jika Anda menghendaki.”
Namun Umar berkata, “Apakah kau ingin yang lebih baik lagi dari usulmu itu, wahai Maslamah?”
Maslamah berkata, “Apakah itu, wahai Amirul Mukminin?”
Beliau menjawab, “Engkau kembalikan dari siapa barang tersebut diambil, karena engkau tidak memiliki hak atas barang tersebut.”
Maka meneteslah air mata Maslamah seraya berkata, “Semoga Alloh merahmati Anda,wahai Amirul Mukminin baik tatkala hidup ataupun sesudah meninggal. Sungguh Anda melunakan hati yang keras di antara kami, mengingatkan yang lupa di antara kami. Anda akan senantiasa menjadi peringatan bagi kami.”
*****
Kemudian orang-orang mengikuti berita tentang anak-anak Umar sepeninggal beliau. Maka mereka melihat tak seorang pun di antara mereka yang hidup miskin dan meminta-minta. Sungguh benar firman Alloh:
Dan hendaklah takut kepada Alloh orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Alloh dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.”(QS. An-Nisa’: 9)

          Betapa mulia sosok kholifah Umar bin Abdul Aziz, semoga kita dapat mengambil pelajaran besar dari kisah-kisah tentang keagungan beliau. Aamiin.. 
Materi terkait:

Artikel Terkait

Previous
Next Post »