As-Sabiqun al-Awwalun (Orang-orang yang Petama-tama Masuk Islam)

Januari 14, 2014
·      
       Sudah sepantasnya jika seorang muslim lebih mencintai para shahabat Nabi daripada yang lainnya. Terlebih para shahabah yang mulia, yang memiliki peran besar dalam perjuangan Islam. Berikut saya tuliskan beberapa shahabat yang masuk Islam pada awal dakwah Rasululloh shalallohu 'alayhi wa sallam.

Merupakan hal yang wajar bila yang pertama-tama dilakukan oleh Rasululloh
shalallahu ‘alayhi wa sallam adalah menawarkan Islam kepada orang-orang yang hubungannya dekat dengan beliau, keluarga serta sahabat-sahabat karib beliau. Mereka semua didakwahi oleh beliau untuk memeluk Islam. Beliau juga mendakwahi setiap orang yang memiliki sifat baik dari mereka yang beliau kenal dan mereka yang sudah mengenal beilau. Beliau mengenal mereka sebagai orang-orang yang mencintai Alloh dan kebaikan, sedang mereka yang mengenal beliau shalallahu ‘alayhi wa sallam sebagai sosok yang selalu menjunjung tinggi nilai kejujuran dan keshalihan. Hasilnya, banyak di antara mereka –yang tidak sedikitpun digerayangi oleh keraguan terhadap keagungan, kebesaran jiwa Rasululloh serta kebenaran berita yang dibawanya- merespon dengan baik dakwah beliau. Dalam sejarah Islam mereka ini dikenal sebagai as-Sabiquun al-Awwallun (orang yang paling dahulu dan pertama masuk Islam). Di barisan depan terdaftar istri Nabi shalallohu ‘alayhi wa sallam, Ummul Mukminin, Khadijah binti Khuwailid, disusul maula (mantan budak) beliau, Zaid bin Haritsah bin Syarahil al Kalbi (anak angkat Rasululloh), keponakan beliau, Ali bin Abi Thalib yang ketika itu masih kanak-kanak dan hidup di bawah asuhan beliau, serta sahabat karib beliau, Abu Bakar ash-Shiddiq. Mereka semua memeluk Islam pada permulaan dakwah.

Kemudian, Abu Bakar dengan sangat giat mengajak orang-orang kepada agama Islam. Beliau merupakan sosok laki-laki
yang lembut, disenangi, luwes dan berbudi luhur serta suka berbuat baik. Para tokoh kaumnya selalu mengunjunginya dan sudah tidak asing dengan kepribadiannya karena keintelakan, kesuksesan dalam berbisnis dan pergaulannya yang luwes. Beliau terus berdakwah kepada orang-orang dari kaumnya yang dia percayai dan selalu berinteraksi dan bermajelis dengannya. Berkat hal itu, maka masuk Islamlah Ustman bin Affan al-Umawi, az-Zubair bin al-Awwam al Asadi, Abdurrahman bin Auf az-Zuhri, Sa’d bin Abi Waqqash az-Zuhri dan Thalhah bin Ubaidillah at-Taimin. Kedelapan orang inilah yang terlebih dahulu masuk Islam serta merupakan gelombang pertama dan garda Islam.

Di antara orang-orang yang pertama lainnya yang masuk Islam adalah Bilal bin Rabah al-Habasyi, kemudian diikuti oleh amin(kepercayaan ummat ini) , Abu Ubaidah, nama beliau adalah Amin bin al-Jarrah, beliau berasal dari suku Bani al-Harits bin Fihr. Selanjutnya menyusul keduanya, Abu Salamah bin Abdul Asad, al-Arqam bin Abil Arqam (keduanya berasal dari suku Makhzum), Utsman bin Mazh’um –dan kedua saudaranya, Qudamah dan Abdulloh, Ubaid bin al-Harits dan istrinya, Fathimah binti al-Khaththab al-Adawiyah –saudara perempuan Umar bin al-Khaththab-, Khabbab bin al-Arat, Abdulloh bin Mas’ud al-Huzali serta banyak lagi selain mereka. Mereka itulah yang dinamakan as-Sabiqun al-Awwalun. Mereka terdiri dari semua marga Quraisy yang ada, bahkan Ibnu Hisyam menjumlahkannya lebih dari 40 orang.[1] Namun, dalam penyebutan sebagian dari nama-nama tersebut masih perlu diteliti kembali.

Ibnu Ishaq berkata, “… Kemudian banyak orang yang masuk Islam secara berbondong-bondong, baik laki-laki maupun wanita sampai akhirnya tersiarlah gaung “Islam” di seantero Makkah dan mulai menjadi bahan perbinangan banyak orang.

Mereka semua masuk Islam secara sembunyi-sembunyi. Dan cara yang sama pun dilakukan oleh Rasululloh shalalloh ‘alayhi wa sallam dalam pertemuan dan pengarahan agama yang beliau berikan, karena dakwah ketika itu masih bersifat individu dan sembunyi-sembunyi. Sementara wahyu sudah turun secara berkesinambungan dan memuncak setelah turunnya permulaan surat al-Mudatstsir. Ayat-ayat dan penggalan-penggalan surat yang turun pada fase ini merupakan ayat-ayat pendek, yang berakhiran indah dan kokoh, berintonasi menyejukkan dan memikat, tertata bersama suasana yang begitu lembut dan halus. Ayat-ayat tersebut berbicara tentang memperbaiki penyucian diri (tazkiyatun nufus), mencela pengotorannya dengan gemerlap duniawi serta melukiskan surga dan neraka dengan begitu jelas, seakan-akan terlihat di depan mata. Di samping menggiring kaum Mukminin ke dalam suasana yang lain dari kondisi komunitas sosial kala itu.



[1] Lihat sunan Ibnu Hisyam, I/145-262

Artikel Terkait

Previous
Next Post »