Syariat datang dengan hukum yang
telah sempurna bagi seluruh manusia. Sehingga permasalahan halal maupun haram
telah jelas kaidah-kaidah penetapannya. Menghukumi sesuatu halal ataupun haram
wajib berdasarkan dalil syar'i dan ilmu yang terang.
Sebelum kita masuk ke dalam
pembahasan ada hal penting yang perlu dipahami sebagai berikut,
Hukum-hukum syariat dibagi menjadi
2 macam :
1. Hukum Ibadah (mahdhoh) seperti
sholat, puasa, zakat dll. Ibadah ini bersifat tauqify, penetapannya harus
berdasarkan dalil Al Qur'an dan petujuk Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa
sallam. Sebagaimana Rasulullah bersabda,
“Barang siapa yang melakukan suatu
amalan yang tidak ada perintahnya dari Kami maka ia tertolak.” (HR.Muslim)
2. Hukum di luar ibadah secaa umum
(ghoiru mahdhoh), hal-hal yang bersifat kebiasaan sehari-hari yang tidak secara
detail dijelaskan dalam nash-nash syar’i. Dalam hal ini maka kita kembali
kepada kaidah fiqhiyyah, “Asal segala sesuatu adalah boleh (mubah).”
Pembahasan kita kali ini seputar
hukum demonstrasi masuk kedalam jenis hukum pada point yang kedua.
Demonstrasi atau dalam bahasa arab
disebut muzhaharah secara bahasa dalam kamus Al Muhith disebutkan bermakna
zhuhur (nampak ), menampakkan,
memperjelas dan ta’awun (saling tolong menolong). Dalam Mu'jam Al
Wasith, muzhaharah bermakna mengumumkan pendapat secara berjamaah
(bersama-sama). Dari makna secara bahasa terkumpul 2 sifat yaitu zhuhur
(nampak) dan ta'awun (saling tolong menolong), tentu keduanya merupakan sifat
yang terpuji sebagaimana disyariatkannya berdakwah untuk menghilangkan
kezhaliman dan menuntut adanya keadilan.
Untuk itu, secara syar'i hukum
demonstrasi perlu perincian, berikut rinciannya :
1. Secara umum hukum muzhaharah
adalah boleh (mubah) sebagaimana kaidah fiqhiyyah yang telah disampaikan di
atas. Kaidah fiqhiyyah ini dirumuskan berdasarkan nash-nash syar'i baik yang
umum maupun yang khusus. Dalam sebuah hadits Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma
berkata,"Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam diutus oleh
Alloh dan diturunkan Al Kitab (wahyu), apa yang telah dihalalkan maka ia halal,
apa yang telah diharamkan maka ia haram, sedang apa yang Dia diamkan,
dimaafkan." (HR. Daruqutni, Hakim dan Thabrani)
Rasulullah shallallahu ‘alayhi
wa sallam bersabda “Mudahkanlah, dan jangan mempersulit. Berilah kabar
gembira, jangan membuat mereka lari dari kebenaran.” (HR. Bukhari)
Allah telah menetapkan bahwa agama
ini mudah. Maka sebagai muslim yang baik, tak sepantasnya kita mempersulit
dengan mengharamkan hal-hal yang Allah berikan keringanan padanya. Allah subhanahu
wa ta’ala berfirman,
“Allah menghendaki kemudahan bagimu
dan tidak menghendaki kesusahan bagimu.” (Al Baqoroh 185)
2. Demonstrasi adalah sarana untuk
mencapai sebuah maslahat, ia adalah alat bukan tujuan utama. Maka dalam
menghukuminya, ia ditetapkan sebagaimana kita menghukumi tujuannya. Karena
sarana dihukumi sesuai dengan hukum tujuan. Sedangkan demonstrasi ditujukan
untuk menolak kezhaliman para pemimpin di tengah manusia, dan inilah misi yang
dipegang para Nabi ‘alayhimussalam. Allah subhanau wa ta’ala berfirman,
“Sungguh Kami telah mengutus
rasul-rasul Kami dengan bukti yang nyata, dan Kami turunkan bersama mereka Al
Kitab dan neraca keadilan.”(Al Hadid 25)
Keadilan adalah fitrah yang
diinginkan setiap manusia. Jika tujuan demonstrasi adalah mencapai keadilan,
dan demi tegaknya amar ma’ruf nahi munkar di tengah manusia, maka jelaslah
kebolehan demonstrasi. Bahkan jika tujuan tegaknya keadilan membutuhkan aksi
demontrasi, maka menjadi wajib hukumnya
mengambil sarana ini.
3. Demonstrasi sebagaimana telah
disebutkan merupakan ibadah yang tidak dihukumi secara rinci dalam nash-nash
syar’i. Jika kemunkaran telah nampak jelas, sedangkan banyak hal-hal wajib yang
diselewengkan maka dibutuhkan sarana yang dibolehkan untuk menghilangkan
kebathilan dan demonstrasi termasuk di dalamnya. Ia menjadi sarana yang
dibolehkan karena tujuannya yang sangat penting bagi kemaslahatan umat. Ia
dijadikan sarana untuk menyampaikan aspirasi rakyat di tengah penguasa zhalim
dan otoriter.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,”
Tetapi orang-orang yang membela diri setelah didzalimi, tidak ada alasan untuk
menyalahkan mereka.”(Asy Syura 41).
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma dalam
menafsirkan ayat di atas menyatakan,”Tidak ada dosa bagi mereka ketika mereka
mengalahkan orang-orang yang menzhalimi mereka.”. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman
dalam ayat lain, “Allah tidak menyukai perkataan yang buruk secara terus terang
kecuali oleh orang-orang yang dizhalimi.” (An Nisa’ 48)
Di dalam ayat tersebut Allah
mengecualikan perkataan buruk bagi orang-orang yang dizhalimi, padahal
demonstrasi juga dilakukan menggunakan perkataan-perkataan baik.
Ibnu Abbas RA meriwayatkan, seorang
lelaki mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam dan mengadukan
kezhaliman tetangganya. Maka Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam memerintahkan
untuk mengeluarkan barang-barangnya ke depan rumah. Maka lelaki tersebut
melakukan apa yang diperintahkan Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam.
Melihat hal tersebut orang-orang bertanya mengapa ia melakukan hal tersebut.
Maka lelaki tersebut menjelaskan kezhaliman yang menimpanya. Orang-orang yang
lewat pun mencela perbuatan sang tetangga yang telah berbuat zhalim. Maka
tetangga yang zhalim itu memanggilnya dan berkata,”Pulanglah aku tak akan
menyakitimu lagi.” (HR. Abu Dawud dan Al Bazzar)
Rasulullah shallallahu ‘alayhi
wa sallam menolong lelaki tersebut dari kezhaliman tetangganya, maka para
pemimpin yang zhalim lebih berhak dituntut keadilannya oleh rakyatnya.
4. Beberapa tahun terakhir
negara-negara Arab banyak dipimpin para rezim otoriter. Rezim otoriter
melakukan kezhaliman di mana-mana, banyak hak-hak rakyat yang tidak mereka
tunaikan. Bahkan kewajiban-kewajiban dan
syiar-syiar Islam banyak tersisihkan.
Berbagai macam nasehat dan khutbah
disampaikan untuk para rezim otoriter, namun tak ada yang mengambil pelajaran.
Surat-surat pun telah dikirim, berbagai macam nasehat lewat media sosial telah
dilayangkan namun tak juga membuahkan hasil. Sampai akhirnya mereka melakukan
aksi demonstrasi damai yang dapat menuntut keadilan bagi rakyat. Hingga
runtuhlah beberapa rezim otoriter yang telah memimpin berpuluh-puluh tahun. Dan
rakyat pun dapat merasakan keadilan kembali di tengah mereka.
5. Jika ada yang berhujjah bahwa
demonstrasi menyebabkan kekacauan, maka kami sampaikan bahwa hujjah ini bathil.
Demonstrasi yang kami maksud adalah aksi damai turun ke jalan, bahkan
demonstrasi dilaksanakan di bawah pengawasan para polisi. Kami sama sekali tak
menghendaki kekacauan lewat demonstrasi ini.
6. Kebebasan mengeluarkan pendapat
adalah hak setiap orang. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,” Dia
menciptakan manusia. Mengajarinya pandai berbicara.” (Ar Rahman 3-4)
Merupakan hak bagi setiap manusia
untuk berpendapat, maka melarangnya adalah bentuk kezhaliman. Manusia lahir
dalam keadaan merdeka, maka tak ada yang boleh membatasi kebebasannya kecuali
penghambaannya terhadap Rabbnya.
7. Haruskan izin penguasa ? Maka
pengusa seperti apakah yang di maksud ?, jika pengusa adalah sosok yang
menyebabkan tersebarnya kerusakan di tengah manusia, tidak berhukum kepada
hukum Allah dan RasulNya, tidak menegakkan keadilan dan tidak menjalankan
kekuasaan dengan amanah, maka ada sebuah kisah, pada abad 5 H, Imam Zamakhsyari
menganggap pengusa zhalim saat itu sebagai,”pencuri yang menang”, meskipun
mereka masih menetapkan hukum Allah. Bagaimana jika ia melihat pemimpin masa
kini ? Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda,”Tidak ada
ketaatan kepada makhluq yang bermaksiat pada sang Khaliq, sungguh ketaatan
hanya kepada yang ma'ruf.” (HR. Ahmad).
8. Nahi munkar kepada penguasa yang
banyak melakukan kemungkaran adalah kewajiban bagi Umat atau rakyat.
Allah shallallahu ‘alayhi wa
sallam berfirman,"Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil
dengan lisan Daud dan Isa putera Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka
durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang
tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu
mereka perbuat itu." (Al Maidah 78-79)
Diriwayatkan dari Abu Bakar Ash
Shidiq radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam
bersabda, "Sesungguhnya manusia jika mereka menyaksikan kemungkaran, lalu
mereka tidak berupaya menghentikannya, maka dikhawatirkan Allah akan
menjatuhkan hukuman kepada mereka semua" (HR. Abu Dawud).
Siapakah manusia yang dimaksud
dalam hadits? Mereka adalah rakyat, para tokoh dan Ulama yang memimpin mereka.
9. Demonstrasi adalah konsep yang
diterima semua kalangan, diterima aturan syar’i, bahkan undang-undang buatan
manusia.
***********************
Disarikan dari penjelasan Syaikh
Sulaiman Ar Rasyudi Hafidzahullah.
Oleh : Forum Dakwah Kampus (FDK)
Muslimah Hawary
LIPIA-Jakarta
Untuk penjelasan lebih lengkap
silahkan klik link Youtube ini https://youtu.be/JY8y6hIalig
************************
Artikel Terkait:
1 komentar:
Write komentarIzin share tadz
ReplyEmoticonEmoticon