Bismillahirrahmanirrahim
Sehubungan dengan pernyataan
Gubernur Provinsi DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama di Kabupaten Kepulauan
Seribu pada hari Selasa, 27 September 2016 yang antara lain menyatakan, _”…
Jadi jangan percaya sama orang, kan bisa aja dalam hati kecil bapak ibu nggak
bisa pilih saya, ya kan. Dibohongin pakai surat al Maidah 51, macem-macem itu.
Itu hak bapak ibu, jadi bapak ibu perasaan nggak bisa pilih nih karena saya
takut masuk neraka, dibodohin gitu ya..”_ yang telah meresahkan masyarakat,
maka Majelis Ulama Indonesia, setelah melakukan pengkajian, menyampaikan sikap
keagamaan sebagai berikut:
1. Al-Quran surah al-Maidah ayat 51
secara eksplisit berisi larangan menjadikan Yahudi dan Nasrani sebagai
pemimpin. Ayat ini menjadi salah satu dalil larangan menjadikan non Muslim
sebagai pemimpin.
2. Ulama wajib menyampaikan isi
surah al-Maidah ayat 51 kepada umat Islam bahwa memilih pemimpin muslim adalah
wajib.
3. Setiap orang Islam wajib
meyakini kebenaran isi surah al-Maidah ayat 51 sebagai panduan dalam memilih
pemimpin.
4. Menyatakan bahwa kandungan surah
al-Maidah ayat 51 yang berisi larangan
menjadikan Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin adalah sebuah kebohongan,
*hukumnya haram dan termasuk penodaan terhadap Al-Quran*.
5. Menyatakan bohong terhadap ulama
yang menyampaikan dalil surah al-Maidah ayat
51 tentang larangan menjadikan nonmuslim sebagai pemimpin adalah
penghinaan terhadap ulama dan umat Islam.
Berdasarkan hal di atas, maka pernyataan
Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dikategorikan : (1) menghina Al-Quran dan atau,
(2) menghina ulama yang memiliki konsekuensi hukum.
Untuk itu Majelis Ulama Indonesia
merekomendasikan :
1. Pemerintah dan masyarakat wajib
menjaga harmoni kehidupan beragama, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
2. Pemerintah wajib mencegah setiap
penodaan dan penistaan Al-Quran dan agama Islam dengan tidak melakukan
pembiaran atas perbuatan tersebut.
3. Aparat penegak hukum wajib
menindak tegas setiap orang yang melakukan penodaan dan penistaan Al-Quran dan
ajaran agama Islam serta penghinaan terhadap ulama dan umat Islam sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. Aparat penegak hukum diminta
proaktif melakukan penegakan hukum secara tegas, cepat, proporsional, dan
profesional dengan memperhatikan rasa keadilan masyarakat, agar masyarakat
memiliki kepercayaan terhadap penegakan hukum.
5. Masyarakat diminta untuk tetap
tenang dan tidak melakukan aksi main hakim sendiri serta menyerahkan
penanganannya kepada aparat penegak hukum, di samping tetap mengawasi aktivitas
penistaan agama dan melaporkan kepada yang berwenang.
Selasa, 11 Oktober 2016
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Ketua Umum
DR. KH. MA’RUF AMIN
Sekretaris Jenderal
DR. H. ANWAR ABBAS, MM, Mag
EmoticonEmoticon