Hidup Bukan Untuk Malas-malasan

Desember 05, 2016
Tujuan hidup manusia di muka bumi bukanlah untuk sekadar makan, minum dan bersenang-senang. Sebab jika demikian, kita tak ubahnya orang-orang kafir maupun binatang. Prioritas mereka dalam kehidupan ini hanyalah makan dan kesenangan hidup. Allah Subhanahu wa Ta’ala menggambarkan mereka dalam firman-Nya:
Dan orang-orang kafir itu bersenang-senang (di dunia) dan mereka makan seperti makannya binatang-binatang. Dan neraka adalah tempat tinggal mereka.” (QS. Muhammad: 2).

Tujuan keberadaan kita dan ditundukannya segala apa yang ada di bumi hanyalah untuk mewujudkan ibadah kepada Allah semata. Karenanya yang harus dilakukan adalah semaksimal mungkin menata waktu yang sangat terbatas agar selalu produktif dengan amal shalih. Itulah yang menyebabkan seseorang menempati posisi mulia di Surga.

Perlu difahami oleh anak-anak muda, setiap detik waktu yang terlewati akan sangat menentukan nasib kita di akhirat. Jika waktu yang sangat singkat itu dipenuhi sikap bermalas-malasan, maka hanya penyesalan di Hari Kiamat yang akan kita tuai. Penyesalan, saat itu, tak lagi bermanfaat. Mereka akan berteriak, “Duhai celaka! Sekiranya dulu di dunia aku memanfaatkan waktuku dengan sebaik-baiknya, mengisinya dengan amal shalih sebanyak mungkin niscaya nasibku tidak seperti sekarang.”.

Kehidupan manusia dibatasi oleh tahun, hari, bahkan detik. Kita tak mampu menambah atau mengurangi waktu barang sedetik saja. Sebesar apa pun tenaga yang dicurahkan untuk mengumpulkan kebaikan sebanyak-banyaknya, tetap saja jatah hidup kita di dunia ini dibatasi waktu. Umur umat Nabi Muhammad n  lebih singkat dibandingkan dengan usia umat-umat terdahulu. Nabi Shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda: “Usia umatku antara 60 sampai 70 (tahun). Sedikit di antara mereka yang melebihi batas itu.” (HR. Tirmidzi).

Usia produktif manusia tidak lebih dari 20 tahun seluruh umurnya. Setelah dikurangi sepertiganya untuk tidur, 15 tahun masa kanak-kanak, kurang lebih 2 tahun untuk makan dan minum, buang hajat dan urusan-urusan mendadak lainnya. Untuk itu diperlukan kesungguhan dalam memanfaatkan waktu-waktu yang tersedia dan tidak bermalas-malasan.

Islam sangat mencela sifat malas dan menyanjung sifat antusias dalam kebaikan. Karena dalam sifat malas terdapat banyak sekali keburukan dan kerugian.  Sedangkan dalam sifat antusias terdapat banyak sekali kebaikan dan keberuntungan. Orang yang mempunyai sifat malas akan kehilangan banyak sekali kesempatan beramal shalih sedangkan orang yang rajin dan bersemangat tidak akan membiarkan waktu dan kesempatannya hilang begitu saja.

Begitu buruknya sifat malas, sehingga Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa sallam selalu berlindung dari sifat tersebut. Anas bin Malik rahimahullah selalu mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa sallam berdo’a:
اللّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُبِكَ مِنَ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ، وَالْعَجْزِ وَالْكَسَلِ، وَالْبُخْلِ وَالْجُبْنِ، وَضَلَعِ الدَّيْنِ وَغَلَبَةِ الرِّجَالِ
“Ya Allah, Saya berlindung kepadaMu dari kesedihan dan kegelisahan. Dari ketidakmampuan dan kemalasan. Dari sifat pelit dan pengecut. Juga dari lilitan hutang dan paksaan orang-orang.” (HR. Al-Bukhari).

Selagi masih muda, selagi masih banyak kesempatan untuk memperbanyak bekal kembali kepada Allah, maka manfaatkanlah masa-masa ini dengan sebaik-baiknya. Tinggalkan kegiatan-kegiatan mubah yang tak bermanfaat dunia dan akhirat. Bersabarlah dalam menuntut ilmu dan beramal. Bergabunglah bersama komunitas orang-orang shalih sehingga setiap saat kita dapat meneladani mereka dalam amal kebajikan. Wallahu a’lam.

Artikel terkait:
Gaya Muda Islami (GAMIS)
Pendidikan Pemuda
Menumbuhkan Jiwa Kreatifitas
Harta Terpendam "Kisah Pemuda Kahfi"
Tinggalkan Kata "Nanti-nanti", Segera Kerjakan!!
Rajin Belajar Menyongsong Masa Depan
Pemuda Yang Tumbuh di Masjid
Jurus Ampuh Membentengi Diri Dari Narkoba
Hukum Narkoba

 Minyak Zaitun Ruqyah (MIZAR)


Artikel Terkait

Previous
Next Post »