KISAH NABI IBRAHIM

Februari 06, 2017
Nama dan Nasabnya
Ia adalah Ibrahim bin Tarikh (250) bin Nahur (148) bin Sarugh (230) bin Raghu (239) bin Faligh (439) bin Abir (464) bin Shalih (433) bin Arfakhsyadz (438) bin Sam (600) bin Nuh ‘Alayhissalam.

Demikian teks Ahli Kitab dalam Kitab Taurat. Usia mereka diketahui karena disebutkan di bawah setiap nama mereka dengan tulisan India, juga berdasarkan sejumlah sumber lain. Usia Nabi Nuh adalah 950 tahun.

Al Hafizh Ibnu Asakir menyebutkan dalam biografi Ibrahim Al-Khalil dalam kitab At-Tarikh, diriwayatkan dari Ishaq bin Bisyr Al-Khlili, pemilik kitab Al-Mabda’, nama ibu Ibrahim adalah Amilah. Ishaq bin Bisyr menyebutkan kisah kelahiran Ibrahim secara panjang lebar. Al-Kalbi menyatakan, “Nama ibu Ibrahim adalah Buna binti Karbita bin Karatsi, dari keturunan Arfakhsyadz bin Sam bin Nuh.

Ibnu Asakir meriwayatkan dari jalur berbeda dari Ikrimah, ia menyatakan, “Abu Ibrahim dipanggil dengan kuniah Abu Dhaifan.”.

Waktu dan Tempat Kelahiran Nabi Ibrahim
Para ahli sejarah menyebutkan, ketika usia Tarikh mencapai 75 tahun, ia memiliki anak Ibrahim, Nahur, dan Haran. Haran memiliki anak bernama Luth.

Menurut para ahli sejarah, Ibrahim adalah anak tengah. Haran meninggal dunia di tanah kelahirannya saat ayahnya masih hidup, yaitu kawasan keturunan Kaldan. Maksudnya negeri Babilon.

Inilah data yang shahih dan masyhur di kalangan para ahli biografi, sejarah dan peristiwa. Al-Hafizh Ibnu Asakir menyatakan riwayat ini shahih setelah menyabutkan riwayat dari jalur Hisyam bin Ammar, dari Walid, dari Sa’id bin Abdul ‘Aziz, dari Makhul, dari Ibnu Abbas, ia menyatakan, “Ibrahim lahir di Ghauthah, Damaskus, di sebuah perkampungan bernama Barazah, di pegunungan Qasiun.” Setelah itu Ibnu Asakir mengatakan, “Yang benar, Ibrahim lahir di Babilon. Adanya Ibrahim dikaitkan dengan kawasan tersebut, karena ia pernah shalat di sana saat datang untuk membantu Nabi Luth.”

Menikah dengan Sarah
Para ahlis sejarah menuturkan, Ibrahim menikah dengan Sarah dan Malik binti Haran. Maksudnya saudara sepupu Ibrahim.
Sarah mandul, tidak bisa mempunyai anak.

Tarikh (ayah Ibrahim) kemudian bermigrasi bersama anaknya, Ibrahim berserta istrinya, Sarah, dan keponakannya, Luth bin Haran, meinggalkan kawasan Kaldan menuju bumi Kan’an. Mereka singgah di Haran. Di sana, Tarikh meninggal dunia dalam usia 230 tahun. Ini menunjukkan, Ibrahim tidak dilahirkan di Haran, tetapi di bumi Kaldan, yaitu kawasan Babilon dan sekitarnya.

Menetap di Negeri Haran
Setelah singgah beberapa saat di Kaldan, mereka melanjutkan perjalanan menuju negeri Kan’an, yaitu di wilayah Baitul Maqdis. Mereka singgah di Haran, kawasan orang-orang Kaldan pada waktu itu. Mereka juga singgah di Jazirah Syam. Mereka menyembah tujuh bintang, dan orang-orang yang menghuni kota Damaskus juga memeluk agama yang sama. Mereka menghadap ke arah kutub selatan, menyembah tujuh bintang dengan berbagai macam ritual maupun ucapan. Karena itulah, di setiap tujuh pintu gerbang Damaskus kuno terdapat patung bintang tersebut. Mereka mengadakan hari-hari besar dan kurban untuk bintang-bintang yang mereka sembah.

Demikian pula dengan penduduk Haran, mereka menyambah bintang-bintang, dan berhala. Tidak terkecuali dengan penduduk seluruh bumi kala itu, mereka semua kafir, kecuali Ibrahim beserta istri dan keponakannya, Luth ‘Alayhissalam.

Melalui sosok Ibrahim, Allah menlenyapkan keburukan-keburukan tersebut, melenyapkan kegelapan yang ada, karena sejak masih kecil, Ibrahim sudah dikaruniai akal dan jalan yang lurus, untuk selanjutnya diangkat sebagai rasul sekaligus kekasih Allah saat menginjak dewasa.

Kisah Nabi Ibrahim dalam Al-Qur’an
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Dan sesungguhnya, sebelum dia (Musa dan Harun) telah Kami berikan kepada Ibrahim petunjuk, dan Kami telah mengetahui dia.” (QS. Al-Anbiya: 51). Yaitu Ibrahim patut untuk mendapat petunjuk.

Allah berfirman, “Dan (ingatlah) Ibrahim, ketika dia berkata kepada kaumnya, ‘Sembahlah Allah dan bertakwalah kepada-Nya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. Sesungguhnya, yang kamu sembah selain Allah hanyalah berhala-berhala, dan kamu membuat kebohongan. Sesungguhnya, apa yang kamu sembah selain Allah itu tidak mampu memberikan rezeki kepadamu; maka mintalah rezeki dari Allah, dan sembahlah Dia dan bersyukurlah kepada-Nya. Hanya kepada-Nya kamu akan dikembalikan. Dan jika kamu (orang kafir) mendustakan, maka sungguh, umat sebelum kamu juga telah mendustakan (para rasul). Dan kewajiban rasul itu mudah bagi Allah. Ketakanlah, ‘Berjalanlah di bumi maka perhatikanlah bagaimana (Allah) memulai penciptaan (makhluk), kemudian Allah menjadikan kejadian yang akhir. Sungguh, Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. Dia (Allah) mengazab siapa yang Dia kehendaki dan memberi rahmat kepada siapa yang Dia kehendaki, dan hanya kepada-Nya kamu akan dikembalikan.

Dan kamu sama sekali tidak dapat melepaskan diri (dari Adzab Allah) baik di bumi maupun di langit, dan tidak ada pelindung dan penolong bagimu selain Allah. Dan orang-orang yang mengingakari ayat-ayat Allah dan pertemuan dengan-Nya, mereka berputus asa dari rahmt-Nya, dan mereka itu akan mendapat adzab yang pedih. Maka tidak ada jawaban kaumnya (Ibrahim), selain mengatakan, ‘Bunuhlah atau bakarlah dia,’ lalu Allah menyelamatkannya dari api. Sungguh, pada yang demikian itu pasti terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang beriman.

Dan dia (Ibrahim) berkata, ‘Sesungguhnya, berhala-berhala yang kamu sembah selain Allah, hanya untuk menciptakan perasaan kasih sayang di antara kamu dalam kehidupan di dunia, kemudian pada hari Kiamat sebagian kamu akan saling mengingkari dan saling mengutuk, dan tempat kembalimu ialah neraka, dan sama sekali tidak ada penolong bagimu.’ Maka Luth membenarkan (kenabian Ibrahim). Dan dia (Ibrahim) berkata, ‘Sesungguhnya, aku harus berpindah ke (tempat yang diperintahkan) Tuhanku, sungguh, Dialah Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana.’ Dan Kami anugerahkan kepada Ibrahim, Ishaq dan Ya’qub, dan Kami jadikan kenabian dan kitab kepada keturunannya, dan Kami berikan kepadanya balasannya di dunia, dan sesungguhnya dia di akhirat, termasuk orang yang shalih’.” (QS. Al-‘Ankabut: 16-27)

Selanjutnya Allah mengisahkan perdebatan Ibrahim dengan ayah dan kaumnya, seperti yang akan kami sebutkan berikutnya.

Ibrahim pertama kali menyampaikan dakwah kepada ayahnya karena ayahnya adalah orang yang paling berhak mendapatkan nasihat tulus. Ayahnya termasuk di antara mereka yang menyembah patung, seperti yang Allah sampaikan dalam firman-Nya, “Dan ceritakanlah (Muhammad) kisah Nabi Ibrahim di dalam Kitab (Al-Qur’an), sesungguhnya dia adalah seorang yang sangat membenarkan, seorang Nabi. (Ingatlah) ketika dia (Ibrahim) berkata kepada ayahnya, ‘Wahai ayahku! Mengapa engkau menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolongmu sedikit pun? Wahai ayahku! Sungguh, telah sampai kepadaku sebagian ilmu yang tidak diberikan kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus. Wahai ayahku! Janganlah engkau menyembah setan. Sungguh, setan itu duhaka kepada Rabb Yang Maha Pengasih. Wahai ayahku! Aku sungguh khawatir engkau akan ditimpa azab dari Rabb Yang Maha Pengasih, sehingga engkau menjadi teman bagi setan.’

Dia (ayahnya) berkata, ‘Bencikah engkau kepada tuhan-tuhanku, wahai Ibrahim? Jika engkau tidak berhenti, pasti engkau akan kurajam, maka tinggalkanlah aku untuk waktu yang lama.’ Dia (Ibrahim) berkata, ‘Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan memohonkan ampunan bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya, Dia sangat baik kepadaku. Dan aku akan menjauhkan diri darimu dan dari apa yang engkau sembah selain Allah, dan aku akan berdo’a kepada Tuhanku, mudah-mudahan aku tidak akan kecewa dengan berdo’a kepada Tuhanku’.” (QS. Maryam: 41-48)

Allah menyebutkan dialog dan perdebatan antara Ibrahim dengan ayahnya. Tentang bagaimana Ibrahim mengajak ayahnya menuju kebenaran dengan tutur kata lembut dan isyarat yang baik. Menjelaskan kebatilan paganisme yang dianutnya, berhala-berhala yang sama sekali tidak bisa mendengar orang yang menyembahnya, juga tidak bisa melihat tempat keberadaannya. Benda seperti ini, bagaimana mungkin bisa menolong atau memberikan kebaikan, rezeki ataupun pertolongan? Selanjutnya, Ibrahim mengingatkan ayahnya pada petunjuk dan ilmu bermanfaat yang diberikan Allah kepadanya, meski secara usia ia lebih muda. “Wahai ayahku! Sungguh, telah sampai kepadaku sebagian ilmu yang tidak diberikan kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus.” (QS. Maryam: 43). Yaitu jalan lurus, jelas, mudah, yang mengantarkanmu menuju kebaikan dunia dan akhirat.

Namun, karena ayahnya berpaling dari petunjuk dan nasihat yang disampaikan Ibrahim, enggan menerima dan mengamalkannya, bahkan malah mengancamnya, ia berkata, “Bencikah engkau kepada tuhan-tuhanku, wahai Ibrahim? Jika engkau tidak berhenti, pasti engkau akan kurajam,” ada yang menyatakan dengan tutur kata, sedang pendapat lain dengan tindakan, “Maka tinggalkanlah aku untuk waktu yang lama,” yaitu putuskan hubungan kita dan tinggalkan aku untuk waktu yang lama.

Saat itu Ibrahim berkata kepada ayahnya, “Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu,” yaitu semoga kau tidak tertimpa hal-hal yang tidak diinginkan karena aku. Bahkan Ibrahim menuturkan kata-kata baik lagi, ia berkata, “Aku akan memohonkan ampunan bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya, Dia sangat baik kepadaku,” Ibnu Abbas dan lainnya menafsirkan, ‘Yaitu Mahalembut, yaitu dalam memberiku petunjuk untuk beribadah kepada-Nya beramal dengan ikhlas untuk-Nya semata. Karena itu Ibrahim mengataka, “Dan aku akan menjauhkan diri darimu dan dari apa yang engkau sembah selain Allah, dan aku akan berdo’a kepada Tuhanku, mudah-mudahan aku tidak akan kecewa dengan berdo’a kepada Tuhanku’.” (QS. Maryam: 41-48)

Dan benar, Ibrahim memohonkan ampunan untuk ayahnya seperti yang pernah ia janjikan. Namun setelah terbukti dengan jelas bahwa ayahnya adalah musuh Allah, Ibrahim melepaskan diri darinya, seperti yang disampaikan Allah, “Adapun permohonan ampunan Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya, tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya. Maka ketika jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri darinya. Sungguh, Ibrahim itu seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun.” (QS. At-Taubah: 114)

Imam Bukhari menuturkan, “Isma’il bin Abdullah bercerita kepada kami, saudara Abdul Hamid, bercerita kepadaku, dari Ibnu Abi Dzi’b dari Sa’id Al-Maqburi, dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam, beliau bersabda: ‘Ibrahim bertemu ayahnya, Azar pada hari kiamat, pada wajah Azar terdapat asap dan debu, lalu Ibrahim berkata padanya, ‘Bukankah aku sudah pernah mengatakan kepadamu, jangan mendurhakaiku?’ Pada hari ini, aku tidak akan mendurhakaimu,’ kata ayahnya. Ibrahim kemudian mengucapkan, ‘Ya Rabb! Sungguh, kau pernah berjanji padaku untuk tidak menghinakanku pada hari semua makhluk dibangkitkan, lalu kehinaan mana yang lebih menghinakan dari ayahku yang paling jauh?’ Allah Ta’ala kemudian berfirman: ‘Sungguh, Aku haramkan surga bagi orang-orang kafir.’ Kemudian dikatakan, ‘Wahai Ibrahim (lihatlah) apa yang ada di bawah kedua kakimu!’ Ibrahim melihat, ternyata ada serigala berlumuran kotoran. Kaki-kakinya kemudian diraih lalu dilemparkan ke neraka’.”

Dalam kitab tafsir, Imam Bukhari menyatakan, “Ibrahim bin Thahman meriwayatkan dari Ibnu Abi Dzi’b, dari Sa’id Al-Maqburi, dari ayahnya, dari Abu Hurairah.”

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata kepada ayanya Azar, ‘Pantaskah engkau menjadikan berhala-berhala itu sebagai tuhan? Sesungguhnya, aku melihat engkau dan kaummu dalam kesesatan yang nyata’.” (QS. Al-An’am: 74). Ini menunjukkan, nama ayah Ibrahim adalah Azar. Namun, menurut mayoritas ahli nasab, di antaranya Ibnu Abbas, menyebut namanya Tarikh, seperti yang disebut Ahli Kitab. Menurut pendapat lain, Azar adalah julukan berhala yang disembah ayah Ibrahim.

Ibnu Jarir menyatakan, “Yang benar, nama ayah Ibrahim adalah Azar. Atau mungkin saja ia memiliki dua nama; salah satunya julukan, sementara satunya lagi nama.”
Pernyataan Ibnu Jarir ini mungkin saja benar. Wallahu a’lam.

Perdebatan antara Nabi Ibrahim dengan Kaumnya
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Dan demikianlah Kami memperlihatkan kepada Ibrahim kekuasaan (Kami yang terdapat) di langit dan dibumi, dan agar dia termasuk orang-orang yang yakin. Ketika malam telah menjadi gelap, dia (Ibrahim) melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata, ‘Inilah Tuhanku.’ Maka ketika bintang itu terbenam dia berkata, ‘Aku tidak suka yang terbenam.’ Lalu ketika dia melihat bulan terbit dia berkata, ‘Inilah Tuhanku.’ Tetapi ketika bulan itu terbenam dia berkata, ‘Sungguh, jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat.’

Kemudian ketika dia melihat matahari terbit, dia berkata, ‘Inilah Tuhanku, ini lebih besar.’ Tetapi ketika matahari terbenam, dia berkata, ‘Wahi Kaumku! Sungguh, aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan.’ Aku hadapkan wajahku kepada (Allah) yang menciptakan langit dan bumi dengan penuh kepasrahan (mengikuti) agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik. Dan kaumnya membantahnya.

Dia (Ibrahim) berkata, ‘Apakah kamu hendak membantahku tentang Allah, padahal Dia benar-benar telah memberi petunjuk kepadaku? Aku tidak takut kepada (mala petaka dari) apa yang kamu persekutukan dengan Allah, kecuali Tuhanku menghendaki sesuatu. Ilmu Tuhanku meliputi segala sesuatu. Tidakkah kamu dapat mengambil palajaran? Bagaimana aku takut kepada apa yang kamu persekutukan (dengan Allah), padahal kamu tidak takut dengan apa yang Allah sendiri tidak menurunkan keterangan kepadamu untuk mempersekutukan-Nya. Manakah dari kedua golongan itu yang lebih berhak mendapat keamanan (dari malapetaka), jika kamu mengetahui?’

Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan syirik, mereka itulah orang-orang yang mendapat rasa aman dan mereka mendapat petunjuk. Dan itulah keterangan Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. Kami tinggikan derajat siapa yang Kami kehendaki. Sesungguhnya, Rabbmu Mahabijaksana, Maha Mengetahui’.” (QS. Al-An’am: 75-58)

Kesempatan kali ini merupakan perdebatan Ibrahim dengan kaumnya. Ibrahim menjelaskan kepada mereka, bahwa bintang-bintang terang yang terlihat sama sekali tidak patut dipertuhankan, ataupun disembah bersama Allah ‘Azza wa Jalla. Karena, semua makhluk tersebut yang diatur, diciptakan, dan dikendalikan. Kadang muncul dan kadang terbenam, menghilang dari alam ini. sementara bagi Rabb Ta’ala, tak ada sesuatu pun yang luput dari penglihatan-Nya, tidak ada yang samar bagi-Nya. Ia kekal abadi, tiada akan menghilang, tiada Tuhan (yang berhak diibadahi dengan sebenarnya) selain-Nya, tiada Tuhan selain-Nya.

Ibrahim terlebih dulu menjelaskan bahwa bintang tidak patut diyakini seperti itu. Menurut salah satu pendapat, bintang yang disembah adalah bintang Vesper, selanjutnya beralih ke bulan yang sinarnya lebih terang dan lebih indah, berikutnya beralih ke matahari yang paling terlihat besar dan paling terang. Ibrahim menjelaskan, semua itu adalah makhluk yang diatur, diperjalankan, ditentukan dan dipelihara, seperti yang Allah firmankan, “Dan sebagian dari tanda-tanda kebesaran-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah bersujud kepada matahari dan jangan (pula) kepada bulan, tetapi bersujudlah kepada Allah yang menciptakannya, jika kamu hanya menyembah kepada-Nya.” (QS. Fushshilat: 78)

Karena itu Allah berfirman, “Kemudian ketika dia melihat matahari terbit, dia berkata, ‘Inilah Tuhanku, ini lebih besar.’ Tetapi ketika matahari terbenam, dia berkata, ‘Wahi Kaumku! Sungguh, aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan.’ Aku hadapkan wajahku kepada (Allah) yang menciptakan langit dan bumi dengan penuh kepasrahan (mengikuti) agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik. Dan kaumnya membantahnya.

Dia (Ibrahim) berkata, ‘Apakah kamu hendak membantahku tentang Allah, padahal Dia benar-benar telah memberi petunjuk kepadaku? Aku tidak takut kepada (mala petaka dari) apa yang kamu persekutukan dengan Allah, kecuali Tuhanku menghendaki sesuatu. Ilmu Tuhanku meliputi segala sesuatu. Tidakkah kamu dapat mengambil palajaran?”. (QS. Al-An’am: 78-80). Yaitu, aku tidak mempedulikan tuhan-tuhan yang kalian sembah selain Allah itu, karena semuanya sama sekali tidak bisa mendatangkan manfaat, tidak mendengar ataupun memahami, berhala-berhala itu justru dipelihara dan diatur, sama seperti bintang dan lainnya. Berhala-berhala yang kalian sembah hanyalah buatan dan pahatan.

Secara lahir, nasihat terkait bintang-bintang ini disampaikan Ibrahim kepada penduduk Haran, karena mereka menyembah bintang. Kisah ini membantah pernyataan kalangan yang menyatakan bahwa Ibrahim mangatakan hal tersebut saat keluar dari sebuah terowongan saat ia masih kecil, seperti disampaikan Ibnu Ishaq dan lainnya. Kabar ini bersumber dari kisah-kisah israiliyyat yang tidak bisa dipercaya, terlebih jika menyalahi kebenaran.

Dakwah Nabi Ibrahim
Sementara penduduk Babilon, mereka menyambah berhala. Mereka inilah yang didebat Ibrahim dan berhala-berhala mereka dihancurkan Ibrahim, diperlakukan secara hina dan dijelaskan sisi kebatilannya, seperti yang Allah sampaikan dalam firman-Nya, “Dan dia (Ibrahim) berkata, ‘Sesungguhnya, berhala-berhala yang kamu sembah selain Allah, hanya untuk menciptakan perasaan kasih sayang di antara kaum dalam kehidupan di dunia, kemudian pada hari Kiamat sebagian kamu akan saling mengingkari dan saling mengutuk; dan tempat kembalimu ialah neraka, dan sama sekali tidak ada penolong bagimu’.” (QS. Al-‘Ankabut: 25)

Allah berfirman dalam surah Al-Anbiya’, “Dan sungguh, sebelum dia (Musa dan Harun) telah Kami berikan kepada Ibrahim petunjuk, dan Kami telah mengetahui dia. (Ingatlah), ketika dia (Ibrahim) berkata kepada ayahnya dan kaumnya, ‘Patung-patung apakah ini yang kamu tekun menyembahnya?’ Mereka menjawab, ‘Kami mendapati nenek moyang kami menyembahnya.’ Dia (Ibrahim) berkata, ‘Sesungguhnya, kamu dan nenek moyang kamu berada dalam kesesatan yang nyata.’

Mereka berkata, ‘Apakah engkau datang kepada kami membawa kebenaran atau engkau main-main? Dia (Ibrahim) menjawab, ‘Sebenarnya Rabb kamu ialah Rabb (pemilik) langit dan bumi; (Dialah) yang telah menciptakannya, dan aku termasuk orang yang dapat bersaksi atas itu.’ Dan demi Allah, sungguh, aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala-berhalamu setelah kamu pergi meninggalkannya. Maka dia (Ibrahim) menghancurkan (berhala-berhala itu) berkeping-keping, kecuali yang terbesar (induknya); agar mereka kembali (untuk bertanya) kepadanya. Mereka berkata, ‘Siapakah yang melakukan (perbuatan) ini terhadap tuhan-tuhan kami? Sungguh, dia termasuk orang yang zhalim.’

Mereka (yang lain) berkata, ‘Kami mendengar ada seorang pemuda yang mencela (berhala-berhala ini), namanya Ibrahim.’ Mereka berkata, ‘(Kalau demikian) bawalah dia dengan diperlihatkan kepada orang banyak, agar mereka menyaksikan.’ Mereka bertanya, ‘Apakah engkau yang melakukan (perbuatan) ini terhadap tuhan-tuhan kami, wahai Ibrahim? Dia (Ibrahim) menjawab, ‘Sebenarnya, (patung) besar itu yang melakukannya, maka tanyakanlah kepada mereka, jika mereka dapat berbicara.’ Maka mereka kembali kepada kesadaran mereka dan berkata, ‘Sesungguhnya, kamulah yang menzalimi (diri sendiri).’ Kemudian mereka menundukkan kepala (lalu berkata), ‘Engkau (Ibrahim) pasti tahu bahwa (berhala-berhala) itu tidak dapat berbicara.’

Dia (Ibrahim) berkata, ‘Mengapa kamu menyembah selain Allah, sesuatu yang tidak dapat memberi manfaat sedikit pun, dan tidak (pula) mendatangkan mudharat kepada kamu? Celakalah kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah! Tidakkah kamu mengerti?’ Mereka berkata, ‘Bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan kamu, jika kamu benar-benar hendak berbuat.’ Kami (Allah) berfirman, ‘Wahai api! Jadilah kamu dingin, dan penyelamat bagi Ibrahim!’ Dan mereka hendak berbuat jahat terhadap Ibrahim, maka Kami menjadikan mereka itu orang-orang yang paling rugi’.” (QS. Al-Anbiya’: 51-70)

Allah berfirman dalam surah Asy-Syu’ara’, “Dan bacakanlah kepada mereka kisah Ibrahim. Ketika dia (Ibrahim) berkata kepada ayahnya dan kaumnya, ‘Apakah yang kamu sembah?’ Mereka menjawab, ‘Kami menyembah berhala-berhala dan kami senantiasa tekun menyembahnya.’ Dia (Ibrahim) berkata, ‘Apakah mereka mendengarmu ketika kamu berdo’a (kepadanya)? Atau (dapatkah) mereka memberi manfaat atau mencelakakan kamu?’ Mereka menjawab, ‘Tidak, tetapi kami dapati nenek moyang kami berbuat begitu.’

Dia (Ibrahim) berkata, ‘Apakah kamu memperhatikan apa yang kamu sembah, kamu dan nenek moyang kamu yang terdahulu? Sesungguhnya, mereka (apa yang kamu sembah) itu musuhku, lain halnya Rabb seluruh alam, (yaitu) Yang telah menciptakan aku, maka Dia yang memberi petunjuk kepadaku, dan Yang memberi makan dan minum kepadaku, dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku, dan Yang akan mematikan aku, kemudian akan menghidupkan aku (kembali), dan Yang sangat kuinginkan akan mengampuni kesalahan pada hari Kiamat.’ (Ibrahim berdo’a), ‘Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku ilmu dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang shaleh’.” (QS. Asy-Syu’ara’: 69-83)

Allah berfriman dalam surah Ash-Shaffat, “Dan sungguh, Ibrahim termasuk golongannya (Nuh). (Ingatlah) ketika dia datang kepada Tuhannya dengan hati yang suci, (ingatlah) ketika dia berkata kepada ayahnya dan kaumnya, ‘Apakah yang kamu sembah itu? Apakah kamu menghendaki kebohongan dengan sesembahan selain Allah itu? Maka bagaimana anggapanmu terhadap Rabb seluruh alam?’ Lalu dia memandang sekilas ke bintang-bintang, kemudian dia (Ibrahim) berkata, ‘Sesungguhnya, aku sakit.’ Lalu mereka berpaling dari dia dan pergi meninggalkannya.

Kemudian dai (Ibrahim) pergi dengan diam-diam kepada berhala-berhala mereka; lalu dia berkata, ‘Mengapa kamu tidak makan? Mengapa kamu tidak menjawab?’ Lalu dihadapinya (berhala-berhala) itu sambil memukulnya dengan tangan kanannya. Kemudian mereka (kaumnya) datang bergegas kepadanya. Dia (Ibrahim) berkata, ‘Apakah kamu menyembah patung-patung yang kamu pahat itu? Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu.’ Mereka berkata, ‘Buatlah bangunan (perapian) untuknya (membakar Ibrahim), lalu lemparkan dia ke dalam api yang menyala-nyala itu.’ Maka mereka bermaksud memperdayainya dengan (membakar)nya, (namun Allah menyelamatkannya), lalu Kami jadikan mereka orang-orang yang hina’.” (QS. Ash-Shaffat: 83-98)

Siasat Nabi Ibrahim untuk Menyadarkan Kaumnya
Kaum Ibrahim memiliki hari besar yang biasa mereka hadir setiap tahunnya di luar perkampungan. Ayah Ibrahim mengajaknya untuk menghadiri perayaan hari besar ini, lalu Ibrahim menjawab, “Aku sakit,” seperti yang disampaikan Allah, “Lalu dia memandang sekilas ke bintang-bintang, kemudian dia (Ibrahim) berkata, ‘Sesungguhnya, aku sakit’.” (QS. Ash-Shaffat: 88-89). Ibrahim menggunakan kata-kata kiasan hingga sampai kepada inti yang dimaksudkan, yaitu menghina berhala-berhala mereka, membela agama Allah, menjelaskan kebatilan paganisme yang mereka anut, kebtilan berhala-berhala yang patut dipecah dan dihinadinakan.

Setelah semuanya pergi ke luar perkampungan menuju perayaan hari besar, sedangkan Ibrahim tetap ada di sana, “Kemudian dia (Ibrahim) pergi dengan diam-diam kepada berhala-berhala mereka,” yaitu Ibrahim pergi menuju berhala-berhala itu dengan cepat dan secara diam-diam. Ibrahim mendapati semua berhala dihiasi dengan amat indah dan menawan. Di hadapannya mereka berikan berbagai macam makanan sebagai kurban, lalu Ibrahim dengan nada mencela dan mencemooh berkata, “Mengapa kamu tidak makan? Mengapa kamu tidak menjawab? Lalu dihadapinya (berhala-berhala) itu sambil memukulnya dengan tangan kanannya.” (QS. Ash-Shaffat: 91-93)

Ibrahim memukul dengan tangan kanan, karena tangan kanan lebih kuat, lebih cepat dan lebih perkasa. Ibrahim menghancurkan berhala-berhala itu dengan kapak yang ada di tangannya, seperti Allah sampaikan, “Maka dia (Ibrahim) menghancurkan (berhala-berhala itu) berkeping-keping,” yaitu hancur lebur, semuanya dihancurkan oleh Ibrahim, “Kecuali yang terbesar (induknya); agar mereka kembali (untuk bertanya) kepadanya.” (QS. Al-Anbiya: 58-59). Menurut salah satu riwayat, Ibrahim meletakkan kapak di tangan berhala yang paling besar, untuk memberikan kesan bahwa ia cemburu jika ada tuhan-tuhan kecil yang disembah bersamanya.

Saat mereka pulang setelah merayakan hari besar, mereka terhenyak dengan apa yang menimpa berhala-berhala. “Mereka berkata, ‘Siapakah yang melakukan (perbuatan) ini terhadap tuhan-tuhan kami? Sungguh, dia termasuk orang yang zhalim’.” (QS. Al-Anbiya: 59).

Situasi yang ada ini merupakan bukti nyata bagi mereka andai saja mereka mau menggunakan akal sehat, maksudnya kondisi yang menimpa berhala-berhala yang mereka sembah. Andai berhala-berhala mereka ini tuhan, tentu bisa membela diri dari siapa pun yang berniat jahat. Namun karena kebodohan, dangkal akal, tersesat, dan dungu, mereka justru mengatakan, “Siapakah yang melakukan (perbuatan) ini terhadap tuhan kami? Sungguh, dia termasuk orang zhalim.” (QS. Al-Anbiya: 59)

“Mereka (yang lain) berkata, ‘Kami mendengar ada seorang pemuda yang mencela (berhala-berhala ini), namanya Ibrahim’.” (QS. Al-Anbiya: 60). Yaitu ia mencela dan mencemooh berhala-berhala ini, dialah yang tidak ikut pergi bersama kita (merayakan hari besar di luar perkampungan), dan dia pasti yang telah menghancurkan berhala-berhala ini. Demikian menurut penjelasan Ibnu Mas’ud. Maksudnya adalah kata-kata Ibrahim, “Dan demi Allah, sungguh, aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala-berhalamu setelah kamu pergi meninggalkannya.” (QS. Al-Anbiya: 57)

“Mereka berkata, ‘(Kalau demikian) bawalah dia dengan diperlihatkan kepada orang banyak, agar mereka menyakiskan’.” (QS. Al-Anbiya: 61). Yaitu di hadapan khalayak ramai, agar mereka bisa menyaksikan dan mendengar kata-katanya, serta melihat langsung hukuman apa yang akan menimpanya.

Tujuan dari Siasat Nabi Ibrahim
Tujuan utama Nabi Ibrahim menghancurkan berhala-berhala adalah supaya semua orang berkumpul, sehingga ia bisa menyampaikan hujah kepada seluruh penyembah berhala atas kebatilan peribadatan yang mereka lakukan, sama seperti yang dikatakan Musa kepada Fir’aun, “Waktu untuk pertemuan (kami dengan) kamu itu ialah di hari raya dan hendaklah dikumpulkan manusia pada waktu matahari naik sepenggalah.” (QS. Thaha: 59)

Setelah semuanya berkumpul dan Ibrahim didatangkan tepat seperti yang mereka inginkan, “Mereka bertanya, ‘Apakah engkau yang melakukan (perbuatan) ini terhadap tuhan-tuhan kami, wahai Ibrahim?’ Dia (Ibrahim) menjawab, ‘Sebenarnya (patung) besar itu yang melakukannya’,” menurut salah satu pendapat, makna kata-kata Ibrahim itu adalah berhala yang besar itulah yang memerintahkanku untuk mneghancurkan berhala-berhala lain. Namun Ibrahim menyatakan seperti itu dalam bentuk kiasan. “Maka tanyakanlah kepada mereka, jika mereka dapat berbicara.” (QS. Al-Anbiya: 62-63)

“Maka mereka kembali kepada kesadaran mereka dan berkata, ‘Sesungguhnya, kamulah yang menzhalimi (diri sendiri)’,”  (QS. Al-Anbiya: 64), yaitu mereka mencela diri sendiri, mereka berkata, “Kalianlah yang menzhalimi diri sendiri,” yaitu karena meniggalkan berhala-berhala ini tanpa dijaga.

“Kemudian mereka menundukkan kepala,” As-Suddi menafsirkan, yaitu mereka kembali membuat fitnah. Dengan demikian, makna firman Allah “Sesungguhnya, kamulah yang menzhalimi (diri sendiri),” yaitu karena menyembahnya.

Qatadah menafsirkan, “Mereka semua bingung, yaitu menunduk, setelah itu mereka berkata, ‘Engkau (Ibrahim) pasti tahu bahwa (berhala-berhala) itu tidak dapat berbicara.” (QS. Al-Anbiya: 65).

Saat itulah Ibrahim mengatakan, “Mengapa kamu menyembah selain Allah, sesuatu yang tidak dapat memberi manfaat sedikit pun, dan tidak (pula) mendatangkan mudarat kepada kamu? Celakalah kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah! Tidakkah kamu mengerti?” (QS. Al-Anbiya: 66-67).

Sama seperti firman-Nya, “Kemudian mereka (kaumnya) datang bergegas kepadanya.”  (QS. Ash-Shaffat: 94). Mujahid menafsirkan, “Bersegera.” “Dia (Ibrahim) berkata, ‘Apakah kamu menyembah patung-patung yang kamu pahat itu?” Yaitu bagaimana kalian menyembah patung-patung yang kalian pahat dari kayu dan batu, lalu kalian bentuk seperti yang kalian inginkan? “Padahal Allahlah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu.”

Kalian semua makhluk, patung-patung ini juga makhluk. Lalu bagaimana makhluk menyembah makhluk sepertinya? Penyembahan kalian terhadap berhala-berhala itu tidak lebih baik dari penyembahan berhala-berhala itu terhadap kalian. Keduanya sama-sama batil, karena sama sekali tidak ada dalilnya, karena ibadah hanya patut dipersembahkan untuk Pencipta semata, tiada sekutu bagi-Nya.

Argumen Logis Nabi Ibrahim
Allah berfirman, “Mereka berkata, ‘Buatlah bangunan (perapian) untuknya (membakar Ibrahim); lalu lemparkan dia ke dalam api yang menyala-nyala itu.’ Maka mereka bermaksud memperdayainya dengan (membakar)nya, (namun Allah menyelamatkannya), lalu Kami jadikan mereka orang-orang yang hina’.” (QS. Ash-Shaffat: 97-98)

Karena kalah dalam perdebatan, tidak lagi memiliki hujah ataupun syubhat, akhirnya mereka beralih menggunakan kekuatan dan kekuasaan demi membela kebodohan dan kesewenang-wenangan. Allah menimpakan tipu daya kepada mereka, menjunjung tinggi kalimat, agama, dan bukti nyat-Nya, seperti yang Allah sampaikan, “Mereka berkata, ‘Bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan kamu, jika kamu benar-benar hendak berbuat.’ Kami (Allah) berfirman, ‘Wahai api! Jadilah kamu dingin, dan penyelamat bagi Ibrahim!’ Dan mereka hendak berbuat jahat terhadap Ibrahim, maka Kami menjadikan mereka itu orang-orang yang paling merugi’.” (QS. Al-Anbiya: 68-70)

Mereka kemudian mengumpulkan berbagai kayu dari mana saja yang bisa mereka dapatkan, hingga memakan waktu cukup lama, sampai-sampai ketika ada seorang wanita sakit, ia bernadzar jika sembuh nanti akan membawa kayu bakar untuk membakar Ibrahim. Mereka kemudian mengarah ke sebuah tanah keras yang luas, mereka letakkan kayu bakar di sana, lalu mereka bakar, hingga api berkobar dan membumbung tinggi, belum pernah terlihat pemandangan seperti itu sebelumnya.

Setelah mereka letakkan Ibrahim dalam manjaniq (salah satu alat kuno yang digunakan untuk pengepungan, batu besar diletakkan di atal ini lalu dilemparkan ke arah benteng hingga runtuh), alat ini dibuat oleh seseorang berasal dari Kurdi, namanya Haizan. Ia adalah orang pertama yang membuat manjaniq. Allah membenamkannya ke dalam bumi, ia terus terbenam di dalamnya hingga hari kiamat.

Mereka kemudian mengikat Ibrahim dengan kedua tangan di belakang pundak, Ibrahim mengucapkan, ‘Tiada Ilah (yang berhak diibadahi dengan sebenarnya) selain-Mu, Mahasuci Engkau wahai Rabb seluruh alam, bagi-Mu segala pujian dan milik-Mu juga segala kerajaan, tiada sekutu bagi-Mu.”

Do’a Nabi Ibrahim Ketika Dilemparkan ke dalam Api
Saat Ibrahim diletakkan di manjaniq dalam posisi terikat dengan kedua tangan di belakang pundak, lalu mereka melemparkan ke dalam kobaran api, ia mengucapkan, حَسبُنَا ٱللَّهُ وَنِعمَ ٱلوَكِيلُ “Cukuplah Allah (sebagai Penolong) kami, dan Dialah sebaik-baik Pelindung,” seperti disebutkan dalam riwayat Imam Bukhari dari Ibnu Abbas, ia menuturkan, “Cukuplah Allah (sebagai Penolong) kami dan Dialah sebaik-baik Pelindung,’ diucapkan Ibrahim kala dilemparkan ke api, juga diucapkan Muhammad saat dikatakan kepadanya, ‘Sesungguhnya, manusia (orang-orang kafir Mekkah) telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka.’ Maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab, ‘Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung.’ Maka mereka kembali dengan cikmat dan karunia (yang besar) dari Allah, mereka tidak mendapat bencana apa-apa’.” (QS. Ali ‘Imran: 173-174)

Abu Ya’la menuturkan, “Abu Hisyam Ar-Rifa’i bercerita kepada kami, Ishaq bin Sulaiman bercerita kepada kami, dari Abu Ja’far Ar-Razi, dari Ashim bin Abu An-Najud, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam bersambda, ‘Saat Ibrahim dilemparkan ke dalam api, ia mengucapkan, ‘Ya Allah! Sungguh Engkau Esa di langit, dan di bumi aku hanya seorang diri yang beribadah yang beribadah kepada-Mu’.” (disebutkan Ibnu Asakair dalam At-Tarikh).

Sebagian salaf menyebutkan, ketika Ibrahim berada di udara (saat dilempar ke dalam kobaran api), Jibril menawarkan bantuan padanya, Jibril berkata, “Hai Ibrahim! Apa kau punya suatu keperluan?’ Ibrahim menjawab, ‘Tidak padamu’.”

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan Sa’id bin Jubair, ia menuturkan, “Malaikat hujan mengatakan, ‘Kapan kiranya aku diperintahkan untuk menurunkan hujan?’ Namun, perintah Allah jauh lebih cepat. “Kami (Allah) berfirman, ‘Wahai api! Jadilah kamu dingin, dan penyelamat bagi Ibrahim!” (QS. Al-Anbiya: 69). Ali bin Abi Thalib menafsirkan, “Yaitu jangan membahayakannya.”

Ibnu Abbas dan Abu Aliyah mengatakan, “Andai Allah tidak berfirman, ‘Dan penyelamat bagi Ibrahim,’ tentu dinginnya api tersebut membahayakan Ibrahim’.”

Ka’ab Al-Ahbar mengatakan, “Diriwayatkan, Jibril berada di dekat Ibrahim, mengusap keringat di wajahnya. Tidak ada satu pun bagian tubuh yang terkena jilatan api selain bagian tersebut.”

As-Suddi mengatakan, “Malaikat naungan juga berada di dekat Ibrahim. Ibrahim aman sentosa dikelilingi api. Ia berada di sebuah taman hijau, orang-orang melihatnya, namun mereka tidak bisa sampai ke tempat Ibrahim, Ibrahim pun tidak bisa keluar menemui mereka.”

Diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia mengatakan, “Kata-kata terbaik yang diucapkan ayah Ibrahim kala melihat sang anak berada dalam kondisi seperti itu, ‘Sebaik-baik Rabb adalah Rabb-mu, wahai Ibrahim!”

Ibnu Asakir meriwayatkan dari Ikrimah, bahwa ibu Ibrahim melihat ke arahnya lalu memanggil, “Anakku! Aku ingin ke tempatmu itu, berdo’alah kepada Allah agar menyelematkanku dari panasnya api di sekelilingmu.’ ‘Baik,’ sahut Ibrahim. Ibu Ibrahim kemudian datang ke tampatnya tanpa terkena sedikitpun jilatan api. Saat sampai di tempat Ibrahim, ia memeluk dan menciumnya, setelah itu ia kembali’.”

Diriwayatkan dari Minhal bin Amr, ia menuturkan, ‘Aku diberitahu, bahwa Ibrahim bertahan di sana selama 40 atau mungkin 50 hari, Ibrahim mengatakan, ‘Belum pernah aku melalui hari-hari dan malam yang lebih nikmat melebihi saat aku berada di dalam kobaran api. Aku ingin andai saja seluruh kehidupanku sama seperti saat aku berada di sana’.”

Kaum Ibrahim ingin mendapat pertolongan, namun harapan mereka sia-sia karena tidak ada siapa pun yang mau menolong. Mereka ingin memiliki derajat tinggi, namun mereka justru terhina, mereka ingin menang, namun Allah berfirman, “Dan mereka hendak berbuat jahat terhadap Ibrahim, maka Kami menjadikan mereka itu orang-orang yang paling rugi.” (QS. Al-Anbiya’: 70). Mereka hanya mendapatkan kerugian dan kehinaan di dunia. Sementara di akhirat, api mereka bukanlah api yang dingin dan memberi keselamatan. Di neraka, mereka tidak mendapatkan ucapan penghormatan ataupun salam, namun seperti yang Allah sampaikan, neraka mereka adalah “Seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman.” (QS. Al-Furqan: 66)

Imam Bukhari menuturkan, “Ubaidillah bin Musa bercerita kepada kami, atau Ibnu Salam darinya, Ibnu Juraij memberitakan kepada kami, dari Abdul Hamid bin Jubair, dari Sa’id bin Musayyib, dari Ummu Syuraik, Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam memerintahkan untuk membunuh tokek, beliau mengatakan, ‘Karena ia ikut meniup api untuk Ibrahim’.” (HR. Bukhari dalam kitab Shahihnya, kitab Para Nabi..)

Juga diriwayatkan Muslim dari hadits Ibnu Juraij, diriwayatkan An-Nasa’i dan Ibnu Majah dari hadits Sufyan bin Uyainah, keduanya dari riwayat Abdul Hamid bin Jubair bin Syaibah.

Ahmad menuturkan, “Muhammad bin Bakar bercerita kepada kami, Ibnu Juraij bercerita kepada kami, Abdullah bin Abdurrahman bin Abu Umaiyah mengabarkan kepadaku, bahwa Nafi’, bekas budah Ibnu Umar, mengabarkan kepadanya, bahwa ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha mengabarkan kepadanya, Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda, “Bunuhlah tokek, karena ia ikut meniup api untuk (membakar) Ibrahim.’ Nafi’ mengatakan, ‘Aisyah membunuh tokek-tokek’.” (Musnad Ahmad VI/280)

Ahmad menuturkan, “Ismail bercerita kepada kami, Ayyub bercerita kepada kami, dari Nafi’, ada seorang wanita masuk menemui ‘Aisyah, di sana ada sebuah tombak berdiri tegak. Wanita itu bertanya, ‘Untuk apa tombak itu?’ ‘Aisyah menjawab, ‘Untuk membunuh tokek-tokek.’ Setelah itu ‘Aisyah menyampaikan hadits dari Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam, ‘Sungguh, saat Ibrahim dilemparkan ke dalam kobaran api, seluruh hewan melata berusaha memadamkan api, kecuali tokek, ia (justru) meniup api untuk (membakar) Ibrahim’.” (Musnad Ahmad VI/317)

Hanya Ahmad yang meriwayatkan hadits di atas melalui dua jalur tersebut.

Ahmad menuturkan, “Affan bercerita kepada kami, Jarir bercerita kepada kami, Nafi’ bercerita kepada kami, Sumamah, budak milik Fakah bin Mughirah, bercerita kepadaku, ia menuturkan, ‘Aku masuk menemui ‘Aisyah, lalu aku melihat sebuah tombak diletakkan, aku kemudian bertanya, ‘Wahai Ummul Mukminin! Untuk apa tombak ini?’ ‘Aisyah menjawab, ‘Untuk kami gunakan membunuh tokek-tokek, karena Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam pernah menyampaikan kepada kami, ‘Sungguh, saat Ibrahim dilemparkan ke dalam kobaran api, seluruh hewan di bumi berusaha memadamkan api, kecuali tokek, ia (justru) meniup (api untuk membakar Ibrahim).’ Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam memerintahkan kami untuk membunuhnya’.” (Musnad 83/109)

Juga diriwayatkan Ibnu Majah dari Abu Bakar bin Abu Syaibah, dari Yunus bin Muhammad, dari Jarir bin Hazm, dengan matan yang sama.

KISAH PERDEBATAN IBRAHIM AL KHALIL DENGAN RAJA NAMRUD
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah) karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). Ketika Ibrahim mengatakan, “Tuhanku ialah yang menghidupkan dan mematikan,’ orang itu berkata, ‘Saya dapat menghidupkan dan mematikan.’ Ibrahim berkata, ‘Sesungguhnya, Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat,’ lalu terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim.” (QS. Al-Baqarah: 258)

Allah menyebut kisah perdebatan kekasih-Nya bersama seorang raja lalim dan semena-mena yang mengaku tuhan. Ibrahim kemudian mematahkan argumennya, menjelaskan begitu bodohnya dia, dan begitu dangkal akalnya. Ibrahim mengalahkannya dengan hujah, dan menjelaskan jalan terang padanya.

Para ahli tafsir, ahli nasab dan sejarah menyebutkan, raja yang dimaksud adalah Raja Babilon, namanya Namrud bin Kan’an bin Kausy bin Sam bin Nuh, seperti yang disampaikan Mujahid. Yang lain menyebut Namrud bin Falih bin Abir bin Shalih bin Arfakhsyadz bin Sam bin Nuh.

Mujahid dan lainnya menyebutkan, “Ia adalah salah seorang raja dunia. Karena seperti yang disebutkan para ahli, hanya ada empat raja besar di dunia; dua di antaranya mukmin, dan dua lainnya kafir. Dua raja besar yang beriman adalah Dzul Qarnain dan Sulaiman, sementara dua raja besar yang kafir adalah Namrud dan Bukhtanashar.”

Para ahli menyebutkan, kekuasaan Namrud berlangsung selama 400 tahun. Ia bertindak semena-mena dan melampaui batas, serta lebih mementingkan kehidupan dunia.

Kecongkakan Raja Namrud
Ketika Ibrahim Al-Khalil menyeru Namrud untuk beribadah kepada Allah semata yang tiada memiliki sekutu, kedunguan, kesesatan dan panjangnya angan Namrud mendorongnya untuk mengingkari Sang Pencipta. Namrud mendebat Ibrahim dalam hal itu, bahkan mengklaim dirinya tuhan. Saat Ibrahim Al-Khalil mengatakan, “Tuhanku ialah yang menghidupkan dan mematikan,’ orang itu berkata, ‘Saya dapat menghidupkan dan mematikan’.”

Qatadah, As-Suddi, dan Muhammad bin Ishaq menafsirkan, “Maksudnya, dua orang didatangkan, keduanya sudah dijatuhi hukuman mati sebelumnya. Namrud kemudian memerintahkan untuk membunuh salah satunya, dan memaafkan yang satunya lagi. Dengan tindakannya ini, ia seakan-akan menghidupkan salah satunya, dan membunuh yang satunya lagi.”

Kata-kata Namrud ini sama sekali tidak menentang hujah Ibrahim, justru menyimpang dari inti perdebatan, menimbulkan kekacauan, dan jauh dari kenyataan. Jelasnya demikian, Ibrahim menyebut adanya Pencipta dengan bukti adanya makhluk hidup dan mati yang bisa dilihat. Semua itu menunjukkan adanya pelaku utama (causa prima) di mana segala sesuatu bersandar pada-Nya dan tidak bisa berdiri sendiri. Pasti ada Pelaku terhadap semua makhluk yang ada, Pelaku menciptakan, mengatur, menjalankan bintang-bintang, angin, awan, hujan, menciptakan seluruh hewan yang bisa dilihat secara kasat mata, kemudian setelah itu mematikan semuanya. Karena itu Ibrahim mengatakan, “Tuhanku ialah yang menghidupkan dan mematikan.”


Si raja dungu menjawab, “Saya dapat menghidupkan dan mematikan.” Jika yang dimaksud bahwa dialah pelaku semua makhluk yang ada, berarti ia sombong dan membangkang. Dan jika yang dimaksud seperti yang dikatakan Qatadah, As-Suddi, dan Muhammad bin Ishaq, berarti si raja dungu tersebut mengatakan sesuatu yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan kata-kata Ibrahim, karena sama sekali tidak membantah bagian pembuka, juga tidak menentang dalil yang disampaikan Ibrahim. 

KISAH-KISAH NABI LAINNYA:

Artikel Terkait

Previous
Next Post »