Nama dan
Nasabnya
Ia adalah
Ibrahim bin Tarikh (250) bin Nahur (148) bin Sarugh (230) bin Raghu (239) bin
Faligh (439) bin Abir (464) bin Shalih (433) bin Arfakhsyadz (438) bin Sam
(600) bin Nuh ‘Alayhissalam.
Demikian teks
Ahli Kitab dalam Kitab Taurat. Usia mereka diketahui karena disebutkan di bawah
setiap nama mereka dengan tulisan India, juga berdasarkan sejumlah sumber lain.
Usia Nabi Nuh adalah 950 tahun.
Al Hafizh Ibnu
Asakir menyebutkan dalam biografi Ibrahim Al-Khalil dalam kitab At-Tarikh,
diriwayatkan dari Ishaq bin Bisyr Al-Khlili, pemilik kitab Al-Mabda’,
nama ibu Ibrahim adalah Amilah. Ishaq bin Bisyr menyebutkan kisah kelahiran
Ibrahim secara panjang lebar. Al-Kalbi menyatakan, “Nama ibu Ibrahim adalah
Buna binti Karbita bin Karatsi, dari keturunan Arfakhsyadz bin Sam bin Nuh.
Ibnu Asakir
meriwayatkan dari jalur berbeda dari Ikrimah, ia menyatakan, “Abu Ibrahim
dipanggil dengan kuniah Abu Dhaifan.”.
Waktu dan
Tempat Kelahiran Nabi Ibrahim
Para ahli
sejarah menyebutkan, ketika usia Tarikh mencapai 75 tahun, ia memiliki anak
Ibrahim, Nahur, dan Haran. Haran memiliki anak bernama Luth.
Menurut para
ahli sejarah, Ibrahim adalah anak tengah. Haran meninggal dunia di tanah
kelahirannya saat ayahnya masih hidup, yaitu kawasan keturunan Kaldan.
Maksudnya negeri Babilon.
Inilah data
yang shahih dan masyhur di kalangan para ahli biografi, sejarah dan peristiwa.
Al-Hafizh Ibnu Asakir menyatakan riwayat ini shahih setelah menyabutkan riwayat
dari jalur Hisyam bin Ammar, dari Walid, dari Sa’id bin Abdul ‘Aziz, dari
Makhul, dari Ibnu Abbas, ia menyatakan, “Ibrahim lahir di Ghauthah, Damaskus,
di sebuah perkampungan bernama Barazah, di pegunungan Qasiun.” Setelah itu Ibnu
Asakir mengatakan, “Yang benar, Ibrahim lahir di Babilon. Adanya Ibrahim
dikaitkan dengan kawasan tersebut, karena ia pernah shalat di sana saat datang
untuk membantu Nabi Luth.”
Menikah dengan
Sarah
Para ahlis
sejarah menuturkan, Ibrahim menikah dengan Sarah dan Malik binti Haran. Maksudnya
saudara sepupu Ibrahim.
Sarah mandul,
tidak bisa mempunyai anak.
Tarikh (ayah
Ibrahim) kemudian bermigrasi bersama anaknya, Ibrahim berserta istrinya, Sarah,
dan keponakannya, Luth bin Haran, meinggalkan kawasan Kaldan menuju bumi
Kan’an. Mereka singgah di Haran. Di sana, Tarikh meninggal dunia dalam usia 230
tahun. Ini menunjukkan, Ibrahim tidak dilahirkan di Haran, tetapi di bumi
Kaldan, yaitu kawasan Babilon dan sekitarnya.
Menetap di
Negeri Haran
Setelah singgah
beberapa saat di Kaldan, mereka melanjutkan perjalanan menuju negeri Kan’an,
yaitu di wilayah Baitul Maqdis. Mereka singgah di Haran, kawasan orang-orang
Kaldan pada waktu itu. Mereka juga singgah di Jazirah Syam. Mereka menyembah
tujuh bintang, dan orang-orang yang menghuni kota Damaskus juga memeluk agama
yang sama. Mereka menghadap ke arah kutub selatan, menyembah tujuh bintang
dengan berbagai macam ritual maupun ucapan. Karena itulah, di setiap tujuh
pintu gerbang Damaskus kuno terdapat patung bintang tersebut. Mereka mengadakan
hari-hari besar dan kurban untuk bintang-bintang yang mereka sembah.
Demikian pula
dengan penduduk Haran, mereka menyambah bintang-bintang, dan berhala. Tidak
terkecuali dengan penduduk seluruh bumi kala itu, mereka semua kafir, kecuali
Ibrahim beserta istri dan keponakannya, Luth ‘Alayhissalam.
Melalui sosok
Ibrahim, Allah menlenyapkan keburukan-keburukan tersebut, melenyapkan kegelapan
yang ada, karena sejak masih kecil, Ibrahim sudah dikaruniai akal dan jalan
yang lurus, untuk selanjutnya diangkat sebagai rasul sekaligus kekasih Allah
saat menginjak dewasa.
Kisah Nabi
Ibrahim dalam Al-Qur’an
Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman, “Dan sesungguhnya, sebelum dia (Musa dan Harun)
telah Kami berikan kepada Ibrahim petunjuk, dan Kami telah mengetahui dia.” (QS.
Al-Anbiya: 51). Yaitu Ibrahim patut untuk mendapat petunjuk.
Allah
berfirman, “Dan (ingatlah) Ibrahim, ketika dia berkata kepada kaumnya,
‘Sembahlah Allah dan bertakwalah kepada-Nya. Yang demikian itu lebih baik
bagimu, jika kamu mengetahui. Sesungguhnya, yang kamu sembah selain Allah
hanyalah berhala-berhala, dan kamu membuat kebohongan. Sesungguhnya, apa yang
kamu sembah selain Allah itu tidak mampu memberikan rezeki kepadamu; maka
mintalah rezeki dari Allah, dan sembahlah Dia dan bersyukurlah kepada-Nya.
Hanya kepada-Nya kamu akan dikembalikan. Dan jika kamu (orang kafir)
mendustakan, maka sungguh, umat sebelum kamu juga telah mendustakan (para
rasul). Dan kewajiban rasul itu mudah bagi Allah. Ketakanlah, ‘Berjalanlah di
bumi maka perhatikanlah bagaimana (Allah) memulai penciptaan (makhluk), kemudian
Allah menjadikan kejadian yang akhir. Sungguh, Allah Mahakuasa atas segala
sesuatu. Dia (Allah) mengazab siapa yang Dia kehendaki dan memberi rahmat
kepada siapa yang Dia kehendaki, dan hanya kepada-Nya kamu akan dikembalikan.
Dan kamu sama
sekali tidak dapat melepaskan diri (dari Adzab Allah) baik di bumi maupun di
langit, dan tidak ada pelindung dan penolong bagimu selain Allah. Dan
orang-orang yang mengingakari ayat-ayat Allah dan pertemuan dengan-Nya, mereka
berputus asa dari rahmt-Nya, dan mereka itu akan mendapat adzab yang pedih.
Maka tidak ada jawaban kaumnya (Ibrahim), selain mengatakan, ‘Bunuhlah atau
bakarlah dia,’ lalu Allah menyelamatkannya dari api. Sungguh, pada yang
demikian itu pasti terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang
beriman.
Dan dia
(Ibrahim) berkata, ‘Sesungguhnya, berhala-berhala yang kamu sembah selain
Allah, hanya untuk menciptakan perasaan kasih sayang di antara kamu dalam
kehidupan di dunia, kemudian pada hari Kiamat sebagian kamu akan saling
mengingkari dan saling mengutuk, dan tempat kembalimu ialah neraka, dan sama
sekali tidak ada penolong bagimu.’ Maka Luth membenarkan (kenabian Ibrahim).
Dan dia (Ibrahim) berkata, ‘Sesungguhnya, aku harus berpindah ke (tempat yang
diperintahkan) Tuhanku, sungguh, Dialah Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana.’ Dan
Kami anugerahkan kepada Ibrahim, Ishaq dan Ya’qub, dan Kami jadikan kenabian
dan kitab kepada keturunannya, dan Kami berikan kepadanya balasannya di dunia,
dan sesungguhnya dia di akhirat, termasuk orang yang shalih’.” (QS.
Al-‘Ankabut: 16-27)
Selanjutnya
Allah mengisahkan perdebatan Ibrahim dengan ayah dan kaumnya, seperti yang akan
kami sebutkan berikutnya.
Ibrahim pertama
kali menyampaikan dakwah kepada ayahnya karena ayahnya adalah orang yang paling
berhak mendapatkan nasihat tulus. Ayahnya termasuk di antara mereka yang
menyembah patung, seperti yang Allah sampaikan dalam firman-Nya, “Dan
ceritakanlah (Muhammad) kisah Nabi Ibrahim di dalam Kitab (Al-Qur’an),
sesungguhnya dia adalah seorang yang sangat membenarkan, seorang Nabi.
(Ingatlah) ketika dia (Ibrahim) berkata kepada ayahnya, ‘Wahai ayahku! Mengapa
engkau menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat
menolongmu sedikit pun? Wahai ayahku! Sungguh, telah sampai kepadaku sebagian
ilmu yang tidak diberikan kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan
menunjukkan kepadamu jalan yang lurus. Wahai ayahku! Janganlah engkau menyembah
setan. Sungguh, setan itu duhaka kepada Rabb Yang Maha Pengasih. Wahai ayahku!
Aku sungguh khawatir engkau akan ditimpa azab dari Rabb Yang Maha Pengasih,
sehingga engkau menjadi teman bagi setan.’
Dia (ayahnya)
berkata, ‘Bencikah engkau kepada tuhan-tuhanku, wahai Ibrahim? Jika engkau
tidak berhenti, pasti engkau akan kurajam, maka tinggalkanlah aku untuk waktu
yang lama.’ Dia (Ibrahim) berkata, ‘Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu,
aku akan memohonkan ampunan bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya, Dia sangat
baik kepadaku. Dan aku akan menjauhkan diri darimu dan dari apa yang engkau
sembah selain Allah, dan aku akan berdo’a kepada Tuhanku, mudah-mudahan aku
tidak akan kecewa dengan berdo’a kepada Tuhanku’.” (QS. Maryam:
41-48)
Allah
menyebutkan dialog dan perdebatan antara Ibrahim dengan ayahnya. Tentang
bagaimana Ibrahim mengajak ayahnya menuju kebenaran dengan tutur kata lembut
dan isyarat yang baik. Menjelaskan kebatilan paganisme yang dianutnya,
berhala-berhala yang sama sekali tidak bisa mendengar orang yang menyembahnya,
juga tidak bisa melihat tempat keberadaannya. Benda seperti ini, bagaimana
mungkin bisa menolong atau memberikan kebaikan, rezeki ataupun pertolongan?
Selanjutnya, Ibrahim mengingatkan ayahnya pada petunjuk dan ilmu bermanfaat
yang diberikan Allah kepadanya, meski secara usia ia lebih muda. “Wahai
ayahku! Sungguh, telah sampai kepadaku sebagian ilmu yang tidak diberikan
kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang
lurus.” (QS. Maryam: 43). Yaitu jalan lurus, jelas, mudah, yang
mengantarkanmu menuju kebaikan dunia dan akhirat.
Namun, karena
ayahnya berpaling dari petunjuk dan nasihat yang disampaikan Ibrahim, enggan
menerima dan mengamalkannya, bahkan malah mengancamnya, ia berkata, “Bencikah
engkau kepada tuhan-tuhanku, wahai Ibrahim? Jika engkau tidak berhenti, pasti
engkau akan kurajam,” ada yang menyatakan dengan tutur kata, sedang
pendapat lain dengan tindakan, “Maka tinggalkanlah aku untuk waktu yang
lama,” yaitu putuskan hubungan kita dan tinggalkan aku untuk waktu yang
lama.
Saat itu
Ibrahim berkata kepada ayahnya, “Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu,” yaitu
semoga kau tidak tertimpa hal-hal yang tidak diinginkan karena aku. Bahkan Ibrahim
menuturkan kata-kata baik lagi, ia berkata, “Aku akan memohonkan ampunan
bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya, Dia sangat baik kepadaku,” Ibnu Abbas
dan lainnya menafsirkan, ‘Yaitu Mahalembut, yaitu dalam memberiku petunjuk
untuk beribadah kepada-Nya beramal dengan ikhlas untuk-Nya semata. Karena itu
Ibrahim mengataka, “Dan aku akan menjauhkan diri darimu dan dari apa yang
engkau sembah selain Allah, dan aku akan berdo’a kepada Tuhanku, mudah-mudahan
aku tidak akan kecewa dengan berdo’a kepada Tuhanku’.” (QS. Maryam: 41-48)
Dan benar,
Ibrahim memohonkan ampunan untuk ayahnya seperti yang pernah ia janjikan. Namun
setelah terbukti dengan jelas bahwa ayahnya adalah musuh Allah, Ibrahim
melepaskan diri darinya, seperti yang disampaikan Allah, “Adapun permohonan
ampunan Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya, tidak lain hanyalah karena suatu
janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya. Maka ketika jelas bagi Ibrahim
bahwa bapaknya adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri darinya. Sungguh,
Ibrahim itu seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun.” (QS.
At-Taubah: 114)
Imam Bukhari
menuturkan, “Isma’il bin Abdullah bercerita kepada kami, saudara Abdul Hamid,
bercerita kepadaku, dari Ibnu Abi Dzi’b dari Sa’id Al-Maqburi, dari Abu Hurairah,
dari Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam, beliau bersabda: ‘Ibrahim
bertemu ayahnya, Azar pada hari kiamat, pada wajah Azar terdapat asap dan debu,
lalu Ibrahim berkata padanya, ‘Bukankah aku sudah pernah mengatakan kepadamu,
jangan mendurhakaiku?’ Pada hari ini, aku tidak akan mendurhakaimu,’ kata
ayahnya. Ibrahim kemudian mengucapkan, ‘Ya Rabb! Sungguh, kau pernah berjanji
padaku untuk tidak menghinakanku pada hari semua makhluk dibangkitkan, lalu
kehinaan mana yang lebih menghinakan dari ayahku yang paling jauh?’ Allah
Ta’ala kemudian berfirman: ‘Sungguh, Aku haramkan surga bagi orang-orang
kafir.’ Kemudian dikatakan, ‘Wahai Ibrahim (lihatlah) apa yang ada di bawah
kedua kakimu!’ Ibrahim melihat, ternyata ada serigala berlumuran kotoran.
Kaki-kakinya kemudian diraih lalu dilemparkan ke neraka’.”
Dalam kitab
tafsir, Imam Bukhari menyatakan, “Ibrahim bin Thahman meriwayatkan dari Ibnu
Abi Dzi’b, dari Sa’id Al-Maqburi, dari ayahnya, dari Abu Hurairah.”
Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman, “Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata kepada
ayanya Azar, ‘Pantaskah engkau menjadikan berhala-berhala itu sebagai tuhan?
Sesungguhnya, aku melihat engkau dan kaummu dalam kesesatan yang nyata’.” (QS.
Al-An’am: 74). Ini menunjukkan, nama ayah Ibrahim adalah Azar. Namun, menurut
mayoritas ahli nasab, di antaranya Ibnu Abbas, menyebut namanya Tarikh, seperti
yang disebut Ahli Kitab. Menurut pendapat lain, Azar adalah julukan berhala
yang disembah ayah Ibrahim.
Ibnu Jarir
menyatakan, “Yang benar, nama ayah Ibrahim adalah Azar. Atau mungkin saja ia
memiliki dua nama; salah satunya julukan, sementara satunya lagi nama.”
Pernyataan Ibnu
Jarir ini mungkin saja benar. Wallahu a’lam.
Perdebatan
antara Nabi Ibrahim dengan Kaumnya
Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman, “Dan demikianlah Kami memperlihatkan kepada Ibrahim
kekuasaan (Kami yang terdapat) di langit dan dibumi, dan agar dia termasuk
orang-orang yang yakin. Ketika malam telah menjadi gelap, dia (Ibrahim) melihat
sebuah bintang (lalu) dia berkata, ‘Inilah Tuhanku.’ Maka ketika bintang itu
terbenam dia berkata, ‘Aku tidak suka yang terbenam.’ Lalu ketika dia melihat
bulan terbit dia berkata, ‘Inilah Tuhanku.’ Tetapi ketika bulan itu terbenam
dia berkata, ‘Sungguh, jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku
termasuk orang-orang yang sesat.’
Kemudian ketika
dia melihat matahari terbit, dia berkata, ‘Inilah Tuhanku, ini lebih besar.’
Tetapi ketika matahari terbenam, dia berkata, ‘Wahi Kaumku! Sungguh, aku
berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan.’ Aku hadapkan wajahku kepada
(Allah) yang menciptakan langit dan bumi dengan penuh kepasrahan (mengikuti)
agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik. Dan kaumnya
membantahnya.
Dia (Ibrahim)
berkata, ‘Apakah kamu hendak membantahku tentang Allah, padahal Dia benar-benar
telah memberi petunjuk kepadaku? Aku tidak takut kepada (mala petaka dari) apa
yang kamu persekutukan dengan Allah, kecuali Tuhanku menghendaki sesuatu. Ilmu
Tuhanku meliputi segala sesuatu. Tidakkah kamu dapat mengambil palajaran?
Bagaimana aku takut kepada apa yang kamu persekutukan (dengan Allah), padahal
kamu tidak takut dengan apa yang Allah sendiri tidak menurunkan keterangan
kepadamu untuk mempersekutukan-Nya. Manakah dari kedua golongan itu yang lebih
berhak mendapat keamanan (dari malapetaka), jika kamu mengetahui?’
Orang-orang
yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan syirik, mereka
itulah orang-orang yang mendapat rasa aman dan mereka mendapat petunjuk. Dan
itulah keterangan Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi
kaumnya. Kami tinggikan derajat siapa yang Kami kehendaki. Sesungguhnya, Rabbmu
Mahabijaksana, Maha Mengetahui’.” (QS. Al-An’am: 75-58)
Kesempatan kali
ini merupakan perdebatan Ibrahim dengan kaumnya. Ibrahim menjelaskan kepada
mereka, bahwa bintang-bintang terang yang terlihat sama sekali tidak patut
dipertuhankan, ataupun disembah bersama Allah ‘Azza wa Jalla. Karena, semua
makhluk tersebut yang diatur, diciptakan, dan dikendalikan. Kadang muncul dan
kadang terbenam, menghilang dari alam ini. sementara bagi Rabb Ta’ala, tak ada
sesuatu pun yang luput dari penglihatan-Nya, tidak ada yang samar bagi-Nya. Ia
kekal abadi, tiada akan menghilang, tiada Tuhan (yang berhak diibadahi dengan
sebenarnya) selain-Nya, tiada Tuhan selain-Nya.
Ibrahim
terlebih dulu menjelaskan bahwa bintang tidak patut diyakini seperti itu.
Menurut salah satu pendapat, bintang yang disembah adalah bintang Vesper,
selanjutnya beralih ke bulan yang sinarnya lebih terang dan lebih indah,
berikutnya beralih ke matahari yang paling terlihat besar dan paling terang.
Ibrahim menjelaskan, semua itu adalah makhluk yang diatur, diperjalankan,
ditentukan dan dipelihara, seperti yang Allah firmankan, “Dan sebagian dari
tanda-tanda kebesaran-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah
bersujud kepada matahari dan jangan (pula) kepada bulan, tetapi bersujudlah
kepada Allah yang menciptakannya, jika kamu hanya menyembah kepada-Nya.”
(QS. Fushshilat: 78)
Karena itu
Allah berfirman, “Kemudian ketika dia melihat matahari terbit, dia berkata,
‘Inilah Tuhanku, ini lebih besar.’ Tetapi ketika matahari terbenam, dia
berkata, ‘Wahi Kaumku! Sungguh, aku berlepas diri dari apa yang kamu
persekutukan.’ Aku hadapkan wajahku kepada (Allah) yang menciptakan langit dan
bumi dengan penuh kepasrahan (mengikuti) agama yang benar, dan aku bukanlah
termasuk orang-orang musyrik. Dan kaumnya membantahnya.
Dia (Ibrahim)
berkata, ‘Apakah kamu hendak membantahku tentang Allah, padahal Dia benar-benar
telah memberi petunjuk kepadaku? Aku tidak takut kepada (mala petaka dari) apa
yang kamu persekutukan dengan Allah, kecuali Tuhanku menghendaki sesuatu. Ilmu
Tuhanku meliputi segala sesuatu. Tidakkah kamu dapat mengambil palajaran?”. (QS. Al-An’am:
78-80). Yaitu, aku tidak mempedulikan tuhan-tuhan yang kalian sembah selain
Allah itu, karena semuanya sama sekali tidak bisa mendatangkan manfaat, tidak
mendengar ataupun memahami, berhala-berhala itu justru dipelihara dan diatur,
sama seperti bintang dan lainnya. Berhala-berhala yang kalian sembah hanyalah
buatan dan pahatan.
Secara lahir,
nasihat terkait bintang-bintang ini disampaikan Ibrahim kepada penduduk Haran,
karena mereka menyembah bintang. Kisah ini membantah pernyataan kalangan yang
menyatakan bahwa Ibrahim mangatakan hal tersebut saat keluar dari sebuah
terowongan saat ia masih kecil, seperti disampaikan Ibnu Ishaq dan lainnya.
Kabar ini bersumber dari kisah-kisah israiliyyat yang tidak bisa
dipercaya, terlebih jika menyalahi kebenaran.
Dakwah Nabi
Ibrahim
Sementara
penduduk Babilon, mereka menyambah berhala. Mereka inilah yang didebat Ibrahim
dan berhala-berhala mereka dihancurkan Ibrahim, diperlakukan secara hina dan
dijelaskan sisi kebatilannya, seperti yang Allah sampaikan dalam firman-Nya, “Dan
dia (Ibrahim) berkata, ‘Sesungguhnya, berhala-berhala yang kamu sembah
selain Allah, hanya untuk menciptakan perasaan kasih sayang di antara kaum
dalam kehidupan di dunia, kemudian pada hari Kiamat sebagian kamu akan saling
mengingkari dan saling mengutuk; dan tempat kembalimu ialah neraka, dan sama
sekali tidak ada penolong bagimu’.” (QS. Al-‘Ankabut: 25)
Allah berfirman
dalam surah Al-Anbiya’, “Dan sungguh, sebelum dia (Musa dan Harun) telah
Kami berikan kepada Ibrahim petunjuk, dan Kami telah mengetahui dia.
(Ingatlah), ketika dia (Ibrahim) berkata kepada ayahnya dan kaumnya,
‘Patung-patung apakah ini yang kamu tekun menyembahnya?’ Mereka menjawab, ‘Kami
mendapati nenek moyang kami menyembahnya.’ Dia (Ibrahim) berkata,
‘Sesungguhnya, kamu dan nenek moyang kamu berada dalam kesesatan yang nyata.’
Mereka berkata,
‘Apakah engkau datang kepada kami membawa kebenaran atau engkau main-main? Dia
(Ibrahim) menjawab, ‘Sebenarnya Rabb kamu ialah Rabb (pemilik) langit dan bumi;
(Dialah) yang telah menciptakannya, dan aku termasuk orang yang dapat bersaksi
atas itu.’ Dan demi Allah, sungguh, aku akan melakukan tipu daya terhadap
berhala-berhalamu setelah kamu pergi meninggalkannya. Maka dia (Ibrahim)
menghancurkan (berhala-berhala itu) berkeping-keping, kecuali yang terbesar
(induknya); agar mereka kembali (untuk bertanya) kepadanya. Mereka berkata,
‘Siapakah yang melakukan (perbuatan) ini terhadap tuhan-tuhan kami? Sungguh,
dia termasuk orang yang zhalim.’
Mereka (yang
lain) berkata, ‘Kami mendengar ada seorang pemuda yang mencela (berhala-berhala
ini), namanya Ibrahim.’ Mereka berkata, ‘(Kalau demikian) bawalah dia dengan
diperlihatkan kepada orang banyak, agar mereka menyaksikan.’ Mereka bertanya,
‘Apakah engkau yang melakukan (perbuatan) ini terhadap tuhan-tuhan kami, wahai
Ibrahim? Dia (Ibrahim) menjawab, ‘Sebenarnya, (patung) besar itu yang
melakukannya, maka tanyakanlah kepada mereka, jika mereka dapat berbicara.’
Maka mereka kembali kepada kesadaran mereka dan berkata, ‘Sesungguhnya, kamulah
yang menzalimi (diri sendiri).’ Kemudian mereka menundukkan kepala (lalu
berkata), ‘Engkau (Ibrahim) pasti tahu bahwa (berhala-berhala) itu tidak dapat
berbicara.’
Dia (Ibrahim)
berkata, ‘Mengapa kamu menyembah selain Allah, sesuatu yang tidak dapat memberi
manfaat sedikit pun, dan tidak (pula) mendatangkan mudharat kepada kamu?
Celakalah kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah! Tidakkah kamu mengerti?’
Mereka berkata, ‘Bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan kamu, jika kamu
benar-benar hendak berbuat.’ Kami (Allah) berfirman, ‘Wahai api! Jadilah kamu dingin,
dan penyelamat bagi Ibrahim!’ Dan mereka hendak berbuat jahat terhadap Ibrahim,
maka Kami menjadikan mereka itu orang-orang yang paling rugi’.” (QS.
Al-Anbiya’: 51-70)
Allah berfirman
dalam surah Asy-Syu’ara’, “Dan bacakanlah kepada mereka kisah Ibrahim.
Ketika dia (Ibrahim) berkata kepada ayahnya dan kaumnya, ‘Apakah yang kamu
sembah?’ Mereka menjawab, ‘Kami menyembah berhala-berhala dan kami senantiasa
tekun menyembahnya.’ Dia (Ibrahim) berkata, ‘Apakah mereka mendengarmu ketika
kamu berdo’a (kepadanya)? Atau (dapatkah) mereka memberi manfaat atau
mencelakakan kamu?’ Mereka menjawab, ‘Tidak, tetapi kami dapati nenek moyang
kami berbuat begitu.’
Dia (Ibrahim)
berkata, ‘Apakah kamu memperhatikan apa yang kamu sembah, kamu dan nenek moyang
kamu yang terdahulu? Sesungguhnya, mereka (apa yang kamu sembah) itu musuhku,
lain halnya Rabb seluruh alam, (yaitu) Yang telah menciptakan aku, maka Dia
yang memberi petunjuk kepadaku, dan Yang memberi makan dan minum kepadaku, dan
apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku, dan Yang akan mematikan aku,
kemudian akan menghidupkan aku (kembali), dan Yang sangat kuinginkan akan
mengampuni kesalahan pada hari Kiamat.’ (Ibrahim berdo’a), ‘Ya Tuhanku,
berikanlah kepadaku ilmu dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang
shaleh’.” (QS.
Asy-Syu’ara’: 69-83)
Allah berfriman
dalam surah Ash-Shaffat, “Dan sungguh, Ibrahim termasuk golongannya (Nuh).
(Ingatlah) ketika dia datang kepada Tuhannya dengan hati yang suci, (ingatlah)
ketika dia berkata kepada ayahnya dan kaumnya, ‘Apakah yang kamu sembah itu?
Apakah kamu menghendaki kebohongan dengan sesembahan selain Allah itu? Maka
bagaimana anggapanmu terhadap Rabb seluruh alam?’ Lalu dia memandang sekilas ke
bintang-bintang, kemudian dia (Ibrahim) berkata, ‘Sesungguhnya, aku sakit.’
Lalu mereka berpaling dari dia dan pergi meninggalkannya.
Kemudian dai
(Ibrahim) pergi dengan diam-diam kepada berhala-berhala mereka; lalu dia
berkata, ‘Mengapa kamu tidak makan? Mengapa kamu tidak menjawab?’ Lalu
dihadapinya (berhala-berhala) itu sambil memukulnya dengan tangan kanannya.
Kemudian mereka (kaumnya) datang bergegas kepadanya. Dia (Ibrahim) berkata,
‘Apakah kamu menyembah patung-patung yang kamu pahat itu? Padahal Allah-lah
yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu.’ Mereka berkata, ‘Buatlah
bangunan (perapian) untuknya (membakar Ibrahim), lalu lemparkan dia ke dalam
api yang menyala-nyala itu.’ Maka mereka bermaksud memperdayainya dengan
(membakar)nya, (namun Allah menyelamatkannya), lalu Kami jadikan mereka orang-orang
yang hina’.” (QS. Ash-Shaffat: 83-98)
Siasat Nabi
Ibrahim untuk Menyadarkan Kaumnya
Kaum Ibrahim
memiliki hari besar yang biasa mereka hadir setiap tahunnya di luar
perkampungan. Ayah Ibrahim mengajaknya untuk menghadiri perayaan hari besar
ini, lalu Ibrahim menjawab, “Aku sakit,” seperti yang disampaikan Allah, “Lalu
dia memandang sekilas ke bintang-bintang, kemudian dia (Ibrahim) berkata,
‘Sesungguhnya, aku sakit’.” (QS. Ash-Shaffat: 88-89). Ibrahim menggunakan
kata-kata kiasan hingga sampai kepada inti yang dimaksudkan, yaitu menghina
berhala-berhala mereka, membela agama Allah, menjelaskan kebatilan paganisme
yang mereka anut, kebtilan berhala-berhala yang patut dipecah dan
dihinadinakan.
Setelah
semuanya pergi ke luar perkampungan menuju perayaan hari besar, sedangkan
Ibrahim tetap ada di sana, “Kemudian dia (Ibrahim) pergi dengan diam-diam
kepada berhala-berhala mereka,” yaitu Ibrahim pergi menuju berhala-berhala
itu dengan cepat dan secara diam-diam. Ibrahim mendapati semua berhala dihiasi
dengan amat indah dan menawan. Di hadapannya mereka berikan berbagai macam
makanan sebagai kurban, lalu Ibrahim dengan nada mencela dan mencemooh berkata,
“Mengapa kamu tidak makan? Mengapa kamu tidak menjawab? Lalu dihadapinya
(berhala-berhala) itu sambil memukulnya dengan tangan kanannya.” (QS.
Ash-Shaffat: 91-93)
Ibrahim memukul
dengan tangan kanan, karena tangan kanan lebih kuat, lebih cepat dan lebih
perkasa. Ibrahim menghancurkan berhala-berhala itu dengan kapak yang ada di
tangannya, seperti Allah sampaikan, “Maka dia (Ibrahim) menghancurkan
(berhala-berhala itu) berkeping-keping,” yaitu hancur lebur, semuanya
dihancurkan oleh Ibrahim, “Kecuali yang terbesar (induknya); agar mereka
kembali (untuk bertanya) kepadanya.” (QS. Al-Anbiya: 58-59). Menurut salah
satu riwayat, Ibrahim meletakkan kapak di tangan berhala yang paling besar,
untuk memberikan kesan bahwa ia cemburu jika ada tuhan-tuhan kecil yang
disembah bersamanya.
Saat mereka
pulang setelah merayakan hari besar, mereka terhenyak dengan apa yang menimpa
berhala-berhala. “Mereka berkata, ‘Siapakah yang melakukan (perbuatan) ini
terhadap tuhan-tuhan kami? Sungguh, dia termasuk orang yang zhalim’.” (QS.
Al-Anbiya: 59).
Situasi yang
ada ini merupakan bukti nyata bagi mereka andai saja mereka mau menggunakan
akal sehat, maksudnya kondisi yang menimpa berhala-berhala yang mereka sembah.
Andai berhala-berhala mereka ini tuhan, tentu bisa membela diri dari siapa pun
yang berniat jahat. Namun karena kebodohan, dangkal akal, tersesat, dan dungu,
mereka justru mengatakan, “Siapakah yang melakukan (perbuatan) ini terhadap
tuhan kami? Sungguh, dia termasuk orang zhalim.” (QS. Al-Anbiya: 59)
“Mereka (yang
lain) berkata, ‘Kami mendengar ada seorang pemuda yang mencela (berhala-berhala
ini), namanya Ibrahim’.” (QS. Al-Anbiya: 60). Yaitu ia mencela dan mencemooh berhala-berhala
ini, dialah yang tidak ikut pergi bersama kita (merayakan hari besar di luar
perkampungan), dan dia pasti yang telah menghancurkan berhala-berhala ini.
Demikian menurut penjelasan Ibnu Mas’ud. Maksudnya adalah kata-kata Ibrahim, “Dan
demi Allah, sungguh, aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala-berhalamu
setelah kamu pergi meninggalkannya.” (QS. Al-Anbiya: 57)
“Mereka
berkata, ‘(Kalau demikian) bawalah dia dengan diperlihatkan kepada orang
banyak, agar mereka menyakiskan’.” (QS. Al-Anbiya: 61). Yaitu di hadapan khalayak ramai, agar mereka
bisa menyaksikan dan mendengar kata-katanya, serta melihat langsung hukuman apa
yang akan menimpanya.
Tujuan dari
Siasat Nabi Ibrahim
Tujuan utama
Nabi Ibrahim menghancurkan berhala-berhala adalah supaya semua orang berkumpul,
sehingga ia bisa menyampaikan hujah kepada seluruh penyembah berhala atas
kebatilan peribadatan yang mereka lakukan, sama seperti yang dikatakan Musa
kepada Fir’aun, “Waktu untuk pertemuan (kami dengan) kamu itu ialah di hari
raya dan hendaklah dikumpulkan manusia pada waktu matahari naik sepenggalah.”
(QS. Thaha: 59)
Setelah
semuanya berkumpul dan Ibrahim didatangkan tepat seperti yang mereka inginkan, “Mereka
bertanya, ‘Apakah engkau yang melakukan (perbuatan) ini terhadap tuhan-tuhan
kami, wahai Ibrahim?’ Dia (Ibrahim) menjawab, ‘Sebenarnya (patung) besar itu
yang melakukannya’,” menurut salah satu pendapat, makna kata-kata Ibrahim
itu adalah berhala yang besar itulah yang memerintahkanku untuk mneghancurkan
berhala-berhala lain. Namun Ibrahim menyatakan seperti itu dalam bentuk kiasan.
“Maka tanyakanlah kepada mereka, jika mereka dapat berbicara.” (QS.
Al-Anbiya: 62-63)
“Maka mereka
kembali kepada kesadaran mereka dan berkata, ‘Sesungguhnya, kamulah yang
menzhalimi (diri sendiri)’,” (QS. Al-Anbiya: 64), yaitu
mereka mencela diri sendiri, mereka berkata, “Kalianlah yang menzhalimi diri
sendiri,” yaitu karena meniggalkan berhala-berhala ini tanpa dijaga.
“Kemudian
mereka menundukkan kepala,” As-Suddi menafsirkan, yaitu mereka kembali membuat fitnah. Dengan
demikian, makna firman Allah “Sesungguhnya, kamulah yang menzhalimi (diri
sendiri),” yaitu karena menyembahnya.
Qatadah
menafsirkan, “Mereka semua bingung, yaitu menunduk, setelah itu mereka berkata,
‘Engkau (Ibrahim) pasti tahu bahwa (berhala-berhala) itu tidak dapat
berbicara.” (QS. Al-Anbiya: 65).
Saat itulah
Ibrahim mengatakan, “Mengapa kamu menyembah selain Allah, sesuatu yang tidak
dapat memberi manfaat sedikit pun, dan tidak (pula) mendatangkan mudarat kepada
kamu? Celakalah kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah! Tidakkah kamu
mengerti?” (QS. Al-Anbiya: 66-67).
Sama seperti
firman-Nya, “Kemudian mereka (kaumnya) datang bergegas kepadanya.” (QS. Ash-Shaffat: 94). Mujahid menafsirkan,
“Bersegera.” “Dia (Ibrahim) berkata, ‘Apakah kamu menyembah patung-patung
yang kamu pahat itu?” Yaitu bagaimana kalian menyembah patung-patung yang
kalian pahat dari kayu dan batu, lalu kalian bentuk seperti yang kalian
inginkan? “Padahal Allahlah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat
itu.”
Kalian semua
makhluk, patung-patung ini juga makhluk. Lalu bagaimana makhluk menyembah
makhluk sepertinya? Penyembahan kalian terhadap berhala-berhala itu tidak lebih
baik dari penyembahan berhala-berhala itu terhadap kalian. Keduanya sama-sama
batil, karena sama sekali tidak ada dalilnya, karena ibadah hanya patut
dipersembahkan untuk Pencipta semata, tiada sekutu bagi-Nya.
Argumen Logis
Nabi Ibrahim
Allah
berfirman, “Mereka berkata, ‘Buatlah bangunan (perapian) untuknya (membakar
Ibrahim); lalu lemparkan dia ke dalam api yang menyala-nyala itu.’ Maka mereka
bermaksud memperdayainya dengan (membakar)nya, (namun Allah menyelamatkannya),
lalu Kami jadikan mereka orang-orang yang hina’.” (QS. Ash-Shaffat: 97-98)
Karena kalah
dalam perdebatan, tidak lagi memiliki hujah ataupun syubhat, akhirnya mereka
beralih menggunakan kekuatan dan kekuasaan demi membela kebodohan dan
kesewenang-wenangan. Allah menimpakan tipu daya kepada mereka, menjunjung
tinggi kalimat, agama, dan bukti nyat-Nya, seperti yang Allah sampaikan, “Mereka
berkata, ‘Bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan kamu, jika kamu benar-benar
hendak berbuat.’ Kami (Allah) berfirman, ‘Wahai api! Jadilah kamu dingin, dan
penyelamat bagi Ibrahim!’ Dan mereka hendak berbuat jahat terhadap Ibrahim,
maka Kami menjadikan mereka itu orang-orang yang paling merugi’.” (QS.
Al-Anbiya: 68-70)
Mereka kemudian
mengumpulkan berbagai kayu dari mana saja yang bisa mereka dapatkan, hingga
memakan waktu cukup lama, sampai-sampai ketika ada seorang wanita sakit, ia
bernadzar jika sembuh nanti akan membawa kayu bakar untuk membakar Ibrahim.
Mereka kemudian mengarah ke sebuah tanah keras yang luas, mereka letakkan kayu
bakar di sana, lalu mereka bakar, hingga api berkobar dan membumbung tinggi,
belum pernah terlihat pemandangan seperti itu sebelumnya.
Setelah mereka
letakkan Ibrahim dalam manjaniq (salah satu alat kuno yang digunakan
untuk pengepungan, batu besar diletakkan di atal ini lalu dilemparkan ke arah
benteng hingga runtuh), alat ini dibuat oleh seseorang berasal dari Kurdi,
namanya Haizan. Ia adalah orang pertama yang membuat manjaniq. Allah
membenamkannya ke dalam bumi, ia terus terbenam di dalamnya hingga hari kiamat.
Mereka kemudian
mengikat Ibrahim dengan kedua tangan di belakang pundak, Ibrahim mengucapkan,
‘Tiada Ilah (yang berhak diibadahi dengan sebenarnya) selain-Mu, Mahasuci
Engkau wahai Rabb seluruh alam, bagi-Mu segala pujian dan milik-Mu juga segala
kerajaan, tiada sekutu bagi-Mu.”
Do’a Nabi
Ibrahim Ketika Dilemparkan ke dalam Api
Saat Ibrahim
diletakkan di manjaniq dalam posisi terikat dengan kedua tangan di
belakang pundak, lalu mereka melemparkan ke dalam kobaran api, ia mengucapkan, حَسبُنَا ٱللَّهُ وَنِعمَ ٱلوَكِيلُ “Cukuplah Allah
(sebagai Penolong) kami, dan Dialah sebaik-baik Pelindung,” seperti disebutkan
dalam riwayat Imam Bukhari dari Ibnu Abbas, ia menuturkan, “Cukuplah Allah
(sebagai Penolong) kami dan Dialah sebaik-baik Pelindung,’ diucapkan Ibrahim
kala dilemparkan ke api, juga diucapkan Muhammad saat dikatakan kepadanya, ‘Sesungguhnya,
manusia (orang-orang kafir Mekkah) telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang
kamu, karena itu takutlah kepada mereka.’ Maka perkataan itu menambah keimanan
mereka dan mereka menjawab, ‘Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah
adalah sebaik-baik Pelindung.’ Maka mereka kembali dengan cikmat dan karunia
(yang besar) dari Allah, mereka tidak mendapat bencana apa-apa’.” (QS. Ali
‘Imran: 173-174)
Abu Ya’la
menuturkan, “Abu Hisyam Ar-Rifa’i bercerita kepada kami, Ishaq bin Sulaiman
bercerita kepada kami, dari Abu Ja’far Ar-Razi, dari Ashim bin Abu An-Najud,
dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam
bersambda, ‘Saat Ibrahim dilemparkan ke dalam api, ia mengucapkan, ‘Ya Allah!
Sungguh Engkau Esa di langit, dan di bumi aku hanya seorang diri yang beribadah
yang beribadah kepada-Mu’.” (disebutkan Ibnu Asakair dalam At-Tarikh).
Sebagian salaf
menyebutkan, ketika Ibrahim berada di udara (saat dilempar ke dalam kobaran
api), Jibril menawarkan bantuan padanya, Jibril berkata, “Hai Ibrahim! Apa kau
punya suatu keperluan?’ Ibrahim menjawab, ‘Tidak padamu’.”
Diriwayatkan
dari Ibnu Abbas dan Sa’id bin Jubair, ia menuturkan, “Malaikat hujan
mengatakan, ‘Kapan kiranya aku diperintahkan untuk menurunkan hujan?’ Namun,
perintah Allah jauh lebih cepat. “Kami (Allah) berfirman, ‘Wahai api!
Jadilah kamu dingin, dan penyelamat bagi Ibrahim!” (QS. Al-Anbiya: 69). Ali
bin Abi Thalib menafsirkan, “Yaitu jangan membahayakannya.”
Ibnu Abbas dan
Abu Aliyah mengatakan, “Andai Allah tidak berfirman, ‘Dan penyelamat bagi
Ibrahim,’ tentu dinginnya api tersebut membahayakan Ibrahim’.”
Ka’ab Al-Ahbar
mengatakan, “Diriwayatkan, Jibril berada di dekat Ibrahim, mengusap keringat di
wajahnya. Tidak ada satu pun bagian tubuh yang terkena jilatan api selain
bagian tersebut.”
As-Suddi
mengatakan, “Malaikat naungan juga berada di dekat Ibrahim. Ibrahim aman
sentosa dikelilingi api. Ia berada di sebuah taman hijau, orang-orang
melihatnya, namun mereka tidak bisa sampai ke tempat Ibrahim, Ibrahim pun tidak
bisa keluar menemui mereka.”
Diriwayatkan
dari Abu Hurairah, ia mengatakan, “Kata-kata terbaik yang diucapkan ayah
Ibrahim kala melihat sang anak berada dalam kondisi seperti itu, ‘Sebaik-baik
Rabb adalah Rabb-mu, wahai Ibrahim!”
Ibnu Asakir
meriwayatkan dari Ikrimah, bahwa ibu Ibrahim melihat ke arahnya lalu memanggil,
“Anakku! Aku ingin ke tempatmu itu, berdo’alah kepada Allah agar
menyelematkanku dari panasnya api di sekelilingmu.’ ‘Baik,’ sahut Ibrahim. Ibu
Ibrahim kemudian datang ke tampatnya tanpa terkena sedikitpun jilatan api. Saat
sampai di tempat Ibrahim, ia memeluk dan menciumnya, setelah itu ia kembali’.”
Diriwayatkan
dari Minhal bin Amr, ia menuturkan, ‘Aku diberitahu, bahwa Ibrahim bertahan di
sana selama 40 atau mungkin 50 hari, Ibrahim mengatakan, ‘Belum pernah aku
melalui hari-hari dan malam yang lebih nikmat melebihi saat aku berada di dalam
kobaran api. Aku ingin andai saja seluruh kehidupanku sama seperti saat aku
berada di sana’.”
Kaum Ibrahim
ingin mendapat pertolongan, namun harapan mereka sia-sia karena tidak ada siapa
pun yang mau menolong. Mereka ingin memiliki derajat tinggi, namun mereka
justru terhina, mereka ingin menang, namun Allah berfirman, “Dan mereka
hendak berbuat jahat terhadap Ibrahim, maka Kami menjadikan mereka itu
orang-orang yang paling rugi.” (QS. Al-Anbiya’: 70). Mereka hanya
mendapatkan kerugian dan kehinaan di dunia. Sementara di akhirat, api mereka
bukanlah api yang dingin dan memberi keselamatan. Di neraka, mereka tidak
mendapatkan ucapan penghormatan ataupun salam, namun seperti yang Allah
sampaikan, neraka mereka adalah “Seburuk-buruk tempat menetap dan tempat
kediaman.” (QS. Al-Furqan: 66)
Imam Bukhari
menuturkan, “Ubaidillah bin Musa bercerita kepada kami, atau Ibnu Salam
darinya, Ibnu Juraij memberitakan kepada kami, dari Abdul Hamid bin Jubair,
dari Sa’id bin Musayyib, dari Ummu Syuraik, Rasulullah shallallahu ‘alayhi
wa sallam memerintahkan untuk membunuh tokek, beliau mengatakan, ‘Karena ia
ikut meniup api untuk Ibrahim’.” (HR. Bukhari dalam kitab Shahihnya, kitab Para
Nabi..)
Juga
diriwayatkan Muslim dari hadits Ibnu Juraij, diriwayatkan An-Nasa’i dan Ibnu
Majah dari hadits Sufyan bin Uyainah, keduanya dari riwayat Abdul Hamid bin
Jubair bin Syaibah.
Ahmad
menuturkan, “Muhammad bin Bakar bercerita kepada kami, Ibnu Juraij bercerita
kepada kami, Abdullah bin Abdurrahman bin Abu Umaiyah mengabarkan kepadaku,
bahwa Nafi’, bekas budah Ibnu Umar, mengabarkan kepadanya, bahwa ‘Aisyah
radhiyallahu ‘anha mengabarkan kepadanya, Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa
sallam bersabda, “Bunuhlah tokek, karena ia ikut meniup api untuk
(membakar) Ibrahim.’ Nafi’ mengatakan, ‘Aisyah membunuh tokek-tokek’.” (Musnad
Ahmad VI/280)
Ahmad
menuturkan, “Ismail bercerita kepada kami, Ayyub bercerita kepada kami, dari
Nafi’, ada seorang wanita masuk menemui ‘Aisyah, di sana ada sebuah tombak
berdiri tegak. Wanita itu bertanya, ‘Untuk apa tombak itu?’ ‘Aisyah menjawab,
‘Untuk membunuh tokek-tokek.’ Setelah itu ‘Aisyah menyampaikan hadits dari
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam, ‘Sungguh, saat Ibrahim
dilemparkan ke dalam kobaran api, seluruh hewan melata berusaha memadamkan api,
kecuali tokek, ia (justru) meniup api untuk (membakar) Ibrahim’.” (Musnad Ahmad
VI/317)
Hanya Ahmad
yang meriwayatkan hadits di atas melalui dua jalur tersebut.
Ahmad
menuturkan, “Affan bercerita kepada kami, Jarir bercerita kepada kami, Nafi’
bercerita kepada kami, Sumamah, budak milik Fakah bin Mughirah, bercerita
kepadaku, ia menuturkan, ‘Aku masuk menemui ‘Aisyah, lalu aku melihat sebuah
tombak diletakkan, aku kemudian bertanya, ‘Wahai Ummul Mukminin! Untuk apa
tombak ini?’ ‘Aisyah menjawab, ‘Untuk kami gunakan membunuh tokek-tokek, karena
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam pernah menyampaikan kepada kami, ‘Sungguh, saat Ibrahim dilemparkan ke
dalam kobaran api, seluruh hewan di bumi berusaha memadamkan api, kecuali
tokek, ia (justru) meniup (api untuk membakar Ibrahim).’ Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam memerintahkan kami untuk membunuhnya’.”
(Musnad 83/109)
Juga diriwayatkan Ibnu Majah dari Abu Bakar bin Abu Syaibah, dari Yunus
bin Muhammad, dari Jarir bin Hazm, dengan matan yang sama.
KISAH PERDEBATAN IBRAHIM AL KHALIL DENGAN RAJA NAMRUD
Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman, “Apakah
kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah)
karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). Ketika
Ibrahim mengatakan, “Tuhanku ialah yang menghidupkan dan mematikan,’ orang itu
berkata, ‘Saya dapat menghidupkan dan mematikan.’ Ibrahim berkata,
‘Sesungguhnya, Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia
dari barat,’ lalu terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk
kepada orang-orang yang zhalim.” (QS. Al-Baqarah: 258)
Allah menyebut kisah perdebatan kekasih-Nya bersama seorang raja lalim
dan semena-mena yang mengaku tuhan. Ibrahim kemudian mematahkan argumennya,
menjelaskan begitu bodohnya dia, dan begitu dangkal akalnya. Ibrahim
mengalahkannya dengan hujah, dan menjelaskan jalan terang padanya.
Para ahli tafsir, ahli nasab dan sejarah menyebutkan, raja yang
dimaksud adalah Raja Babilon, namanya Namrud bin Kan’an bin Kausy bin Sam bin
Nuh, seperti yang disampaikan Mujahid. Yang lain menyebut Namrud bin Falih bin
Abir bin Shalih bin Arfakhsyadz bin Sam bin Nuh.
Mujahid dan lainnya menyebutkan, “Ia adalah salah seorang raja dunia.
Karena seperti yang disebutkan para ahli, hanya ada empat raja besar di dunia;
dua di antaranya mukmin, dan dua lainnya kafir. Dua raja besar yang beriman
adalah Dzul Qarnain dan Sulaiman, sementara dua raja besar yang kafir adalah
Namrud dan Bukhtanashar.”
Para ahli menyebutkan, kekuasaan Namrud berlangsung selama 400 tahun.
Ia bertindak semena-mena dan melampaui batas, serta lebih mementingkan
kehidupan dunia.
Kecongkakan Raja Namrud
Ketika Ibrahim Al-Khalil menyeru Namrud untuk beribadah kepada Allah
semata yang tiada memiliki sekutu, kedunguan, kesesatan dan panjangnya angan
Namrud mendorongnya untuk mengingkari Sang Pencipta. Namrud mendebat Ibrahim
dalam hal itu, bahkan mengklaim dirinya tuhan. Saat Ibrahim Al-Khalil
mengatakan, “Tuhanku ialah
yang menghidupkan dan mematikan,’ orang itu berkata, ‘Saya dapat menghidupkan
dan mematikan’.”
Qatadah, As-Suddi, dan Muhammad bin Ishaq menafsirkan, “Maksudnya, dua
orang didatangkan, keduanya sudah dijatuhi hukuman mati sebelumnya. Namrud
kemudian memerintahkan untuk membunuh salah satunya, dan memaafkan yang satunya
lagi. Dengan tindakannya ini, ia seakan-akan menghidupkan salah satunya, dan membunuh
yang satunya lagi.”
Kata-kata Namrud ini sama sekali tidak menentang hujah Ibrahim, justru
menyimpang dari inti perdebatan, menimbulkan kekacauan, dan jauh dari
kenyataan. Jelasnya demikian, Ibrahim menyebut adanya Pencipta dengan bukti
adanya makhluk hidup dan mati yang bisa dilihat. Semua itu menunjukkan adanya
pelaku utama (causa prima) di mana segala sesuatu bersandar pada-Nya dan tidak
bisa berdiri sendiri. Pasti ada Pelaku terhadap semua makhluk yang ada, Pelaku
menciptakan, mengatur, menjalankan bintang-bintang, angin, awan, hujan,
menciptakan seluruh hewan yang bisa dilihat secara kasat mata, kemudian setelah
itu mematikan semuanya. Karena itu Ibrahim mengatakan, “Tuhanku ialah yang menghidupkan dan mematikan.”
Si raja dungu menjawab, “Saya dapat
menghidupkan dan mematikan.” Jika yang dimaksud bahwa dialah pelaku
semua makhluk yang ada, berarti ia sombong dan membangkang. Dan jika yang
dimaksud seperti yang dikatakan Qatadah, As-Suddi, dan Muhammad bin Ishaq,
berarti si raja dungu tersebut mengatakan sesuatu yang sama sekali tidak ada
hubungannya dengan kata-kata Ibrahim, karena sama sekali tidak membantah bagian
pembuka, juga tidak menentang dalil yang disampaikan Ibrahim.
KISAH-KISAH NABI LAINNYA:
EmoticonEmoticon