SURAT AN-NUR, AYAT 22

Februari 19, 2017

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfriman,

وَلَا يَأۡتَلِ أُوْلُواْ ٱلۡفَضۡلِ مِنكُمۡ وَٱلسَّعَةِ أَن يُؤۡتُوٓاْ أُوْلِي ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡمَسَٰكِينَ وَٱلۡمُهَٰجِرِينَ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِۖ وَلۡيَعۡفُواْ وَلۡيَصۡفَحُوٓاْۗ أَلَا تُحِبُّونَ أَن يَغۡفِرَ ٱللَّهُ لَكُمۡۚ وَٱللَّهُ غَفُورٞ رَّحِيمٌ ٢٢
“Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nur: 22)

Allah berfirman, وَلَا يَأۡتَلِ “Dan janganlah bersumpah.” Lafazh وَلَا يَأۡتَلِ diambil dari kata الأَلِيَّة artinya bersumpah. أُوْلُواْ ٱلۡفَضۡلِ مِنكُمۡ “Orang-orang yang memiliki kelebihan di antara mereka,” maksudnya orang-orang yang memiliki harta, rajin bersedekah, dan berhati dermawan. وَٱلسَّعَةِ artinya kekayaan.  

“(Janganlah bersumpah) bahwa mereka tidak akan memberi (bantuan) kepada kerabatnya, orang-orang miskin, dan orang-orang yang berhijrah di jalan Allah.” Maksudnya, janganlah kalian bersumpah untuk tidak menyambung tali persaudaraan dengan kerabat-kerabat kalian yang miskin dan orang-orang yang hijrah ke jalan Allah.

Ayat ini sangat lembut menekankan anjuran untuk menyambung tali persaudaraan. Oleh karena itu, Allah berfirman pada penggalan ayat berikutnya,
وَلۡيَعۡفُواْ وَلۡيَصۡفَحُوٓ “Dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada,” atas tuduhan buruk dan menyakitkan yang pernah mereka lakukan. Ini merupakan bukti kemurahan, kemuliaan dan kasih sayang Allah terhadap makhluk-Nya, meskipun mereka telah menzhalimi diri mereka sendiri.


Ayat ini turun berkaitan dengan Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu, yaitu di saat ia bersumpah tidak akan memberikan apa pun yang berguna kepada Misthah bin Utsatsah, setelah ia mengatakan sesuatu yang buruk terhadap diri ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha  (tuduhan berzina dengan Shafwan bin al-Mu’aththal as-Sulami adz-Dzakwani).

Ketika Allah menurunkan ayat yang menyatakan kesucian ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha (lihat QS. An-Nur: 11-19), dan hati orang-orang mukmin pun menjadi suci dari prasangka buruk terhadap Ummul Mukminin, dan Allah mengampuni orang-orang yang beriman dari hal itu serta had pun dijatuhkan kepada mereka yang menyebarkan berita bohong, maka Allah Yang Mahasuci, Mahatinggi, Yang memiliki karunia dan cinta kasih, mengetuk pintu hati Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu, untuk mengasihi kerabat dan saudaranya, Misthah bin Utsatsah.

Misthah sendiri merupakan sepupu dari Abu Bakar Ash-Shiddiq. Ia tergolong orang yang miskin yang tidak memiliki harta selain apa yang dishadaqahkan oleh Abu Bakar kepadanya. Ia juga tergolong orang-orang yang berhijrah di jalan Allah. Namun ia melakukan sebuah kealpaan yang telah Allah ampuni (berupa ikut menyiarkan berita bohong itu). Ia pun telah dijatuhi hukuman cambuk atas kesalahannya itu.

Abu Bakar ash-Shiddiq sendiri amat terkenal sebagai orang yang sangat dermawan. Ia begitu pemurah terhadap seluruh kerabatnya dan orang-orang yang bukan kerabatnya. Dan balasan itu tergantung dari amalnya. Ketika Abu Bakar mengampuni orang yang pernah berdosa kepadanya, maka Allah pun akan mengampuni dosa-dosa Abu Bakar. Ketika ia berlapang dada, niscaya Allah pun akan memberi kelapangan baginya. Ketika turun ayat,
أَلَا تُحِبُّونَ أَن يَغۡفِرَ ٱللَّهُ لَكُمۡۚ وَٱللَّهُ غَفُورٞ رَّحِيمٌ “Apakah kamu tidak ingin Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Maka Abu Bakar pun berkata, “Iya wahai Allah! Demi Allah kami suka Engkau mengampuni kami.”


Kemudian ia pun memberikan kembali nafkah yang dahulu pernah ia berikan kepada Misthah. Ia berkata, “Demi Allah! Aku tidak akan menghentikan nafkah ini selama-lamanya.” Ucapan ini sebagai pengganti dari ucapannya terdahulu, “Demi Allah! Aku tidak akan memberikan sesuatu yang berguna selama-lamanya kepada Misthah.” Itulah Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu, pribadi yang benar dan lurus. Semoga Allah meridhainya dan meridhai puterinya. 

Artikel Terkait

Previous
Next Post »