SIA-SIA PUASAMU JIKA TIDAK BERNIAT SEJAK MALAM HARI

Mei 27, 2017

NIAT PUASA RAMADHAN

Niat adalah syarat sah suatu ibadah. Hal ini berdasarkan hadits shahih riwayat Imam al-Bukhari dan Imam Muslim dari jalur Umar ibn al-Khathab radhiyallahu anhu bahwa setiap amal perbuatan tergantung pada niatnya.

Sebelum menjalankan ibadah puasa Ramadhan wajib berniat sejak malam hari sampai datangnya waktu Shubuh. Hal ini berdasarkan hadits dari jalur Hafshoh:
عَنْ حَفْصَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ لَمْ يُبَيِّتْ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلَا صِيَامَ لَهُ
Hafshah radhiyallahu anha meriwayatkan bahwa Nabi shalallahu alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang tidak berniat di malam hari sebelum fajar, maka tidak ada puasa untuknya.” (HR. An-Nasa’i. Dishahihkan oleh Syekh al-Albani)

Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam kitab Bulughul Maram mengatakan bahwa Hadits ini dikeluarkan oleh lima Imam hadits. Imam An-Nasai dan Tirmidzi berpendapat bahwa hadits ini mauquf. Yaitu hanya sampai pada sahabat. Namun hadits ini dishahihkan secara marfu oleh Imam Ibnu Khuzaimah dan Imam Ibnu Hibban. Yaitu sampai pada Nabi shallallahu alaihi wa sallam.

Imam at-Tirmidzi mengatakan bahwa makna hadits tersebut menurut ahli ilmu adalah niat puasa Ramadhan, atau niat puasa qadha Ramadhan, atau puasa nazar, jika tidak diniatkan sejak malam hari maka itu tidak diperbolehkan.

Dalam riwayat ad-Daruquthni disebutkan:
لاَ صِيَامَ لِمَنْ لَمْ يُوَرِّضْهُ قَبْلَ الْفَجْرِ
“Tidak ada puasa bagi yang tidak berniat ketika malam hari.”

Adapun untuk niat melaksanakan puasa sunnah, seperti niat puasa Senin Kamis, puasa Dawud, dan puasa sunnah lainnya tidak diharuskan berniat sejak malam hari. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim berikut:
عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ قَالَتْ: دَخَلَ عَلَىَّ النَّبِىُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ فَقَالَ « هَلْ عِنْدَكُمْ شَىْءٌ ». فَقُلْنَا لاَ. قَالَ « فَإِنِّى إِذًا صَائِمٌ ». ثُمَّ أَتَانَا يَوْمًا آخَرَ فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ أُهْدِىَ لَنَا حَيْسٌ. فَقَالَ « أَرِينِيهِ فَلَقَدْ أَصْبَحْتُ صَائِمًا ». فَأَكَلَ.
Aisyah Ummul Mukminin radhiallahu anha berkata, “Nabi shallallahu alaihi wa sallam pernah menemuiku pada suatu hari lantas beliau bersabda, “Apakah kalian memiliki sesuatu untuk dimakan?” Kami menjawab, “Tidak ada.” Beliau bersabda, “Kalau begitu saya puasa sekarang.” Kemudian di hari lain beliau menemui kami, lalu kami katakan pada beliau, “Kami baru saja dihadiahkan Hais (jenis makanan berisi campuran kurma, samin, dan tepung).” Lantas beliau bersabda, “Berikan makanan tersebut padaku, padahal tadi pagi aku sudah berniat puasa.” Lalu beliau shalallahu alaihi wasallam memakannya.

Imam at-Tirmidzi dalam kitab Sunan-nya mengatakan; ..adapun niat puasa sunnah maka tidak mengapa niatnya ketika sudah masuk waktu pagi. Ini merupakan pendapat Imam asy-Syafi’i, Imam Ahmad, dan Imam Ishak.


Dalam penerapannya, niat suatu ibadah tidak diucapkan dengan lafaz-lafaz tertentu. Karena niat letaknya di dalam hati. Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam dan para shahabatnya pun tidak melafazkan niat dalam setiap ibadahnya. 

Artikel Terkait:

Artikel Terkait

Previous
Next Post »