Hal ini juga dikatakan Mujahid,
Makhul seorang ulama Syam, Mujahid bin Jabar, Maimun bin Mihran; orang adil dan
terpercaya. Ats-Tsauri, ulama tabi’in yang zuhud, juga mengatakan hal serupa,
sama seperti yang dikatakan Abu Hanifah, seorang ulama Irak.
Imam Malik rohimahulloh
berkata, “Menurut kami, yang mendengarkan nyanyian dan yang bernyanyi hanyalah
orang-orang fasik.”
Imam Asy-Syafi’i rohimahulloh
berkata, “Aku keluar dari Baghdad, lalu masih tertinggal satu kemungkaran di
Baghdad, mereka mengistilahkannya sebagai taghbir, yaitu nyanyian, yang
lebih bahaya dai khomr (minuman keras) atau meminumnya.” Seperti itulah yang
dikatakan Imam Asy-Syafi’i.
Imam Ahmad rohimahulloh
memfatwakan haramnya nyanyian dan memperingatkan hal itu. Para sahabatnya pun
mengikuti pendapatnya.
Abu Thayyib Ath-Thabari rohimahulloh
pernah mengarang satu risalah tentang hal ini dan banyak juga ulama-ulama yang
menyusun berbagai risalah mengenai hal tersebut.
Ibnu Mas’ud rodhiyallohu ‘anhu
dalam sebuah hadis shahih yang berasal dari ucapannya sebagian ulama
mengatakan ini adalah ucapan Rasulullah shollallohu ‘alayhi wa sallam
berkata, “Nyanyian itu dapat menumbuhkan kemunafikan dalam hati sebagaimana
tumbuhnya sendawan di musim hujan.”
Umar bin Abdul Aziz rohimahulloh
berkata kepada anak-anaknya, “Kuperingatkan kalian tentang nyanyian,
kuperingatkan kalian tentang nyanyian. Karena ketika seorang hamba
mendengarkannya, Allah akan melupakannya dari kitab-Nya yaitu al-Quran.”
Ibnu Mas’ud berkomentar tentang
firman Allah: “Dan diantara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan
yang tidak berguna.” (Luqman: 6)
Katanya, Demi Allah yang tidak
ada Ilah yang berhak diibadahi selain Dia, sesungguhnya hal itu adalah
nyanyian. Demi Allah yang tidak ada Ilah yang berhak diibadahi selain Dia,
sesungguhnya hal itu adalah nyanyian. Demi Allah yang tidak ada Ilah yang
berhak diibadahi selain Dia, sesungguhnya hal itu adalah nyanyian.” (HR.
Al-Hakim)
Al-Ajurri rohimahulloh,
seorang ulama besar dan ahli hadis, mengutip ijma’ (konsensus) para ulama tentang haramnya
nyanyian. Asy-Syaukani juga mengutip ijma’ tersebut dalam Nail Al-Uthar. Banyak
ulama-ulama lain yang mengatakan hal yang sama.
Antara lain: pendapat Al-Laits
bin Sa’d, ulama-ulama Mesir, dan juga ulama-ulama Kufah. Hammad, Abu Ubaid,
Ishaq bin Rahwaih, An-Nakha’i, dan ulama lainnya juga memfatwakan hal tersebut.
Dalam kitab “Al-Furqan baina
auliya’ Ar-Rahman wa Auliya’ As-Syaithan”, Syaikh Al-Islam Ibnu Taimiyyah rohimahulloh
mengatakan, “Di antara perbuatan yang bisa menguatkan kondisi-kondisi yang
bersifat setaniah (hal yang berhubungan dengan setan) yaitu mendengarkan
nyanyian dan senda gurau (lawakan), yang sama artinya dengan mendengarkan
orang-orang Musyrik.”
Allah Ta’ala berfirman: “Sembahyang
mereka di sekitar Baitullah itu tidak lain hanyalah muka dan tashdiyah.” (Al-Anfal
: 35). Ibnu Abbas, Ibnu Umar dan ulam lainnya mengatakan “Tashdiyah artinya
tepuk tangan. Sedangkan muka’ artinya siulan.”
Orang-orang musyrik menjadikan
hal ini sebagai ibadah ritual.
Sedangkan ibadah nabi Muhammad shollallohu
‘alayhi wa sallam dan para sahabatnya adalah segala yang diperintahkan
Allah, antara lain shalat, membaca al-Quran, berdzikir dan lain-lainnya. Nabi
Muhammad shollallohu ‘alayhi wa sallam dan para sahabatnya sama sekali
tidak pernah berkumpul untuk mendengarkan nyanyian, baik dengan cara menepukkan
tangan maupun dengan rebana.
Imam Ay-Syafi’I rohimahulloh
berkata, “Aku pernah melihat seorang budak laki-laki mengelilingi orang-orang
mengajarkan mereka nyanyian sepanjang hari. Lalu, ketika datang waktu shalat,
ia shalat dengan duduk atau shalat seperti patuk ayam (saking malas dan
cepatnya). Dia tidak senang mendengarkan al-Quran dan selalu menghindarinya.”
Orang itu termasuk orang yang
disinggung dalam firman Allah SWT: “Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran
(Tuhan)Yang Maha Pemurah (Al-Quran), kami adakan baginya setan (yang
menyesatkan), maka setan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya.” (Az-Zukhruf:36)
Dalam Ighatsah Al=Lahfan min
Masha’id Asy-Syaithan, Ibnu Qayyim rohimahulloh berkata, “Musuh
Allah memliliki berbagai tipu daya dan perangkap yang dipergunakannya untuk
menipu daya manusia yang hanya memiliki sedikit akal, ilmu dan agama, serta
yang dipergunakannya untuk memperangkap hati orang-orang bodoh yang selalu
berbuat bathil. Diantara tipu daya dan perangkap itu adalah mendengar siulan dan
tepukan tangan, serta nyanyian dengan alat-alat music yang diharamkan. Nyanyian
ini dapat memalingkan hati dari Al-Quran dan menjadikannya tetap berada dalam
kefasikan dan kemaksiatan. Sebab, hal itu merupakan bacaan-bacaan setan dan
sekat tebal penghalang dari Ar-Rahman. Hal tersebut juga merupakan
“mantera” menuju penyimpangan seksual. Dengan nyanyian itu, sang kekasih bisa
mendapatkan orang yang dicintainya sebagaimana tujuan yang didambakannya.
Karenanya, setan menipu
jiwa-jiwa yang selalu berbuat batil dan membuatnya menganggap baik nyanyian
sebagi muslihat dan godaan setan. Ia bisikkan kepada sang jiwa,
kerancuan-kerancuan yang amat batil sebagai suatu kebaikan. Lalu sang jiwa
menerima bisikannya. Oleh karena itu sang jiwa menjadikan Al-Qur’an sebagai
sesuatu yang tidak diacuhkan. Maka, kalaulah anda melihat mereka sedang
mendengarkan, pendengaran mereka sungguh khusuk, gerakan mereka menjadi tenang,
dan sepenuh hati mereka tetap asyik. Mereka pun langsung jatuh kemudian
terhuyung karena nyanyian itu, bukan seperti terhuyungnya orang yang sedang
mabuk. Bergelombang-gelombang gerakannya mereka seperti lenggokan wanita. Kita
berlindung kepada Allah dari semua itu.”
Kemudian Ibnul Qoyyim rohimahulloh
berkata, “hal itu bagaikan pembuat minuman keras bagi jiwa. Ia bisa melakukan
sesuatu yang lebih dahsyat terhadap jiwa dari pada yang dilakukan gelas-gelas penuh minuman. Ada
hati yang terkoyak, bukan karena Allah, melainkan (bahkan) karena setan. Ada
harta yang keluar untuk selain ketaatan kepada Allah. Mereka habiskan masa
hidup mereka dengan kelezatan dan alunan music. Mereka menjadikan agama mereka
sebagai permainan dan senda gurau.
Nyanyian-nyanyian setan lebih
mereka sukai daripada mendengarkan beberapa surat Al-Qur’an. Kalaulah satu
orang di antara mereka ada yang mendengar Al-Quran dari awal sampai akhir, maka
pasti tidak membuatnya bergerak, sehingga ia merasa tenang, dan pasti tidak
mengusiknya sehingga ia jadi terdiam.
Namun, ketika dibacakan kepada
orang itu alunan-alunan setan lantas nyanyian itu memasuki pendengarannya,
terpancarlah berbagai mata air perasaan dari jiwanya yang tampak di matanya.
Mata air itupun mengalir. Tampak pada langkah-langkahnya, lalu mata air itu
menari. Tampak di kedua tangannya, lalu mata air itu bertepuk.”
Begitulah yang dikatakan Ibnul
Qoyyim. Semoga Allah mengangkat kedudukannya dan mengampuni dosanya. Ibnul
Qayyim termasuk ulama besar pemerhati umat.
Syaik abdul Aziz bin Baz rohimahulloh
pernah ditanya, “Apa hukum nyanyian? Haram tau tidak? Sebab saya mendengarnya
hanya untuk menghibur diri saja. Apa hukum memainkan rebab (jenis alat music pent)
dan juga lagu tempo-tempo dulu? Apa pula hukum gendang pada acara perkawinan?
Beliau menjawab, “mendengarkan
nyanyian-nyanyia itu haram dan merupakan suatu kemungkaran. Hal itu termasuk
sebab hati menjadi sakit, keras, dan berpaling dzikir kepada Allah serta
shalat. Sebagian besar ahli ilmu (para ulama) menafsirkan firman Allah SWT “dan
di antara manusia ada orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna.” Yaitu
nyanyian.
Sahabat Nabi yang mulia,
Abdullah bin Mas’ud rodhiyallohu ‘anhu pernah bersumpah bahwa perkataan
tidak berguna itu maksudnya adalah nyanyian. Apabila nyanyian itu disertai alat
music seperti rebab, kecapi, biola, dan gendang, haramnya menjadi lebih besar.”
Sebagian ulama menyebutkan,
nyanyian dengan alat music hiburan seperti gendang diharamkan secara ijma’ (menurut consensus ulama). Karenanya, wajib
berhati-hati terhadap hal itu.
Diriwayatkan dari Rosulullah shollallohu
‘alayhi wa sallam bahwa beliau bersabda, “Sungguh, pasti akan ada beberapa
golongan dari umatku yang menghalalkan perzinaan, sutera, khamr (minuman
keras), dan alat-alat music.” (HR. Bukhari)
Kemudian Syaikh Abdul aziz bin
Baz rohimahulloh berkata “Saya pesankan kepada Anda dan juga orang
selain Anda agar memperbanyak baca Al-Qur’an dan berdzikir kepada Allah. Saya
juga berpesan kepada Anda dan juga orang selain Anda agar mendengarkan Idza’atul
Qur’an (siaran Al-Quran) dan acara An-Nur ‘ala Ad-Darb (Cahaya di
atas Jalan). Hal ini bisa menghindarkan orang-orang yang lalai dari
mendengarkan berbagai macam lagu dan alat music.
Boleh memainkan rebana disertai
nyanyian biasa dalam acara pernikahan, dengan syarat tidak terdapat ajakan
melakukan perbuatan yang diharamkan, dan tidak terdapat pujian tentang
perbuatan yang diharamkan. Ini bisa dilakukan pada waktu malam khusus untuk
mengumumkan pernikahan tersebut.
Sedangkan gendang, tidak boleh
dimainkan dalam acara perkawinan dan juga dalam acara-acara lainnya. Namun
cukup dengan rebana tanpa Duff (Jawa: icik-icik) saja, hanya dalam acara
perkawinan, dikhususkan untuk para wanita dan bukan untuk para pria.”
Banyak hadits yang sebagiannya
shahih menjelaskan tentang haramnya beberapa jenis alat music yang cukup
dikenal ketika itu seperti gendang, kecapi, dan lain-lain. Tidak ada hadis yang
bertentangan dengan hal tersebut atau pun yang mengkhususkannya. Tidak ada,
kecuali rebana. Karena rebana itu untuk acara pernihakan dan hari
raya. Oleh karena itu, para ulama empat Madzhab sepakat tentang haramnya
seluruh jenis alat music.
***
Pembaca yang budiman, janganlah Anda
terpedaya dengan ungkapan fikih yang dibuat-buat, yang Anda dengar dari
sebagian orang yang sedang terkenal saat ini, yang mengatakan bolehnya
alat-alat music dan nyanyian. Sebab demi Allah mereka berfatwa karena taklid
(ikut-ikutan tanpa disertai dalil), disebabkan hawa nafsu orang-orang mereka
dibela.
Siapa
yang ditaklidkan? Sesunggunya hanya Ibnu Hazm rohimahulloh yang mereka
taklidkan. Ibnu Hazm telah keliru sehingga membolehkan alat-alat music dan
hiburan. Sebab Hadist Nabi yang diriwayatkan oleh Abu Malik Al-Asy’ari
menurutnya tidak Shahih, padahal jelas-jelas shahih.
Artikel Terkait Tentang Haramnya Musik
EmoticonEmoticon