Oleh: Anas Abdillah, S.Ud
Sebagai makhluk sosial, kita tidak dapat lepas dari
muamalah dengan orang lain. Setiap hari dan setiap saat kita akan bersinggungan
dengan teman kita, tetangga kita atau orang lain yang kita baru mengenalnya. Dalam pergaulan tersebut terkadang kita
terjatuh pada perbuatan dosa dan kesalahan. Di antara dosa atau kesalahan kita adalah
menzhalimi teman kita dengan perkataan dan perbuatan, mengambil barang orang
lain, ingkar janji, berdusta dan lain sebagainya. Semua itu bisa terjadi pada
setiap diri kita. Dan sebaik-baik orang yang berdosa adalah mereka yang
bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Rasulullah shallallahu ‘alayhi
wa sallam bersabada:
كُلُّ ابْنِ آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ
التَّوَّابُونَ
“Seluruh anak Adam berdosa, dan
sebaik-baik orang yang berdosa adalah orang yang bertaubat.” (HR. Ibnu Majah
no. 4241)
Mengakui kesalahan adalah sikap
mulia yang terpuji dalam Islam. Dengannya Allah akan memberikan ampunan yang
sangat luas. Sebesar apa pun dosa-dosa seorang hamba, jika ia bertaubat kepada
Allah, maka dosa-dosanya akan diampuni. Tatkala Nabi Adam 'alayhissalam bertaubat dari kesalahannya,
maka Allah Subhanahu wa Ta’ala mengampuninya. Dan sebaliknya, enggan
mengakui kesalahan adalah perbuatan tercela yang membinasakan. Iblis enggan
untuk mengakui kesalahannya, bahkan dia berlaku sombong atas penciptaannya,
maka ia dilaknat sampai hari Kiamat dan dipastikan menjadi penghuni neraka.
Dalam pergaulan sehari-hari pun
sangat mungkin terjadi perselisihan antar sesama teman. Hanya gara-gara masalah
kecil, tidak jarang akhirnya dua orang saling mendiamkan, saling menjauh,
kemudian putus pertemanan. Jika sudah begini, maka yang rugi adalah kita
sendiri. Untuk menghindari hal itu, maka diperlukan kesabaran untuk mengalah.
Mengalah adalah perbuatan positif yang sangat terpuji. Sebab menyerahkan hak
kepada orang lain atau membuat orang lain memiliki apa yang seharusnya jadi
milik kita adalah sesuatu yang sangat berat untuk dilakukan.
Teladan terbaik dalam hal ini
adalah apa yang pernah terjadi pada para shahabat Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam. Saat perang
Yarmuk, Hudzaifah Al-Adawi hendak memberi minum saudara sepupunya yang
kehausan. Terdengarlah suara orang mengaduh dan minta air, maka saudara sepupu
Hudzaifah pun mengisyaratkan agar air itu diberikan kepadanya. Ternyata orang
itu adalah Hisyam bin Al-Ash. Ketika Hudzaifah hendak memberi minum kepadanya,
mereka mendengar suara orang kehausan. Hisyam mengisyaratkan agar Hudzaifah
memberikan air tersebut kepada orang itu. Segerah Hudzaifah menuju orang
tersebut, namun ia telah meninggal. Hudzaifah pun kembali kepada Hisyam. Tetapi,
Hisyam juga sudah meninggal. Begitu juga saudara sepupunya telah meninggal.
Allah Akbar..!! Mereka meninggal karena mengalah untuk saudaranya.
Meski dalam posisi benar, kita
diperintahkan untuk mengalah dan meninggalkan debat kusir. Rasulullah shallallahu
‘alayhi wa sallam bersabda:
مَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَهُوَ
مُحِقٌّ بُنِيَ لَهُ فِي وَسَطِ الْجَنَّةِ
“Barangsiapa yang
meninggalkan perdebatan padahal dia benar, akan dibangunkan rumah untuknya di
tengah surga.” (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Anas bin Malik).
Besarnya pahala kebaikan yang akan didapatkan oleh orang
yang meninggalkan perselisihan menunjukkan agungnya sifat mengalah. Barangsiapa
yang ingin mendapat jaminan rumah di tengah surga, maka perbanyaklah mengalah
dari teman-temannya.
Mengaku dan mengalah adalah dua
sifat yang sangat agung dan mulia. Mengakui kesalahan dan sifat mengalah hanya
dimiliki oleh orang-orang pilihan yang diberi hidayah. Untuk itu, mari kita perbanyak
bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala atas dosa-dosa dan kesalahan
kita dan mari kita budayakan mengalah dalam hal-hal selain ibadah. Wallahu
a’lam.
INFORMASI HASMI:
EmoticonEmoticon