HAL-HAL YANG MENYEBABKAN MANDI

Januari 09, 2014
MANDI

Definisi Ghusl (Mandi)
Yang dimaskud dengan ghusl adalah mandi. Menurut bahasa, ghusl ialah mengguyurkan air pada sesuatu. Adapun mandi, menurut syar’i, ialah menuangkan air yang suci pada seluruh badan dengan cara yang khusus.[1]

Perkara-perkara yang Mewajibkan mandi

      Perkara-perkara yang mewajibakan mandi menurut cara yang syar’i, terjadi karena hal-hal berikut ini:
1.      Keluarnya mani (dalam kondisi sehat, pada saat terjaga atau tidur) berdasarkan firman Allah subhanahu wa ta’ala:
وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا (٦)
“…dan jika kamu junub Maka mandilah…” (QS. Al-Maidah: 6)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَقْرَبُوا الصَّلاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَى حَتَّى تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ وَلا جُنُبًا إِلا عَابِرِي سَبِيلٍ حَتَّى تَغْتَسِلُوا (٤٣)
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam Keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam Keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi…” (QS. An-Nisa: 43)

Diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam, beliau bersabda:
إِنَّمَا المَاءُ مِنَ المَاءِ
“Sesungguhnya mandi itu karena keluarnya air (mani).” (HR. Muslim dan Abu Daud, shahih). Maksudnya, mandi dengan air itu wajib karena keluarnya air, yaitu mani.

Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam mengatakan kepada Ali radhiyallahu ‘anhu;
إِذَا فَضَخْتَ المَاَ فَاغْتَسِلْ
“Jika engkau telah menumpahkan air (mani), maka mandilah.” (HR. Abu Daud, an-Nasa’i, dan Ahmad, shahih)

Diriwayatkan dari Ummu Salamah, ia mengatakan, “Ummu Sulaim istri Abu Thalhah, datang kepada Nabi lalu berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah tidak malu menjelaskan kebenaran. Apakah kaum wanita harus mandi, jika mimpi basah?’ Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam mengatakan:
نَعَمْ إِذَا رَأَتِ المَاءَ
“Ya, jika ia melihat air (mani)” (HR. Bukhari dan Muslim, shahih)

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia mengatakan, “Nabi pernah ditanya tentang seseorang yang mendapati cairan (mani), tapi ia tidak ingat apakah ia telah bermimpi? Maka Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam bersabda, ‘Dia wajib mandi’. Sementara mengenai seseorang yang mengingat, ia telah mimpi basah, namun ia tidak menemukan cairan mani (apakah ia harus mandi)? Maka Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam bersabda, ‘Tidak ada kewajiban mandi atasnya’. (HR. Bukhari dan Muslim,shahih)

Catatan:

a.       Hukum wanita dan laki-laki dalam hal ini sama, tidak ada perbedaannya.
b.      Barang siapa yang mengelurakan mani tanpa syahwat, dikarenakan sakit, cuaca dingin dan sebagaianya, maka ia tidak wajib mandi, menurut pendapat yang paling shahih dari dua pendapat ulama. Ini madzhab jumhur, yang bertentangan dengan pendapat asy-Syafi’I dan Ibnu Hazm.

2.      Bertemunya dua jenis kelamin walaupun tanpa keluar mani.
Jika batang kemaluan laki-laki telah masuk dalam kemaluan wanita, maka ia wajib mandi, baik keduanya mengeluarkan mani ataupun tidak. Berdasarkan hadits Abu Hurairah radhiyallauh ‘anhu dari Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam, beliau bersabda:
إِذَا جَلَسَ بَيْنَ شُعَبِهَا الأَرْبَعِ ثُمَ جَهَدَها فَقَدْ وَجَبَ الغَسْلُ (وَإِنْ لَمْ يَنْزِلْ)
“Jika seorang pria telah duduk di antara empat anggota tubuh wanita, kemudian ia menyetubuhinya, maka ia wajib mandi (walaupun ia tidak mengelurakan mani).” (HR. Bukhari dan Muslim, shahih)

Diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah shalallahu ‘alayhi wa salam tentang suami yang menyetubuhi istrinya, kemudian ia tidak bergairah, apakah keduanya wajib mandi? –sementara ‘Aisyah sedang duduk di situ- maka Rasulullah shalallahu ‘alayhi wa sallam menjawab:
إِنِّي لَأَفْعَلُ َذَالِكَ أَنَا وَهَذِهِ ثُمَّ نَغْتَسِلْ
“Sesungguhnya aku benar-benar melakukan hal itu bersama istriku ini, kemudian kami mandi.” (HR. Muslim, shahih)

3.      Haid dan Nifas
Keduanya adalah sebab wajibnya mandi. Akan tetapi, mandi karena suatu sebab itu tidak boleh dilakukan kecuali setelah berakhirnya sebab tersebut, maka mandi diwajibkan setelah terputusnya haid dan nifas.
Diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam bersabda kepada Fatimah binti Abu Hubais:
فَإِذَا أَقْبَلَتِ الحَيْضَةُ فَدَعِي الصَّلَاةَ وَإِذَا أَدْبَرَتْ فَاغْتَسِلِي وَصَلِّي
“Jika masa haid itu datang, maka tinggalkanlah shalat. Dan jika telah selesai, maka mandi dan shalatlah.” (Shahih)
Nifas hukumnya sama seperti haid, menurut ijma’. Kemudian telah diriwayatkan secara shahih dari Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam penggunaan istilah nifas untuk haid, dan sebaliknya.

4.      Orang Kafir yang Masuk Islam
Mengenai hukum mandi bagi orang kafir yang masuk Islam, para ulama memiliki tiga pendapat:
Pertama, Wajib mandi secara mutlak. Ini adalah madzhab Imam Malik, Ahmad, Abu Tsaur, Ibnu Hazm, serta merupakan pendapat yang dipilih Ibnu al-Mundzir dan al-Khaththabi. Mereka beragumen dengan dalil-dalil berikut ini:
1)      Hadits Qais bin ‘Ashim, “Ketika dia masuk Islam, Nabi memerintahkannya untuk mandi dengan air dan daun bidara. (HR. Abu Daud, at-Tirmidzi, An-Nasa’i, dan lihat al-Misykah [543])
2)      Dalam hadits Abu Hurairah tentang masuk Islamnya Tsumamah bin Utsal, yaitu sabda Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam:
إِذْهَبُوا بِهِ إِلَي حَائِطِ بَنِي فُلَانٍ فَمُرُوهُ أَنْ يَغْتَسِلَ
“Bawalah ia ke kebun bani Fulan, dan suruhlah ia untuk mandi.” (HR. Ahmad, Ibnu Khuzaimah, shahih)
3)      Kisah Islamnya Usaid bin Hudhair, yang di dalamnya disebutkan bahwa ia bertanya kepada Mush’ab bin Umair dan As'ad bin Zararah, “Apa yang kalian lakukan, ketika hendak masuk agama ini” Mereka mengatakan, “Engkau mandi, bersuci, membersihkan pakaianmu, mengucapkan kalimat syahadat, kemudian engkau shalat..” (HR. at-Thabari dalam Tarikh (I/560) dan Ibnu Hisyam dalam as-Sirah (II/285)

Kedua, dianjurkan mandi bagi orang kafir yang masuk Islam. Kecuali jika ia dalam keadaan junub sebelum masuk Islam, maka ia wajib mandi. Ini adalah madzhab asy-Syafi’i dan pendapat ulama-ulama Hanafiyah.[2]

Ketiga, ia tidak wajib mandi secara mutlak. Ini adalah madzhab Abu Hanafiah.[3] Pendapat ini kurang tepat.

5.      Shalat Jum’at
Mandi Jum’at hukumnya wajib, dan berdosa bila meniggalkannya, menurut pendapat ulama yang paling shahih. Ini merupakan penadpat Abu Hurairah, ‘Amar bin Yasir, Abu Sa’id al-Khudri, al-Hasan Al-Bashri. Ini juga riwayat dari Malik, Ahmad, dan madzhab Ibnu Hazm.[4] Dalilnya ialah dalil-dalil berikut ini:
a)      Hadits Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
غُسْلُ يَوْمِ الجُمُعَةِ وَاجِبٌ عَلي كُلِّ مُحْتَلِمٍ
“Mandi Jum’at itu wajib bagi setiap orang yang sudah baligh.” (HR. Bukhari dan Muslim, shahih)
b)      Hadits Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
مَنْ جَاءَ مِنْكُمْ إِلَي الجُمُعَةِ فَلْيَغْتَسِلْ
“Barang siapa di antara kalian yang mendatangi shalat jum’at, hendaklah ia mandi (terlebih dahulu)” (HR. Bukhari dan Muslim, shahih)
c)      Hadits Hafshah radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
عَلَي كُلِّ مُحْتَلِمٍ رَوَاحٌ إِلَي الجُمُعَةِ وَعَلَي مَنْ رَاحَ إِلَي الجُمُعَةِ أَنْ يَغْتَسِلْ
“Setiap orang yang sudah baligh wajib menghadiri shalat Jum’at, dan setiap orang yang menghadiri shalat Jum’at wajib mandi.” (HR. Abu Daud, An-Nasa’i dan Ahmad)
Dan masih banyak hadits-hadits yang lainnya yang tidak dituliskan di sini.

Adapun yang berpendapat bahwa mandi Jum’at adalah mustahab, dalil-dalil yang mereka gunakan tidak terlalu kuat (lemah). Jadi kesimpulannya adalah dalil-dalil yang mewajibkan mandi lebih shahih sanadnya, lebih kuat dalilnya, dan lebih selamat untuk diamalkan. Wallahu a’lam

6.      Kematian
Ini adalah salah satu sebab  wajibnya mandi. Tetapi bukan kewajiban si mayit, melainkan kaum Muslimin yang menghadirinya.



[1] Kasyaf al-Qanna’ (I/158)
[2] Al-Majmu’ (I/174), Al-Umm (I/38) dan Ibnu ‘Abidin (I/167)
[3] Al-Masbuth dan Syarah Fath al Qadir (I/167)
[4] Al-Muhalla (II/12) dan al-Ausath (IV/43)

Artikel Terkait

Previous
Next Post »