MANDI
Definisi Ghusl (Mandi)
Yang dimaskud dengan ghusl adalah mandi. Menurut bahasa, ghusl
ialah mengguyurkan air pada sesuatu. Adapun mandi, menurut syar’i, ialah
menuangkan air yang suci pada seluruh badan dengan cara yang khusus.[1]
Perkara-perkara yang Mewajibkan mandi
Perkara-perkara yang
mewajibakan mandi menurut cara yang syar’i, terjadi karena hal-hal berikut ini:
1.
Keluarnya
mani (dalam kondisi sehat, pada saat terjaga atau tidur) berdasarkan firman
Allah subhanahu wa ta’ala:
… وَإِنْ كُنْتُمْ
جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا …(٦)
“…dan jika
kamu junub Maka mandilah…” (QS. Al-Maidah: 6)
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَقْرَبُوا الصَّلاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَى حَتَّى
تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ وَلا جُنُبًا إِلا عَابِرِي سَبِيلٍ حَتَّى
تَغْتَسِلُوا… (٤٣)
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam Keadaan
mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri
mesjid) sedang kamu dalam Keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja,
hingga kamu mandi…” (QS. An-Nisa: 43)
Diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu,
dari Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam, beliau bersabda:
إِنَّمَا
المَاءُ مِنَ المَاءِ
“Sesungguhnya mandi itu karena keluarnya air
(mani).” (HR. Muslim dan Abu Daud, shahih).
Maksudnya, mandi dengan air itu wajib karena keluarnya air, yaitu mani.
Nabi
shalallahu ‘alayhi wa sallam mengatakan kepada Ali radhiyallahu ‘anhu;
إِذَا
فَضَخْتَ المَاَ فَاغْتَسِلْ
“Jika engkau telah menumpahkan air (mani),
maka mandilah.” (HR. Abu Daud,
an-Nasa’i, dan Ahmad, shahih)
Diriwayatkan
dari Ummu Salamah, ia mengatakan, “Ummu Sulaim istri Abu Thalhah, datang kepada
Nabi lalu berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah tidak malu menjelaskan
kebenaran. Apakah kaum wanita harus mandi, jika mimpi basah?’ Nabi shalallahu
‘alayhi wa sallam mengatakan:
نَعَمْ
إِذَا رَأَتِ المَاءَ
“Ya, jika ia melihat air (mani)” (HR. Bukhari dan Muslim, shahih)
Dari
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia mengatakan, “Nabi pernah ditanya tentang
seseorang yang mendapati cairan (mani), tapi ia tidak ingat apakah ia telah
bermimpi? Maka Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam bersabda, ‘Dia wajib
mandi’. Sementara mengenai seseorang yang mengingat, ia telah mimpi basah,
namun ia tidak menemukan cairan mani (apakah ia harus mandi)? Maka Nabi shalallahu
‘alayhi wa sallam bersabda, ‘Tidak ada kewajiban mandi atasnya’.
(HR. Bukhari dan Muslim,shahih)
Catatan:
a.
Hukum
wanita dan laki-laki dalam hal ini sama, tidak ada perbedaannya.
b.
Barang
siapa yang mengelurakan mani tanpa syahwat, dikarenakan sakit, cuaca dingin dan
sebagaianya, maka ia tidak wajib mandi, menurut pendapat yang paling shahih
dari dua pendapat ulama. Ini madzhab jumhur, yang bertentangan dengan pendapat
asy-Syafi’I dan Ibnu Hazm.
2.
Bertemunya
dua jenis kelamin walaupun tanpa keluar mani.
Jika batang kemaluan laki-laki telah masuk dalam kemaluan wanita,
maka ia wajib mandi, baik keduanya mengeluarkan mani ataupun tidak. Berdasarkan
hadits Abu Hurairah radhiyallauh ‘anhu dari Nabi shalallahu ‘alayhi
wa sallam, beliau bersabda:
إِذَا
جَلَسَ بَيْنَ شُعَبِهَا الأَرْبَعِ ثُمَ جَهَدَها فَقَدْ وَجَبَ الغَسْلُ (وَإِنْ
لَمْ يَنْزِلْ)
“Jika seorang pria telah duduk di antara empat
anggota tubuh wanita, kemudian ia menyetubuhinya, maka ia wajib mandi (walaupun
ia tidak mengelurakan mani).”
(HR. Bukhari dan Muslim, shahih)
Diriwayatkan
dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, seorang laki-laki bertanya kepada
Rasulullah shalallahu ‘alayhi wa salam tentang suami yang menyetubuhi
istrinya, kemudian ia tidak bergairah, apakah keduanya wajib mandi? –sementara
‘Aisyah sedang duduk di situ- maka Rasulullah shalallahu ‘alayhi wa sallam
menjawab:
إِنِّي
لَأَفْعَلُ َذَالِكَ أَنَا وَهَذِهِ ثُمَّ نَغْتَسِلْ
“Sesungguhnya aku benar-benar melakukan hal
itu bersama istriku ini, kemudian kami mandi.” (HR. Muslim, shahih)
3.
Haid
dan Nifas
Keduanya adalah sebab wajibnya mandi. Akan tetapi, mandi karena
suatu sebab itu tidak boleh dilakukan kecuali setelah berakhirnya sebab
tersebut, maka mandi diwajibkan setelah terputusnya haid dan nifas.
Diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,
Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam bersabda kepada Fatimah binti Abu
Hubais:
فَإِذَا
أَقْبَلَتِ الحَيْضَةُ فَدَعِي الصَّلَاةَ وَإِذَا أَدْبَرَتْ فَاغْتَسِلِي
وَصَلِّي
“Jika masa haid itu datang, maka tinggalkanlah
shalat. Dan jika telah selesai, maka mandi dan shalatlah.” (Shahih)
Nifas
hukumnya sama seperti haid, menurut ijma’. Kemudian telah diriwayatkan secara
shahih dari Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam penggunaan istilah nifas
untuk haid, dan sebaliknya.
4.
Orang
Kafir yang Masuk Islam
Mengenai hukum mandi bagi orang kafir yang masuk Islam, para ulama
memiliki tiga pendapat:
Pertama, Wajib mandi
secara mutlak. Ini adalah madzhab Imam Malik, Ahmad, Abu Tsaur, Ibnu Hazm,
serta merupakan pendapat yang dipilih Ibnu al-Mundzir dan al-Khaththabi. Mereka
beragumen dengan dalil-dalil berikut ini:
1)
Hadits
Qais bin ‘Ashim, “Ketika dia masuk Islam, Nabi memerintahkannya untuk mandi
dengan air dan daun bidara. (HR. Abu Daud, at-Tirmidzi, An-Nasa’i, dan
lihat al-Misykah [543])
2)
Dalam
hadits Abu Hurairah tentang masuk Islamnya Tsumamah bin Utsal, yaitu sabda Nabi
shalallahu ‘alayhi wa sallam:
إِذْهَبُوا
بِهِ إِلَي حَائِطِ بَنِي فُلَانٍ فَمُرُوهُ أَنْ يَغْتَسِلَ
“Bawalah ia ke kebun bani Fulan, dan suruhlah
ia untuk mandi.” (HR. Ahmad,
Ibnu Khuzaimah, shahih)
3)
Kisah
Islamnya Usaid bin Hudhair, yang di dalamnya disebutkan bahwa ia bertanya
kepada Mush’ab bin Umair dan As'ad bin Zararah, “Apa yang kalian lakukan,
ketika hendak masuk agama ini” Mereka mengatakan, “Engkau mandi, bersuci,
membersihkan pakaianmu, mengucapkan kalimat syahadat, kemudian engkau shalat..”
(HR. at-Thabari dalam Tarikh (I/560) dan Ibnu Hisyam dalam as-Sirah
(II/285)
Kedua, dianjurkan
mandi bagi orang kafir yang masuk Islam. Kecuali jika ia dalam keadaan junub
sebelum masuk Islam, maka ia wajib mandi. Ini adalah madzhab asy-Syafi’i dan
pendapat ulama-ulama Hanafiyah.[2]
Ketiga, ia tidak wajib
mandi secara mutlak. Ini adalah madzhab Abu Hanafiah.[3]
Pendapat ini kurang tepat.
5.
Shalat
Jum’at
Mandi Jum’at hukumnya wajib, dan berdosa bila meniggalkannya,
menurut pendapat ulama yang paling shahih. Ini merupakan penadpat Abu Hurairah,
‘Amar bin Yasir, Abu Sa’id al-Khudri, al-Hasan Al-Bashri. Ini juga riwayat dari
Malik, Ahmad, dan madzhab Ibnu Hazm.[4]
Dalilnya ialah dalil-dalil berikut ini:
a)
Hadits
Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, Nabi shalallahu ‘alayhi wa
sallam bersabda:
غُسْلُ
يَوْمِ الجُمُعَةِ وَاجِبٌ عَلي كُلِّ مُحْتَلِمٍ
“Mandi Jum’at itu wajib bagi setiap orang yang
sudah baligh.” (HR. Bukhari
dan Muslim, shahih)
b)
Hadits
Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
مَنْ
جَاءَ مِنْكُمْ إِلَي الجُمُعَةِ فَلْيَغْتَسِلْ
“Barang siapa di antara kalian yang mendatangi
shalat jum’at, hendaklah ia mandi (terlebih dahulu)” (HR. Bukhari dan Muslim, shahih)
c)
Hadits
Hafshah radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam
bersabda:
عَلَي
كُلِّ مُحْتَلِمٍ رَوَاحٌ إِلَي الجُمُعَةِ وَعَلَي مَنْ رَاحَ إِلَي الجُمُعَةِ
أَنْ يَغْتَسِلْ
“Setiap orang yang sudah baligh wajib
menghadiri shalat Jum’at, dan setiap orang yang menghadiri shalat Jum’at wajib
mandi.” (HR. Abu Daud, An-Nasa’i dan Ahmad)
Dan
masih banyak hadits-hadits yang lainnya yang tidak dituliskan di sini.
Adapun yang
berpendapat bahwa mandi Jum’at adalah mustahab, dalil-dalil yang mereka
gunakan tidak terlalu kuat (lemah). Jadi kesimpulannya adalah dalil-dalil yang
mewajibkan mandi lebih shahih sanadnya, lebih kuat dalilnya, dan lebih selamat
untuk diamalkan. Wallahu a’lam
6.
Kematian
Ini adalah salah satu sebab
wajibnya mandi. Tetapi bukan kewajiban si mayit, melainkan kaum Muslimin
yang menghadirinya.
EmoticonEmoticon