Banyak di antara kaum muslimin yang belum mengerti bagaimana tata cara mandi wajib yang sempurna. Ketidaktahuan tersebut bukan karena sulitnya permasalahan ini untuk dipelajari, namun faktor yang paling utama adalah malasnya mereka untuk belajar ilmu Agama lebih dalam. Nah berikut ini saya tuliskan bagaimana caram bersuci dari hadats besar dengan sempurna. Mohon untuk membacanya dengan sabar dan difahami, insya Allah bermanfa'at.
Yang menjadi
panduan pembahasan ini adalah dua hadits berikut:
1.
Hadits
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia menuturkan, “Jika Nabi shalallahu
‘alayhi wa sallam mandi junub, beliau mulai dengan mencuci kedua tangannya.
Lalu berwudhu seperti berwudhu untuk shalat. Kemudian beliau masukkan
jari-jemarinya ke dalam air, lalu meyela-nyela pangkal rambutnya dengan air
tersebut. Kamudian menuangkan air (dalam suatu riwayat: hingga ketika beliau
merasa telah membasahi seluruh kulit kepalanya, maka beliau menuangkannya) ke
atas kepala sebanyak tiga kali cidukan dengan kedua tangannya. Kemudian beliau
menuangkan air ke seluruh tubuhnya.” (HR. Bukhari dan Muslim, shahih)
2.
Hadits
Maimunah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Aku menyiapkan air untuk
mandi Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam (dan aku menutupinya). Lalu
beliau mencuci tangannya dua atau tiga kali. Kemudian menuangkan air (dengan
tangan kanannya) pada tangan kirinya, lalu mencuci kemaluannya (dalam
riwayat lain: mencuci kemaluannya dan bagian yang terkena mani). Kemudian
beliau menggosokkan tangannya ke lantai atau ke dinding (lalu mencuci
tangannya). Lalu berkumur-kumur, memasukkan air ke dalam hidung, mencuci wajah,
kedua tangan dan mencuci kepalaya, kemudian menuangkan air ke seluruh tubuhnya.
Kemudian beliau beranjak lalu mencuci kakinya. Ketika aku memberikan secarik
kain, beliau mengisyaratkan dengan tangannya demikian, dan tidak
menginginkannya.” (HR. Bukhari dan Muslim, shahih)
Syaikh Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim berkata: Dari kedua
hadits ini, dan selainnya, dapat disimpulkan bahwa anjuran mandi junub dengan
cara berikut ini (setelah berniat mengangkat hadats)
1)
Mencuci
kedua tangan tiga kali, sebelum memasukkan ke bejana atau sebelum memulai
mandi. Dasarnya adalah hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha, “Beliau
mula-mula mencuci kedua tangannya…” Sedangkan dalam redaksi Muslim (317)
berdasarkan hadits Maimunah, “Beliau mencuci kedua telapak tangannya dua
atau tiga kali, lalu memasukkan tangannya ke dalam bejana…”
Al
Hafizh rahimahullah berkata dalam Fath al-Bari (I/429), “Ada kemungkinan
beliau mencuci kedua tangannya untuk membersihkan kotoran yang melekat pada
kedua tangannya. Kemungkinan lain, itu adalah mencuci tangan yang disyari’atkan
ketika bangun dari tidur.”
2)
Mencuci
kemaluan dan tempat yang terkena mani dengan tangan kiri. Dasarnya adalah
hadits Maimunah. Adapun memegang kemaluan dengan tangan kanan hukumnya makruh,
berdasarkan sabda Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam:
إِذَبَالَ
أَحَدُكُمْ فَلَا يَأْخُذَنَّ ذَكَرَهُ بِيَمِيْنِهِ وَلَا يَسْتَنْجِي
بِيَمِيْنِهِ وَلَايَتَنَفَّسْ فِي الإِناءِ
“Jika salah seorang dari kamu buang air kecil,
maka janganlah ia memegang kamaluannya dengan tangannya, jangan beristinja’
dengan tangan kanannya, dan jangan bernafas di dalam bejana.” (HR. Bukhari dan Muslim, shahih)
3)
Mencuci
tangan –setelah mencuci kemaluan- dan mebersihkannya dengan sabun atau
selainnya, seperti tanah. Dalam hadits Maimunah, “Kemudian beliau
menggosokkan tangannya ke lantai, lalu mengusapkannya dengan tanah lalu
mencucinya…” Dalam redaksi lain, “Kemudian memukulkan tangan kirinya ke
tanah, lalu menggosoknya dengan gosokan yang kuat.” (ini adalah lafal
Muslim)
An-Nawawi
rahimahullah dalam Syarh Muslim (III/231) berkata, “Dalam hadits
ini berisi anjuran untuk beristinja dengan air. Jika telah selesai, ia mencuci
tangannya dengan tanah atau alat pembersih lainnya (seperti sabun), atau
menggosokkan tangannya ke tanah atau dinding untuk menghilangkan kotoran yang
melekat padanya.”
4)
Berwudhu
dengan sempurna seperti wudhu untuk shalat, dan ini disebutkan dalam hadits
‘Aisyah dan hadits Maimunah. Al-Hafizh rahimahullah berkata dalam Fath
Al-Bari (I/429) “Ada kemungkinan, memulai berwudhu sebelum mandi adalah
sunnah tersendiri, karena wajib mencuci seluruh anggota wudhu bersama tubuh
lainnya saat mandi. Kemungkinan lain, anggota tubuh yang telah dicuci saat
berwudhu tidak perlu dicuci kembali ketika mandi. Berdasarkan hal itu, maka ia
harus berniat mandi junub sejak membasuh anggota tubuh yang pertama. Beliau
hanya mendahulukan mencuci anggota-anggota wudhu untuk memuliakannya, dan agar
dua bentuk thaharah diraihnya: thaharah sugra dan thaharah kubra.
5)
Menuangkan
air ke atas kepala tiga kali hingga air membasahi tempat tumbuh rambut.
6)
Memulai
bagian kanan kepala kemudian yang kiri.
7)
Sambil
menyela-nyela rambut. Dalam hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha
disebutkan, “Kemudian beliau menyela-nyela rambutnya dengan tangannya,
hingga ketika beliau yakin telah membasahi kulit kepalanya maka beliau
menuangkan air tiga kali ke atas kepalanya.”
Dari
‘Aisyah juga, ia berkata, “Apabila Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam mandi
junub, beliau minta sewadah air (yang disebut hallab).[1]
Kemudian beliau menciduk air dengan telapak tangannya, lalu memulai pada bagian
sebelah kanan kepalanya, kemudian sebelah kiri. Setelah itu, beliau menuangkan
air dengan kedua telapak tangannya ke atas kepalanya.” (HR. Bukhari dan
Muslim, shahih)
Masih
dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia mengatakan, “Jika salah seorang dari
kami terkena junub, maka ia menuangkan air dengan tangannya ke atas kepalanya
tiga kali. Kemudian mengambil air dengan tangannya untuk dituangkan ke bagian
kanannya, kemudian dengan tangannya yang lain untuk dituangkan ke bagian
kirinya.” (HR. Bukhari [277], shahih)
8)
Ia
menuangkan air ke seluruh tubuhnya, mulai dari bagian tubuh yang kanan kemudian
yang kiri.
Menuangkan
air ke seluruh tubuh adalah perkara yang sudah ditetapkan dalam semua hadits
yang menceritakan sifat mandi Nabi. Adapun memulainya dari yang sebelah kanan,
dasarnya adalah hadits ‘Aisyah. Ia berkata, “Rasulullah shalallahu ‘alayhi
wa sallam suka memualai dari yang sebelah kanan dalam memakai sandal, berhias,
bersuci, dan dalam semua urusan beliau.” (HR. Bukhari dan Muslim)
[1] Al
Hallab adalah bejana yang lebar sebesar tempat perahan air susu unta (ma’alim
as-sunan, al-Khaththabi, I/69)
EmoticonEmoticon