LAILATUL QADAR
Kata Lailatul Qadar terdiri dari dua kata, yaitu lailah yang
berarti malam dan qadar yang berarti takaran bernilai dan
terbatas. Para ulama berbeda pendapat mengenai sebab penamaan Lailatul
Qadar dalam beberapa pendapat:
Pertama: Karena pada malam itu Allah shubhanahu
wa ta’ala menetapkan rizki, takdir, dan ajal. Maksudnya Allah Subhanahu
wa Ta’ala menetapkan rezeki, takdir, dan ajal pada tahun itu, serta
apa yang terjadi pada tahun depannya.
Kedua: Diambil dari kata Qadar yaitu
keagungan dan kemuliaan, karena besarnya pahala dan kemuliaan yang ada di malam
itu.
Ketiga: Dinamakan Lailatul Qadar karena amal
perbuatan manusia di malam itu memiliki kedudukan khusus di sisi Allah shubhanahu wa ta’ala.
Dari beberapa pendapat tersebut, kita mengetahui arti dan makna Lailatul
Qadar secara hakiki. Bahwa ia adalah kesempatan emas bagi seluruh
ummat Islam untuk menambah keimanan dan meraih kedudukan tinggi di sisi
Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam waktu yang singkat.
KEUTAMAAN LAILATUL QADAR
Keutamaan Lailatul Qadar telah dijelaskan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala
dalam surat al-Qadar dan hadits Nabi shallallahu ‘alayhi wa
sallam berikut ini:
1. Laitalul
qadr lebih baik dari seribu bulan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ
شَهْرٍ (٣)
“Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan.” (QS.
Al-Qadar: 3)
Rasulullah shallallahu 'alayhi wa sallam bersabda:
Sesungguhnya malam lailatul qadr adalah malam yang paling utama daripada malam-malam yang lain dalam setahun. Orang yang paling berbahagia adalah orang yang dimudahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk bangun mendirikan shalat dan bersungguh-sungguh mengerjakan amal shalih. Karena amal shalih pada malam itu sangat agung pahalanya.
قَدْ جَاءَكُمْ رَمَضَانَ شَهْرٌ مُبَارَكٌ
إِفْتَرَضَ عَلَيْكُمْ صِيَامُهُ فِيْهِ تَفْتَهُ فِيْهِ أبْوَابُ الْجَنَّةِ
تَغْلُقُ فِيْهِ أَبْوَابُ الْجَحِيْمِ تُغَلُّ الشَّيَاطِيْنِ وَفِيْهِ لَيْلَةٌ
خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ وَمَنْ حُرِمَتْ فَقَدْ حُرِمَ (( رَوَاهُ أَحْمَدٌ ))
Abu
Hurairah menuturkan bahwa Nabi saw selalu memberi kabar gembira kepada
para shahabatnya: “Telah
datang kepada kalian bulan Ramadhan, bulan yang penuh berkah, Alloh mewajibkan
puasa atas kalian di dalamnya. Pada bulan ini pintu-pintu surga dibuka,
pintu-pintu neraka jahim ditutup, setan-setan dibelenggu, di dalamnya ada satu
malam yang lebih baik dari seribu bulan, barang siapa yang diharamkan mendapat
kebaikan malam itu maka ia telah diharamkan.” (HR. Ahmad, 2/230)
Sesungguhnya malam lailatul qadr adalah malam yang paling utama daripada malam-malam yang lain dalam setahun. Orang yang paling berbahagia adalah orang yang dimudahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk bangun mendirikan shalat dan bersungguh-sungguh mengerjakan amal shalih. Karena amal shalih pada malam itu sangat agung pahalanya.
Ummat Nabi Muhammad adalah ummat akhir zaman, usia hidup kita terbatas pada
kisaran 60 sampai 70 tahun saja. Sedikit sekali orang yang mencapai usia 70
tahun. Nabi bersabda,
أَعْمَارُ أُمَّتِي مَابَيْنَ السِّتِّيْنَ
إِلَي السَّبْعِيْنَ وَأَقَلُّهُمْ مَنْ يَجُوْزُ ذَالِكَ
“Usia ummatku antara enam puluh hingga tujuh puluh (tahun) dan sangat
jarang sekali dari mereka yang usianya lebih dari itu.” (HR. At-Tirmidzi dan
Ibnu Majah, dishahihkan al-Albani )
Berbeda dengan ummat-ummat terdahulu, umur mereka bisa mencapai ratusan
tahun. Mereka dapat menggunakan usia panjang tersebut untuk beribadah kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana kita ketahui bahwa Nabi Nuh ‘alayhissalam
berdakwah dan tinggal bersama kaumnya selama 950 tahun. Sebuah usia yang sangat
fantastis dalam ukuran kita.
Akan tetapi, Allah Subhanahu wa Ta’ala Dzat Yang Maha Adil
dan Maha bijaksana telah menjadikan satu malam bagi kita yaitu malam yang mulia
pada bulan Ramadhan sebagai gantinya. Seandainya ummat ini menggunakan dan
mengerahkan kesungguhan semaksimal mungkin untuk mendapatkan satu malam
tersebut, maka ummat ini akan hidup dengan umur yang pendek tapi amal shalihnya
dapat menyamai atau bahkan melebihi amal shalih ummat-ummat terdahulu sebelum
kita. Maka benarlah kata Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam bahwa ummat
ini adalah ummat yang paling utama pada hari kiamat nanti dan akan masuk surga
yang pertama kali sebelum ummat-ummat yang lainnya.
2. Pada malam
itu para Malaikat dan Jibril ‘alayhissalam turun ke dunia.
تَنَزَّلُ الْمَلائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ
رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ (٤)
“Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin
Tuhannya untuk mengatur segala urusan.” (QS. Al-Qadar: 4)
Turunnya para Malaikat dan Jibril pada malam lailatul qadr adalah karena
banyaknya keberkahan pada malam itu dan Malaikat turun bersamaan dengan
turunnya rahmat dan barakah tersebut. Sebagaimana mereka turun ke sisi orang
yang membaca al Qur’an, mereka juga akan mengepakkan sayapnya untuk membenarkan
dan mengagungkan orang tersebut.
3. Melimpahnya
kesejahteraan hingga terbit fajar
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
سَلامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ (٥)
“Malam itu (penuh) Kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS.
Al-Qadar: 5)
Seluruh malam pada saat itu penuh dengan kebaikan, tiada keburukan di
dalamnya. Mujahid rahimahullah berkata, “Dalam firman
Allah shubhanahu wa ta’ala “salaamun hiya” maksudnya
adalah, karena keselamatan, setan tidak dapat berbuat buruk atau
merintanginya.”
4. Siapa saja
yang menghidupkan malam lailatul qadr dengan keimanan dan mencari pahala dari
Allah, dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.
مَنْ قَامَ لَيْلَةَ
القَدْرِ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barang siapa menghidupkan Lailatul Qadar karena keimanan dan mencari
pahala, niscaya diampuni dosa-dosanya yang lalu.” (HR.
Bukhari)
Imam an-Nawawi rahimahullah berkata: “Makna “imaanan” adalah
pembenaran bahwa lailatul qadr itu hak (benar adanya), dengan berusaha mencari
keutamaannya. Dan makna “ihtisaaban” berekeinginan untuk
Allah Subhanahu wa Ta’ala saja, tidak bermaksud agar dilihat
orang atau lainnya yang menyelisihi keikhlasan. Dan maksud “Qiyaaman” adalah
shalat tarawih yang telah disepakati oleh para ulama sebagai sunnah.
Imam an-Nawawi juga berkata: “Maksud penghapusan, yaitu jika pelakunya
memiliki keburukan, maka dosa-dosa kecilnya dihapus, atau dosa-dosa besarnya
diperingan. Dan jika ia tidak memiliki dosa, maka kedudukannya di surga akan
ditinggikan.
KAPAN LALILATUL QADAR ITU?
Tidak diragukan lagi bahwa Lailatul Qadar terdapat di bulan Ramadhan,
berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ (١)
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan” (QS.
Al-Qadar: 1)
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي
أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ
(١٨٥)
“Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran
sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu
dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).” (QS.
Al-Baqarah: 185)
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ (٣)
“Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan
Sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan.” (QS.
Ad-Dukhan: 3)
Al-Hafizh Ibnu Hajar mengatakan tentang penentuan malamnya, “Para ulama
berselisih pendapat dalam menentukan lailatul qadar dengan perselisihan yang
sangat banyak. Setelah kami himpun, ternyata pendapat mereka mencapai lebih
dari empat puluh pendapat.” Kemudian al-Hafizh Ibnu Hajar menyebutkan satu
persatu dari pendapat-pendapat tersebut beserta masing-masing dalilnya.
Mayoritas ulama berpendapat, lailatul qadar terdapat pada sepuluh malam
terakhir bulan Ramadhan, berdasarkan hadits Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu
‘anhu,
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
فَبْتَغُوهَا فِي العَشْرِ الأَوَاخِرِ
“Maka carilah malam tersebut pada sepuluh malam terakhir” (HR.
Bukhari <2018> dan Muslim <1167> derajatnya shahih)
Mayoritas mereka berpandapat, lailatul qadar terdapat pada malam-malam
ganjil di sepuluh malam terakhir, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam:
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ القَدْرِ فِي الوِتْرِ مِنَ العَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
“Carilah lailatul qadar pada malam ganjil di sepuluh malam terakhir bulan
Ramadhan” (Shahih diriwayatkan oleh Bukhari no. 2017)
Demikian pula kebanyakan dari mereka berpendapat, lailatul qadar jatuh pada
malam ke 27 Ramadhan. Ini adalah pendapat sekelompok sahabat. Bahkan Ubai bin
Ka’ab radhiyallahu ‘anhu memastikannya dan berani bersumpah,
lailatul qadar jatuh pada malam ke 27, sebagaimana tertera dalam hadits yang
diriwayatkan oleh Muslim.
Namun yang jelas[1], lailatul qadar terdapat
pada malam-malam ganjil di sepuluh malam terakhir dan berpindah-pindah di
malam-malam tersebut, tidak khusus hanya pada malam ke 27 saja. Adapun apa yang
disebutkan oleh Ubay, lalilatul qadar jatuh pada malam ke 27, ini terjadi dalam
satu tahun dan bukan berarti terjadi setiap tahun. Buktinya, Nabi shallallahu
‘alayhi wa sallam pernah mendapati lailatul qadar pada malam ke
21, sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Sa’id radhiyallahu
‘anhu, Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam berkhutbah
kepada mereka seraya mengatakan:
إِنِّي أُرِيْتُ لَيْلَةَ القَدْرِ ثُمَّ أُنْسِيتُهَا فَلْتَمِسُوهَا فِي العَشْرِ
الأَوَاخِرِ فِي الوَتْرِ وَإِنِّي رَأَيْتُ أَنِّي أَسْجُدُ فِي مَاءٍ وَطِيْنٍ. قَالَ
أَبُو سَعِيْدٍ الخُدْرِيُّ: مُطِرْنَا لَيْلَةَ إِحْدَى وَعِشْرِيْنَ فَوَكَفَ المَسْجِدِ
فِي مُصَلَّي رَسُولِ اللهِ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنَظَرْتُ
إِلَيْهِ وَقَدِ انْصَرَفَ مِنْ صَلَاةِ الصُّبْحِِ وَوَجْهُهُ مُبْتَلٌ طِيْنًا وَمَاءً
“Sesungguhnya aku telah melihat lailatul qadar, kemudian terlupakan olehku.
Oleh karena itu, carilah malam tersebut pada sepuluh malam terakhir yang
ganjil. Pada saat itu aku merasa bahwa aku sedang sujud di air dan lumpur.”
Abu Sa’id berkata, “Hujan turun pada malam ke dua puluh satu, hingga air
mengalir menerpa tempat shalat Rasulullah shallallahu 'alayhi wa sallam.
Seusai shalat, aku melihat wajah beliau basah terkena lumpur.” (Shahih
diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim)
DIRAHASIAKANNYA LAILATUL QADAR
Hikmah dirahasiakannya lailatul qadar adalah agar para hamba
bersungguh-sungguh beribadah di setiap malam, dengan harapan agar mendapatkan
lailatul qadar. Bagi siapa yang meyakini, lailatul qadar tersebut pada malam
tertentu, maka ia akan menghidupkan malam tersebut dengan ibadah. Dan bagi
siapa yang ingin memastikan dirinya mendapatkan malam tersebut, hendaknya ia
bersyukur kepada Allah dengan mencurahkan segala waktunya untuk beribadah
kepada-Nya di sepanjang bulan Ramadhan. Inilah hikmah dirahasiakannya lailatul
qadar.
Mungkin inilah yang diisyaratkan dalam sabda Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam:
إِنِّي خَرَجْتُ لِأُخْبِرَكُمْ بِلَيْلَةِ القَدْرِ فَتَلَاحَي فُلَانٌ وَفُلَانٌ
فَرُفِعَتْ وَعَسَي أَنْ يَكُوْنَ خَيْرًا لَكُمْ فَلْتَمِسُوهَا فِي التَّاسِعَةِ
وَالسَّابِعَةِ وَالْخَامِسَةِ
“Sesungguhnya aku keluar untuk memberitahukan kepada
kalian kapan malam lailatul qadar itu. Tapi (di tengah jalan) aku bertemu
dengan fulan dan fulan yang sedang bertengkar, sehingga aku terlupa kapan malam
itu. Semoga ini lebih baik bagi kalian. Oleh karena itu carilah malam tersebut
pada malam 29, 27, dan 25” (Shahih diriwayatkan oleh Bukhari)
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu menuturkan bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
لَيْلَةُ القَدْرِ لَيْلَةُ السَّابِعَةِ، أَوِالتَّاسِعَةِ وَعِشْرِيْنَ، وَإِنَّ
المَلَئِكَةَ تِلْكَ لَيْلَةُ أَكْثَرُ فِي الأَرْضِ مِنَ العَدَدِ الحَصَى
“Lailatul qadar adalah malam kedua puluh tujuh atau
kedua pulug Sembilan, dan para malaikat pada malam itu di bumi lebih banyak
dari jumlah kerikil.” (HR. Ibnu Khuzaimah, dishahihkan oleh
Al-Albani rahimahullah)
أُرِيْتُ لَيْلَةَ القَدْرِ ثُمَ أَيْقَظَنِي بَعْضُ أَهْلِي فَنُسِّيْتُهَا فَلْتَمِسُوهَا
فِي العَشْرِ الغَوَابِرِ
“(Waktu datangnya) lailatul qadar diperlihatkan
kepadaku. Kemudian salah seorang keluargaku telah membuyarkan kosentrasiku,
(sehingga) aku pun lupa darinya, maka carilah ia pada sepuluh (malam)
terkahir.” (HR. Muslim)
Imam al-Baghawi rahimahullah berkata, “Secara
keseluruhan, Allah shubhanahu wa ta’ala menyamarkan malam Lailatul
Qadar pada ummat ini agar mereka bersungguh-sungguh dalam beribadah pada
malam-malam Ramadhan sebagai bentuk keseriusan dalam pencariannya.”
BAGAIMANA SEORANG MUSLIM MENCARI LAILATUL QADAR??
Barang siapa yang terhalang untuk mendapatkan lailatul qadar, berarti ia
terhalang untuk mendapatkan semua kebaikan. Dan tidak terhalang untuk
mendapatkan kebaikannya kecuali orang yang terhalang (mendapatkan kebaikan).
Oleh karena itu sudah sepantasnya seorang muslim berusaha sungguh-sungguh untuk
melakukan ketaatan kepada Allah dengan menghidupkan malam tersebut karena
keimanan dan mengharap pahala yang besar dari Allah, dan bersungguh-sungguh di
sepuluh malam terakhir karena mencontoh Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam.
Diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,
“Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersungguh-sungguh
(pada sepuluh terakhir) yang tidak beliau lakukan pada malam-malam sebelumnya.”
Hendaknya seorang muslim memperbanyak melakukan shalat pada malam-malam
ini, menjauhi istri, dan mendorong keluarganya untuk melakukan ketaatan kepada
Allah. Diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu ‘anha ia berkata,
“Jika masuk sepuluh malam terakhir, Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam mengencangkan
ikat pinggangnya[2], menghidupkan malamnya dan membangunkan
keluarganya.”
Bahkan semestinya kita menginginkan apa yang telah dijanjikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
مَنْ قَامَ لَيْلَةَ
القَدْرِ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barang siapa menghidupkan Lailatul Qadar karena keimanan dan mencari
pahala, niscaya diampuni dosa-dosanya yang lalu.” (HR.
Bukhari)
DO’A YANG DIPANJATKAN PADA MALAM ITU
Pada malam tersebut disunnahkan untuk berdo’a, terutama do’a yang
disinyalir dalam hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha. Ia mengatakan,
“Wahai Rasulullah, bagaimana menurutmu jika aku mendapat lailatul qadar, apa
yang harus aku ucapkan?” Beliau menjawab, “Ucapkanlah:
اللَّهُّمَ إِنَّكَ عَفُوٌ تُحِبُّ العَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي
“Yaa Allah, sesungguhnya Engkau pemaaf dan senang memaafkan, maka
maafkanlah kesalahanku.” (Shahih diriwayatkan oleh Tirmidzi dan Ibnu
Majah)
TANDA-TANDA LAILATUL QADAR
Lailatul qadar dapat diketahui melalui tanda-tandanya. Di antaranya ialah
tanda-tanda yang menunjukkan malam itu sendiri, seperti:
1) Cuaca malam itu sedang dan anginnya tenang.
Dirwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma , ia berkata,
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
لَيْلَةُ القَدْرِ لَيْلَةُ سَمْحَةٌ طَلْقَةٌ
لَاحَرَّةٌ وَلَا بَارِدَةٌ تُصْبِحُ الشَّمْسُ صَحِيْبَتُهَا ضَعِيْفَةً حَمْرَاءَ
“Lailatul qadar adalah malam yang tenang, cerah, tidak panas dan tidak pula
dingin. Pada pagi harinya matahari terbit dengan cahaya yang lemah dan berwarna
kemerahan.”
2) Ada ketenteraman dan ketenangan pada malam itu yang
dibawa turun oleh para malaikat, sehingga manusia merasakan ketentraman hati,
merasakan lapang dada dan kelezatan beribadah pada malam itu yang tidak pernah
dirasakannya pada malam-malam lainnya.
3) Sebagian orang melihatnya dalam mimpi, sebagaimana
telah dialami oleh sebagian sahabat Nabi. Abu Sa’id radhiyallahu ‘anhu berkata:
“Kami I’tikaf bersama Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam selama sepuluh
hari pada pertengahan bulan Ramadhan. Dan tatkala pagi hari tanggal 20, kami
pulang dan tidur, lalu aku bermimpi melihat lailatul qadar, kemudian aku
dilupakannya. Ketika hari menjelang malam, Nabi duduk di atas mimbar,
berkhutbah kepada manusia dan menyebut kejadian itu, seraya berkata: “Barang
siapa yang beri’tikaf bersama Nabi shallallahu
‘alayhi wa sallam, maka hendaklah ia kembali ke tempat I’tikafnya.” (HR.
Ibnu Khuzaimah, hadits ini hasan)
Adapun tanda setelah terjadi (besok pagi harinya) di antaranya:
4) Pada pagi harinya matahari terbit dengan jernih tanpa
memancarkan sinarnya. Diriwayatkan dari Ubai bin Ka’ab radhiyallahu
‘anhu, Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
صَبِيْحَةُ لَيْلَةِ القَدْرِ تَطْلُعُ الشَّمْسُ
لَا شُعَاعَ لَهَا كَأَنَّهَا طَسْتٌ حَتَّي تَرْتَفِعَ
“Matahari terbit pada pagi lailatul qadar tanpa cahaya seolah-olah seperti
talam hingga meninggi”
MITOS BATHIL
Masyarakat umum memiliki banyak mitos dan keyakinan yang rusak tentang
tanda-tanda lailatul qadar ini. Di antaranya, pada malam itu pohon-pohon sujud,
semua bangunan tertidur, rasa garam berubah menjadi tawar, anjing-anjing
berhenti menggonggong dan mitos lainnya yang jelas rusak dan batil.
Ikuti artikel penting terkait:
1 komentar:
Write komentarMasukkan kritik dan saran Anda di sini..
ReplyEmoticonEmoticon