LAILATUL QODAR "Malam Kemuliaan"

Juli 09, 2014

LAILATUL QADAR


Kata Lailatul Qadar terdiri dari dua kata, yaitu lailah yang berarti malam dan qadar yang berarti takaran bernilai dan terbatas. Para ulama berbeda pendapat mengenai sebab penamaan Lailatul Qadar dalam beberapa pendapat:

Pertama: Karena pada malam itu Allah shubhanahu wa ta’ala menetapkan rizki, takdir, dan ajal. Maksudnya Allah Subhanahu wa Ta’ala menetapkan rezeki, takdir, dan ajal pada tahun itu, serta apa yang terjadi pada tahun depannya.

Kedua: Diambil dari kata Qadar yaitu keagungan dan kemuliaan, karena besarnya pahala dan kemuliaan yang ada di malam itu.

Ketiga: Dinamakan Lailatul Qadar karena amal perbuatan manusia di malam itu memiliki kedudukan khusus di sisi Allah shubhanahu wa ta’ala.

Dari beberapa pendapat tersebut, kita mengetahui arti dan makna Lailatul Qadar secara hakiki. Bahwa ia adalah kesempatan emas bagi seluruh ummat Islam untuk menambah keimanan dan meraih kedudukan tinggi di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam waktu yang singkat.


KEUTAMAAN LAILATUL QADAR

Keutamaan Lailatul Qadar telah dijelaskan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala  dalam surat al-Qadar dan hadits Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam berikut ini:

1.      Laitalul qadr lebih baik dari seribu bulan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala  berfirman:
لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ (٣)
“Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan.” (QS. Al-Qadar: 3)

Rasulullah shallallahu 'alayhi wa sallam bersabda:
قَدْ جَاءَكُمْ رَمَضَانَ شَهْرٌ مُبَارَكٌ إِفْتَرَضَ عَلَيْكُمْ صِيَامُهُ فِيْهِ تَفْتَهُ فِيْهِ أبْوَابُ الْجَنَّةِ تَغْلُقُ فِيْهِ أَبْوَابُ الْجَحِيْمِ تُغَلُّ الشَّيَاطِيْنِ وَفِيْهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ وَمَنْ حُرِمَتْ فَقَدْ حُرِمَ (( رَوَاهُ أَحْمَدٌ ))
Abu Hurairah menuturkan bahwa Nabi saw selalu memberi kabar gembira kepada  para shahabatnya: “Telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, bulan yang penuh berkah, Alloh mewajibkan puasa atas kalian di dalamnya. Pada bulan ini pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka jahim ditutup, setan-setan dibelenggu, di dalamnya ada satu malam yang lebih baik dari seribu bulan, barang siapa yang diharamkan mendapat kebaikan malam itu maka ia telah diharamkan.” (HR. Ahmad, 2/230)

Sesungguhnya malam lailatul qadr adalah malam yang paling utama daripada malam-malam yang lain dalam setahun. Orang yang paling berbahagia adalah orang yang dimudahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala  untuk bangun mendirikan shalat dan bersungguh-sungguh mengerjakan amal shalih. Karena amal shalih pada malam itu sangat agung pahalanya.

Ummat Nabi Muhammad adalah ummat akhir zaman, usia hidup kita terbatas pada kisaran 60 sampai 70 tahun saja. Sedikit sekali orang yang mencapai usia 70 tahun. Nabi   bersabda,

أَعْمَارُ أُمَّتِي مَابَيْنَ السِّتِّيْنَ إِلَي السَّبْعِيْنَ وَأَقَلُّهُمْ مَنْ يَجُوْزُ ذَالِكَ
“Usia ummatku antara enam puluh hingga tujuh puluh (tahun) dan sangat jarang sekali dari mereka yang usianya lebih dari itu.” (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah, dishahihkan al-Albani  )

Berbeda dengan ummat-ummat terdahulu, umur mereka bisa mencapai ratusan tahun. Mereka dapat menggunakan usia panjang tersebut untuk beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana kita ketahui bahwa Nabi Nuh ‘alayhissalam berdakwah dan tinggal bersama kaumnya selama 950 tahun. Sebuah usia yang sangat fantastis dalam ukuran kita.

Akan tetapi, Allah Subhanahu wa Ta’ala Dzat Yang Maha Adil dan Maha bijaksana telah menjadikan satu malam bagi kita yaitu malam yang mulia pada bulan Ramadhan sebagai gantinya. Seandainya ummat ini menggunakan dan mengerahkan kesungguhan semaksimal mungkin untuk mendapatkan satu malam tersebut, maka ummat ini akan hidup dengan umur yang pendek tapi amal shalihnya dapat menyamai atau bahkan melebihi amal shalih ummat-ummat terdahulu sebelum kita. Maka benarlah kata Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam bahwa ummat ini adalah ummat yang paling utama pada hari kiamat nanti dan akan masuk surga yang pertama kali sebelum ummat-ummat yang lainnya.

2.      Pada malam itu para Malaikat dan Jibril ‘alayhissalam turun ke dunia.

تَنَزَّلُ الْمَلائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ (٤)
“Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan.” (QS. Al-Qadar: 4)

Turunnya para Malaikat dan Jibril pada malam lailatul qadr adalah karena banyaknya keberkahan pada malam itu dan Malaikat turun bersamaan dengan turunnya rahmat dan barakah tersebut. Sebagaimana mereka turun ke sisi orang yang membaca al Qur’an, mereka juga akan mengepakkan sayapnya untuk membenarkan dan mengagungkan orang tersebut.

3.      Melimpahnya kesejahteraan hingga terbit fajar
Allah Subhanahu wa Ta’ala  berfirman:
سَلامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ (٥)
“Malam itu (penuh) Kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS. Al-Qadar: 5)

Seluruh malam pada saat itu penuh dengan kebaikan, tiada keburukan di dalamnya. Mujahid rahimahullah berkata, “Dalam firman Allah shubhanahu wa ta’ala “salaamun hiya” maksudnya adalah, karena keselamatan, setan tidak dapat berbuat buruk atau merintanginya.”

4.      Siapa saja yang menghidupkan malam lailatul qadr dengan keimanan dan mencari pahala dari Allah, dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.

مَنْ قَامَ لَيْلَةَ القَدْرِ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barang siapa menghidupkan Lailatul Qadar karena keimanan dan mencari pahala, niscaya diampuni dosa-dosanya yang lalu.” (HR. Bukhari)

Imam an-Nawawi rahimahullah berkata: “Makna “imaanan” adalah pembenaran bahwa lailatul qadr itu hak (benar adanya), dengan berusaha mencari keutamaannya. Dan makna “ihtisaaban” berekeinginan untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala  saja, tidak bermaksud agar dilihat orang atau lainnya yang menyelisihi keikhlasan. Dan maksud “Qiyaaman” adalah shalat tarawih yang telah disepakati oleh para ulama sebagai sunnah.

Imam an-Nawawi juga berkata: “Maksud penghapusan, yaitu jika pelakunya memiliki keburukan, maka dosa-dosa kecilnya dihapus, atau dosa-dosa besarnya diperingan. Dan jika ia tidak memiliki dosa, maka kedudukannya di surga akan ditinggikan.


KAPAN LALILATUL QADAR ITU?

Tidak diragukan lagi bahwa Lailatul Qadar terdapat di bulan Ramadhan, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ (١)
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan” (QS. Al-Qadar: 1)

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ (١٨٥)
“Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).” (QS. Al-Baqarah: 185)
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ (٣)
“Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan Sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan.” (QS. Ad-Dukhan: 3)

Al-Hafizh Ibnu Hajar mengatakan tentang penentuan malamnya, “Para ulama berselisih pendapat dalam menentukan lailatul qadar dengan perselisihan yang sangat banyak. Setelah kami himpun, ternyata pendapat mereka mencapai lebih dari empat puluh pendapat.” Kemudian al-Hafizh Ibnu Hajar menyebutkan satu persatu dari pendapat-pendapat tersebut beserta masing-masing dalilnya.

Mayoritas ulama berpendapat, lailatul qadar terdapat pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan, berdasarkan hadits Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu,

Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
فَبْتَغُوهَا فِي العَشْرِ الأَوَاخِرِ
“Maka carilah malam tersebut pada sepuluh malam terakhir” (HR. Bukhari <2018> dan Muslim <1167> derajatnya shahih)

Mayoritas mereka berpandapat, lailatul qadar terdapat pada malam-malam ganjil di sepuluh malam terakhir, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam:
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ القَدْرِ فِي الوِتْرِ مِنَ العَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
“Carilah lailatul qadar pada malam ganjil di sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan” (Shahih diriwayatkan oleh Bukhari no. 2017)

Demikian pula kebanyakan dari mereka berpendapat, lailatul qadar jatuh pada malam ke 27 Ramadhan. Ini adalah pendapat sekelompok sahabat. Bahkan Ubai bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu memastikannya dan berani bersumpah, lailatul q­adar jatuh pada malam ke 27, sebagaimana tertera dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslim.

Namun yang jelas[1], lailatul qadar terdapat pada malam-malam ganjil di sepuluh malam terakhir dan berpindah-pindah di malam-malam tersebut, tidak khusus hanya pada malam ke 27 saja. Adapun apa yang disebutkan oleh Ubay, lalilatul qadar jatuh pada malam ke 27, ini terjadi dalam satu tahun dan bukan berarti  terjadi setiap tahun. Buktinya, Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam pernah mendapati lailatul qadar pada malam ke 21,  sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Sa’id radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam berkhutbah kepada mereka seraya mengatakan:

إِنِّي أُرِيْتُ لَيْلَةَ القَدْرِ ثُمَّ أُنْسِيتُهَا فَلْتَمِسُوهَا فِي العَشْرِ الأَوَاخِرِ فِي الوَتْرِ وَإِنِّي رَأَيْتُ أَنِّي أَسْجُدُ فِي مَاءٍ وَطِيْنٍ. قَالَ أَبُو سَعِيْدٍ الخُدْرِيُّ: مُطِرْنَا لَيْلَةَ إِحْدَى وَعِشْرِيْنَ فَوَكَفَ المَسْجِدِ فِي مُصَلَّي رَسُولِ اللهِ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنَظَرْتُ إِلَيْهِ وَقَدِ انْصَرَفَ مِنْ صَلَاةِ الصُّبْحِِ وَوَجْهُهُ مُبْتَلٌ طِيْنًا وَمَاءً
“Sesungguhnya aku telah melihat lailatul qadar, kemudian terlupakan olehku. Oleh karena itu, carilah malam tersebut pada sepuluh malam terakhir yang ganjil. Pada saat itu aku merasa bahwa aku sedang sujud di air dan lumpur.”

Abu Sa’id berkata, “Hujan turun pada malam ke dua puluh satu, hingga air mengalir menerpa tempat shalat Rasulullah shallallahu 'alayhi wa sallam. Seusai shalat, aku melihat wajah beliau basah terkena lumpur.” (Shahih diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim)


DIRAHASIAKANNYA LAILATUL QADAR

Hikmah dirahasiakannya lailatul qadar adalah agar para hamba bersungguh-sungguh beribadah di setiap malam, dengan harapan agar mendapatkan lailatul qadar. Bagi siapa yang meyakini, lailatul qadar tersebut pada malam tertentu, maka ia akan menghidupkan malam tersebut dengan ibadah. Dan bagi siapa yang ingin memastikan dirinya mendapatkan malam tersebut, hendaknya ia bersyukur kepada Allah dengan mencurahkan segala waktunya untuk beribadah kepada-Nya di sepanjang bulan Ramadhan. Inilah hikmah dirahasiakannya lailatul qadar.

Mungkin inilah yang diisyaratkan dalam sabda Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam:
إِنِّي خَرَجْتُ لِأُخْبِرَكُمْ بِلَيْلَةِ القَدْرِ فَتَلَاحَي فُلَانٌ وَفُلَانٌ فَرُفِعَتْ وَعَسَي أَنْ يَكُوْنَ خَيْرًا لَكُمْ فَلْتَمِسُوهَا فِي التَّاسِعَةِ وَالسَّابِعَةِ وَالْخَامِسَةِ
“Sesungguhnya aku keluar untuk memberitahukan kepada kalian kapan malam lailatul qadar itu. Tapi (di tengah jalan) aku  bertemu dengan fulan dan fulan yang sedang bertengkar, sehingga aku terlupa kapan malam itu. Semoga ini lebih baik bagi kalian. Oleh karena itu carilah malam tersebut pada malam 29, 27, dan 25” (Shahih diriwayatkan oleh Bukhari)

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu menuturkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
لَيْلَةُ القَدْرِ لَيْلَةُ السَّابِعَةِ، أَوِالتَّاسِعَةِ وَعِشْرِيْنَ، وَإِنَّ المَلَئِكَةَ تِلْكَ لَيْلَةُ أَكْثَرُ فِي الأَرْضِ مِنَ العَدَدِ الحَصَى
“Lailatul qadar adalah malam kedua puluh tujuh atau kedua pulug Sembilan, dan para malaikat pada malam itu di bumi lebih banyak dari jumlah kerikil.” (HR. Ibnu Khuzaimah, dishahihkan oleh Al-Albani rahimahullah)

أُرِيْتُ لَيْلَةَ القَدْرِ ثُمَ أَيْقَظَنِي بَعْضُ أَهْلِي فَنُسِّيْتُهَا فَلْتَمِسُوهَا فِي العَشْرِ الغَوَابِرِ
“(Waktu datangnya) lailatul qadar diperlihatkan kepadaku. Kemudian salah seorang keluargaku telah membuyarkan kosentrasiku, (sehingga) aku pun lupa darinya, maka carilah ia pada sepuluh (malam) terkahir.” (HR. Muslim)

Imam al-Baghawi rahimahullah berkata, “Secara keseluruhan, Allah shubhanahu wa ta’ala menyamarkan malam Lailatul Qadar pada ummat ini agar mereka bersungguh-sungguh dalam beribadah pada malam-malam Ramadhan sebagai bentuk keseriusan dalam pencariannya.”


BAGAIMANA SEORANG MUSLIM MENCARI LAILATUL QADAR??

Barang siapa yang terhalang untuk mendapatkan lailatul qadar, berarti ia terhalang untuk mendapatkan semua kebaikan. Dan tidak terhalang untuk mendapatkan kebaikannya kecuali orang yang terhalang (mendapatkan kebaikan). Oleh karena itu sudah sepantasnya seorang muslim berusaha sungguh-sungguh untuk melakukan ketaatan kepada Allah dengan menghidupkan malam tersebut karena keimanan dan mengharap pahala yang besar dari Allah, dan bersungguh-sungguh di sepuluh malam terakhir karena mencontoh Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam. Diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersungguh-sungguh (pada sepuluh terakhir) yang tidak beliau lakukan pada malam-malam sebelumnya.”

Hendaknya seorang muslim memperbanyak melakukan shalat pada malam-malam ini, menjauhi istri, dan mendorong keluarganya untuk melakukan ketaatan kepada Allah. Diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu ‘anha ia berkata, “Jika masuk sepuluh malam terakhir, Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam mengencangkan ikat pinggangnya[2], menghidupkan malamnya dan membangunkan keluarganya.”

Bahkan semestinya kita menginginkan apa yang telah dijanjikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
مَنْ قَامَ لَيْلَةَ القَدْرِ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barang siapa menghidupkan Lailatul Qadar karena keimanan dan mencari pahala, niscaya diampuni dosa-dosanya yang lalu.” (HR. Bukhari)


DO’A YANG DIPANJATKAN PADA MALAM ITU

Pada malam tersebut disunnahkan untuk berdo’a, terutama do’a yang disinyalir dalam hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha. Ia mengatakan, “Wahai Rasulullah, bagaimana menurutmu jika aku mendapat lailatul qadar, apa yang harus aku ucapkan?” Beliau menjawab, “Ucapkanlah:
اللَّهُّمَ إِنَّكَ عَفُوٌ تُحِبُّ العَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي
“Yaa Allah, sesungguhnya Engkau pemaaf dan senang memaafkan, maka maafkanlah kesalahanku.” (Shahih diriwayatkan oleh Tirmidzi dan Ibnu Majah)


TANDA-TANDA LAILATUL QADAR

Lailatul qadar dapat diketahui melalui tanda-tandanya. Di antaranya ialah tanda-tanda yang menunjukkan malam itu sendiri, seperti:

1)      Cuaca malam itu sedang dan anginnya tenang. Dirwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma , ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
لَيْلَةُ القَدْرِ لَيْلَةُ سَمْحَةٌ طَلْقَةٌ لَاحَرَّةٌ وَلَا بَارِدَةٌ تُصْبِحُ الشَّمْسُ صَحِيْبَتُهَا ضَعِيْفَةً حَمْرَاءَ
“Lailatul qadar adalah malam yang tenang, cerah, tidak panas dan tidak pula dingin. Pada pagi harinya matahari terbit dengan cahaya yang lemah dan berwarna kemerahan.”

2)      Ada ketenteraman dan ketenangan pada malam itu yang dibawa turun oleh para malaikat, sehingga manusia merasakan ketentraman hati, merasakan lapang dada dan kelezatan beribadah pada malam itu yang tidak pernah dirasakannya pada malam-malam lainnya.

3)      Sebagian orang melihatnya dalam mimpi, sebagaimana telah dialami oleh sebagian sahabat Nabi. Abu Sa’id radhiyallahu ‘anhu berkata:
“Kami I’tikaf bersama Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam selama sepuluh hari pada pertengahan bulan Ramadhan. Dan tatkala pagi hari tanggal 20, kami pulang dan tidur, lalu aku bermimpi melihat lailatul qadar, kemudian aku dilupakannya. Ketika hari menjelang malam, Nabi duduk di atas mimbar, berkhutbah kepada manusia dan menyebut kejadian itu, seraya berkata: “Barang siapa yang beri’tikaf bersama Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam, maka hendaklah ia kembali ke tempat I’tikafnya.” (HR. Ibnu Khuzaimah, hadits ini hasan)

Adapun tanda setelah terjadi (besok pagi harinya) di antaranya:
4)      Pada pagi harinya matahari terbit dengan jernih tanpa memancarkan sinarnya. Diriwayatkan dari Ubai bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
صَبِيْحَةُ لَيْلَةِ القَدْرِ تَطْلُعُ الشَّمْسُ لَا شُعَاعَ لَهَا كَأَنَّهَا طَسْتٌ حَتَّي تَرْتَفِعَ
“Matahari terbit pada pagi lailatul qadar tanpa cahaya seolah-olah seperti talam hingga meninggi”


MITOS BATHIL

Masyarakat umum memiliki banyak mitos dan keyakinan yang rusak tentang tanda-tanda lailatul qadar ini. Di antaranya, pada malam itu pohon-pohon sujud, semua bangunan tertidur, rasa garam berubah menjadi tawar, anjing-anjing berhenti menggonggong dan mitos lainnya yang jelas rusak dan batil.


Ikuti artikel  penting terkait:






[1] Syaikh Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim dalam kitab shahih fiqih sunnah

[2] Yakni menjauhi istri untuk beribadah dan bersungguh-sungguh dalam mencarinya.


Artikel Terkait

Previous
Next Post »

1 komentar:

Write komentar
HASMI-ku
AUTHOR
9 Juli 2014 pukul 20.01 delete

Masukkan kritik dan saran Anda di sini..

Reply
avatar