Allah telah menetapkan bulan Ramadhan dalam durasi
waktu yang tertentu, yaitu selama satu bulan (29 hari atau 30 hari). Bahkan
dikatakan dalam al-Qur’an bahwa bulan itu hanya beberapa hari yang tertentu.
Bulan ramadhan memiliki batas waktu, maka ada awal pasti ada akhir dan ada
pertemuan pasti ada perpisahan.
Bulan Ramadhan adalah bagian dari umur kita, maka
dengan berlalunya bulan Ramadhan tak ubahnya berlalunya sebagian dari
kita. Hasan Al-Bashri[1] berkata:
يَا بْنَ آدَمَ إِنَّمَا
أَنْتَ أَيَّامٌ كُلَّمَا ذَهَبَ يَوْمٌ ذَهَبَ بَعْضُكَ
“Wahai anak Adam, engkau tidak lain adalah kumpulan
hari-hari. Setiap satu hari berlalu, maka berlalu pula sebagian darimu.” Dan seorang penyair berkata: “Denyut jantung seseorang berkata
kepadanya, ‘Sesungguhnya kehidupan hanyalah kumpulan menit dan himpunan detik.”
Adapun orang yang berbahagia adalah mereka yang
menutup bulan Ramadhan dengan kebaikan dan menutup hidupnya atau mengakhiri
usianya dengan husnul khotimah. Hal ini sesuai dengan hadits yang mengatakan “Sesungguhnya
amalan itu ditentukan dengan penutupnya”, maka berbahagialah orang yang
menutup bulan Ramadhan ini dengan amal-amal kebaikan. Dan kita berharap semoga
Alloh menganugerahkan kepada kita husnul khotimah.
Kepergian Ramadha Melahirkan Dua Golongan
1.
Al-Faizun (orang-orang
yang beruntung)
Yaitu mereka yang amal shalihnya di bulan Ramadhan
diterima oleh Alloh . Sehingga selepas bulan Ramadhan dosa-dosa mereka
diampuni oleh Alloh dan mendapatkan janji dari Alloh berupa
Surga dengan melalui pintu Ar-Rayyan.
2.
Al-Khosirun (orang-orang yang merugi)
Yaitu mereka yang amalnya tidak diterima, berpisah
dengan Ramadhan sementara dosa-dosanya tidak diampuni dan dia terusir dari rahmat
Alloh karena telah berlaku buruk di dalam bulan Ramadhan,
menyia-nyiakan bulan Ramadhan dan menyia-nyiakan hak Alloh dan
Alloh pun menyia-nyiakannya. Rasululloh pernah mengaminkan do’a
Malaikat Jibril ketika Jibril berkata: “Wahai Muhammad, siapa yang
mendatangi bulan Ramadhan dan bulan Ramadhan berlalu darinya sementara
dosa-dosa tidak terampuni, maka semoga Alloh menjauhkan orang itu (menjauhkan
dari rahmat-Nya)- dalam riwayat lain: terhina dan rugilah orang itu-, maka
ucapkanlah amiin wahai Muhammad. Maka Rasululloh mengucapkan Amiin.”
Saudaraku kaum Muslimin.. di golongan manakah kita?,
apakah kita termasuk golongan yang beruntung?, apakah amal ibadah kita telah
diterima oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala?, ataukah kita termasuk ke dalam
golongan yang merugi yang terusir dari rahmat Alloh Subhanahu wa Ta’ala?.
Tentu rasa ingin tahu kita sangat besar, sehingga kita akan bergembira dan
bersyukur kepada Alloh jika kita termasuk orang-orang yang
beruntung. Dan kita akan bertaubat, akan menangis dan memohon ampunan kepada
Alloh apabila kita termasuk ke dalam golongan orang-orang yang merugi.
Kepergian Ramadhan sangat berat dan sangat pahit
terasa baik bagi golongan yang beruntung maupun golongan yang merugi. Kepahitan
tersebut terasa karena hari-hari di bulan Ramadhan yang akan segera meninggalkan
kita adalah hari-hari yang sangat indah, siangnya adalah sabar dan shiyam,
malamnya adalah tilawah dan qiyam, udara sorenya adalah dzikir dan do’a, serta
wewangiannya adalah tetesan air mata. Hari-hari yang membawa ampunan dari Alloh
dan hari-hari pembebasan dari Neraka itu berlalu, sungguh sangat menyedihkan.
Dan yang menambah kesedihan bagi kita adalah karena kita tidak tahu di golongan
manakah kita berada?, dan yang membuat pilu hati kita adalah karena kita tidak
tahu apakah kita masih dipertemukan kembali dengan bulan Ramadhan yang akan
datang ataukah tidak??
Sesungguhnya penyempurnaan balasan amal-amal kita
adalah di akhirat kelak.
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ
الْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ
أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ
وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلا مَتَاعُ
الْغُرُورِ (١٨٥)
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. dan Sesungguhnya pada hari kiamat sajalah
disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan
dimasukkan ke dalam syurga, Maka sungguh ia telah beruntung. kehidupan dunia
itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (QS. Ali Imran: 185)
Dan janji Alloh terhadap orang yang diterima puasanya
adalah benar. Di antara janji tersebut adalah:
~ Diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.
~ Alloh sendiri yang akan memberikan
balasan bagi orang yang berpuasa.
~ Alloh menjajikan Surga dengan pintu
Ar-Rayyan.
~ Pada setiap malam pada malam-malam bulan
Ramadhan Alloh membebaskan hamba-hamba-Nya dari api Neraka.
~ Mendapat syafa’at dari ibadah puasa dan bacaan
al-Qur’an di hari kiamat.
~ Mendapat dua kegembiraan, yakni kegembiraan
ketika berbuka puasa dan kegembiraan ketika bertemu dengan Alloh .
Setelah berakhirnya
Ramadhan ini akan datang ‘Idul Fitri. Seluruh kaum Muslimin bergembira pada
saat itu, karena di dalam Agama kita ada kelapangan. Betapa gembiranya kita
karena telah meyelesaikan kewajiban kita secara tuntas. Betapa gembira kita
karena ada harapan dosa-dosa kita terampuni dan kita dimerdekakan dari Api
Neraka. Ibnu Rajab al-Hanbali berkata:
وَإِنَمَا كَانَ يَوْمُ
الْفِطْرِ مِنْ رَمَضَان عِيْدًا لِجَامِعِ الْأُمَّةِ لِأَنَّهُ يُعْتَقُ فِيْهِ
أَهْلُ الْكَبَائِرِ مِنَ الصَّائِمِيْنَ مِنَ النَّارِ
“Sesungguhnya hari Idul Fitri selepas Ramadhan itu
dijadikan hari raya untuk segenap ummat Islam, karena pada hari itu para
pendosa-pendosa besar yang telah melaksanakan puasa di bulan Ramadhan
dimerdekakan dari api Neraka.”
Sebagaimana ‘Idul Adha disebut ‘Idul Akbar, karena
sehari sebelum ‘Idul Adha yaitu pada tanggal 9 Zulhijah adalah hari ‘Arafah hari
yang tidak pernah Alloh membebaskan hamba-hamba-Nya dari Neraka dengan jumlah
yang lebih besar daripada hari itu. Alloh meberikan ampunan kepada
hamba-hamba-Nya dan setan tidak pernah terlihat lebih hina dan lebih kerdil
daripada di hari ‘Arafah tersebut.
Kegembiraan kaum muslimin pada hari raya tersebut,
bukan dengan berfoya-foya, banyak makan dan minum meskipun hal itu
diperbolehkan, melainkan dengan berdzikir, bertasbih dan bersyukur kepada Alloh .
Alloh berfirman:
“Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan
hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu,
supaya kamu bersyukur.” (QS. Al-Baqarah: 185)
Kegembiraan kita pada saat itu diwujudkan dengan
shalat ‘Idul Fitri. Diriwayatkan dalam suatu atsar (perkataan)
dari Ibnu Abbas dan atsar ini diriwayatkan oleh Imam
al-Baihaqi; Ibnu ‘Abbas berkata: “Apabila pada hari Idul Fitri (telah datang
Idul Fitri), maka para Malaikat turun ke bumi, mereka berdiri di ujung-ujung
jalan seraya menyeru yang didengar oleh seluruh makhluk Alloh kecuali manusia
dan jin, para malaikat itu berkata:
يَا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ
أَخْرِجُوْا إِلَي رَبِّ الْكَريْمِ يُأْتِي الجَزِيْمْ وَيَغْفِرُذَنْبَ
العَظِيْمِ
“Wahai ummat Muhammad, keluarlah kalian menuju Rabb
Yang Maha Pemurah, Yang memberi balasan yang banyak dan mengampuni dosa-dosa
yang besar.” Maka apabila kaum Muslimin telah keluar menuju tempat-tempat
‘Id, maka Alloh berkata kepada para Malaikat-Nya:
مَا جَزَاءُ الأَجِيْر
إِذَا عَمِلَ عَمَلًا
“Apa balasan seorang buruh jika ia sudah
menyelesaikan tugasnya?” Para Malaikat menjawab:
إلَهَنَا وَسَيِّدَنَا
أَنْ يُوَفَّى أَجْرُهُ
“Wahai Ilah kami dan sayyid kami, balasannya adalah
disempurnakannya upah” Maka Alloh berfirman:
إِنِي أُشْهِدُكُمْ
عَنِّي جَعَلْتُ ثَوَابَهُمْ مِنْ صِيَامِهِمْ وَقِيَامِهِم رِضَائِي وَمَغْفِرَتِي
إِرْجِعُوْا مَغْفُرَانَكُمْ
“Sesungguhnya Aku mempersaksikan kepada kalian
wahai para Malaikat-Ku, sesungguhnya Aku telah memberi balasan mereka dari
ibadah shiyam dan qiyam itu adalah ridho-Ku dan ampunan-Ku. Maka pulanglah
kalian dalam keadaan terampuni.”
Di detik-detik terakhir di bulan Ramadhan ini kita
perbanyak istighfar, karena istighfar mempunyai fadhilah (keutamaan)
yang sangat banyak. Di antara fadhilah istigfar adalah sebagai
berikut:
~ Istighfar menutupi apa yang terkoyak dari amal
shalih kita.
~ Istighfar dijadikan penutup bagi amal-amal shalih.
~ Istighfar dijadikan penutup bagi shalat fardhu
setelah salam.
~ Istighfar dijadikan penutup bagi ibadah haji.
~ Istighfar dijadikan penutup bagi shalat malam.
~ Istighfar juga dijadikan penutup bagi
majelis-majelis.
Pembaca yang budiman, yang
lebih penting bagi kita adalah apa/bagaimana setelah Ramadhan? Tentunya hal-hal
yang harus kita lakukan setelah Ramadhan adalah:
# Ikuti puasa Ramadhan ini dengan puasa enam hari di
bulan Syawal.
Jadikan sepanjang tahun kita dengan ibadah puasa yaitu
dengan cara kita sempurnakan ibadah shoum Ramadhan ini, setelah itu kita
lanjutkan dengan enam hari di bulan Syawal. Disebutkan dalam sebuah
hadist shahih:
مَنْ صَا مَ رَمَضَانَ
ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالِ، كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
“Siapa yang berpuasa Ramadhan kemudian dilanjutkan
dengan puasa enam hari di bulan Syawal, maka seolah-olah dia berpuasa sepanjang
tahun.” (HR. Muslim, 1164)
*Keterangan:
Dikatakan seperti satu tahun penuh karena satu
kebaikan itu dilipatgandakan menjadi sepuluh kali lipatnya. Puasa bulan
Ramadhan sebanding dengan puasa sepuluh bulan dan puasa enam hari Syawal
sebanding dengan puasa dua bulan. Jadi, jumlahnya sebanyak dua belas bulan.
Sebagaimana dalam hadits Tsaubah dari Nabi , beliau bersabda:
مَنْ صَا مَ رَمَضَانَ فَشَهْرٌ بِعَشْرَةِ أَشْهُرٍ وَصِيَامُ سِتَّتِ أَيَّامٍ بَعْدَ الفِطْرِفَذَالِكَ تَمَامُ صِيَامِ السَّنَةِ
“Barang siapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan, maka
satu bulan sebanding dengan sepuluh bulan, ditambah puasa enam hari setelah Idul Fitri, berarti genap berpuasa satu tahun penuh.” (Shahih, diriwayatkan oleh Ahmad, an-Nasa’I dalam al-Kubra dan
Ibnu Majah)
Ada lagi shoum Senin–Kamis
Diriwayatkan dari Aisyah , ia berkata,
“Rasulullah suka melaksanakan puasa Senin dan Kamis” (Shahih
diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, an-Nasa’I dan Ibnu Majah)
Usamah bin Zaid pernah bertanya kepada
Rasullah tentang puasa Senin dan Kamis, beliau menjawab:
ذَانِكَ يَوْمَانِ
تُعْرَضُ فِيْهِمَا الأَعْمَالُ عَلَي رَبِّ العَالَمِيْنَ فَأُحِبُّ أَنْ
يُعْرَضَ عَمَلِي وَأَنَاصَائِمٌ
“Keduan hari itu adalah hari di mana catatan amal
diserahkan kepada Rabb semesta alam. Aku suka bila amalku diserahkan dalam
keadaan aku sedang berpuasa.” (hasan, diriwayatkan oleh an-Nasa’I,
Ahmad, dan al-Baihaqi dalam asy-Syu’ab)
Ada juga puasa tiga hari setiap bulannya.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah , ia berkata,
“Kekasihku telah mewasiatkan kepadaku untuk berpuasa tiga hari pada setiap
bulannya, dua rakaat shalat Duha, dan mengerjakan shalat Witir sebelum tidur.”
(Shahih diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim)
Puasa tiga hari yang disebut puasa bidh (putih)
disunnahkan dilakukan setiap tanggal 13, 14, dan 15 dalam setiap bulannya. Hal
ini berdasarkan sabda Nabi .
صِيَامُ ثَلَاثَةُ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ صِيَامُ الدَّهْرِ وَأَيَّامُ
البِيْضِ صَبِيْحَةَ ثَلَاثَ عَشْرَةَ وَأَرْبَعَ عَشْرَةَ وَخَمْسَ عَشْرَةَ
“Puasa tiga hari pada setiap bulannya, seperti puasa
satu tahun penuh. Puasa Ayyamul Bidh adalah tanggal 13, 14 dan 15.” (An-Nas’i, Abu Ya’la, Ath-Thabrani, dan yang lainnya)
Ada juga puasa satu hari dan berbuka satu hari (puasa
nabi Daud)
Ini adalah puasa yang terbaik dan paling dicintai oleh
Allah . Diriwayatkan dari Abdullah bin Amr , ia berkata, Nabi bersabda:
أَحَبُّ الصِّيَامِ إِلَي
اللهِ صَيَامُ دَاوُدَ ... وَكَانَ يَصُوْمُ يَوْمًا وَيُفْطرُ يَوْمًا
“Puasa yang paling dicintai Allah adalah puasa Nabi
Daud , …. …….. Beliau puasa satu hari dan berbuka satu hari.” (Shahih diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim)
Puasa Muharram, terutama tanggal 9 dan 10 (‘Asyura)
Disunnahkan untuk memperbanyak puasa pada bulan
Muharram, berdasarkan hadits Abu Hurairah , Nabi bersabda:
“Sebaik-baik puasa setelah puasa Ramadhan adalah puasa
pada bulan Muharram, dan sebaik-baik shalat setelah shalat fardhu adalah shalat
malam.” (Shahih diriwayatkan oleh Muslim dan An Nasa’i)
~ Sebagaimana kita menantikan bulan Ramadhan dengan
kerinduan, maka lepaslah bulan Ramadhan ini dengan kesedihan dan ketaatan pula.
Dan hari-hari setelah Ramadhan kita isi dengan ketaatan kepada Alloh, karena
hari-hari tersebut pun adalah milik Alloh, baik hari-hari di bulan
Ramadhan maupun hari-hari di luar Ramadhan.
~ Kita telah berpuasa dan shalat lail di
bulan Ramadhan dengan iman dan ihtisab (mengharap pahala dari
Alloh ), maka iman dan ihtisab ini hendaklah senantiasa menyertai kita di
luar bulan-bulan Ramadhan. Shalat kita, tilawah kita, belajar kita, shadaqah
kita, infaq kita hendaklah imanan wahtisaban.
~ Kita telah menjaga shalat kita pada bulan Ramadhan
dengan menyempurnakannya dan mengerjakannya dengan khusyu, dengan senantiasa
berjama’ah bagi yang laki-laki, maka pertahankanlah shalat kita di luar bulan
Ramadhan dengan khusyu, tuma’nina, dengan berjama’ah pada hari-hari selepas
Ramadhan, karena iqaamatush shalah (mendirikan shalat) tidak
terbatas pada bulan Ramadhan.
~ Kita telah melaksanakan shalat malam pada bulan
ramadhan yang penuh barakah ini, telah memakmurkan malam-malam kita dengan
shalat tarawih, dengan shalat malam dan kita bersabar karena lamanya berdiri
sang imam, maka ini menjadi bukti bahwa sebenarnya kita juga mampu melaksanakan
yang seperti itu pada hari-hari di luar Ramadhan. Sebenarnya kita mampu untuk
shalat lail sebgaimana kita mampu pada bulan Ramadhan, maka pertahankanlah
semua itu, dengan berusaha melaksanakan sunnah-sunnah Rosululloh.
~ Engkau telah mengkhatamkan al-Qur’an, atau hampir
khatam, atau bahkan lebih dari sekali, maka pertahankan amal yang baik ini
dengan memperbanyak tilawah al-Qur’an, memperbanyak membaca kitabulloh.
~ Dan di bulan ramadhan ini kita telah mampu menjaga
untuk tidak berbuat maksiat. Kita telah menjaga penglihatan kita dari memandang
yang diharamkan Alloh, kita telah berusaha menjaga telinga kita dari yang
diharamkan oleh Alloh, kita telah menjaga marah kita, kita telah menahan emosi
kita, kita telah berusaha untuk santun dan sabar, maka pertahankanlah ini
selepas bulan ramadhan karena segala maksiat baik mata, lidah, telinga dan yang
lainnya tetap diharamkan baik di bulan ramadhan maupun di luar bulan ramadhan.
~ Kita telah berusaha menunjukan akhlaq-akhlaq islami
pada bulan ramadhan, (murah hati, sedekah, infaq, memberi hadiah, menyebarkan
salam, dll) kemudian telah banyak membasahi bibir kita dengan dzikir kepada
Alloh, telah banyak mamanjatkan do’a pada bulan ramadhan, telah banyak
melakukan imsak (menahan diri dari memperturutkan hawa nafsu).
Maka mengapa kita tidak pertahankan akhlaq yang baik ini, akhlaq yang islami
ini di luar bulan ramadhan? Sebab kita dituntut untuk imsak/menahan diri dari
sifat yang tercela di sepanjang hari, kita dituntut untuk berakhlaq yang
islami, kita dituntut untuk bermurah hati, peduli dengan orang-orang yang
lemah, bersedekah, membasahi lisan kita dengan dzikir, memanjatkan do’a kepada
Alloh, ini dituntut baik di bulan Ramadhan maupun di luar bulan Ramadhan. Karena
tidak ada sesuatu yang dapat memberatkan mizan (timbangan) di akhirat kelak lebih dari pada
akhlaq yang baik.
~ Pada bulan Ramadhan ini dengan karunia Alloh kita
dapati diri-diri kita ini menjadi jiwa-jiwa yang hidup, dengan rahmat
Alloh hati-hati kita menjadi hidup karena amal shalih, karena merasa diawasi
oleh Alloh, karena ibadah di malam dan siang harinya, maka hati-hati ummat
Islam menjadi bercahaya dan hidup, pada bulan Ramadhan iman mereka
bertambah, ketaatan kita meningkat, maka pesan saya untuk diri saya yang lemah
ini dan untuk saudara-saudara kaum muslimin seluruhnya hendaknya kita berjanji
dengan diri kita sebelum berpisah dengan bulan Ramadhan bahwa selepas Ramadhan
ini kita akan tetap dalam ketaatan kepada Alloh, bahwa selepas Ramadhan ini
kita akan tetap meningkatkan ibadah kepada Alloh, bersungguh-sungguh meraih
surga-Nya, berusaha keras menjauhi dari murka dan neraka-Nya. Kita berjanji
kepada diri kita sendiri dan kepada Alloh untuk tidak akan terbesit ingin kembali
kepada perbuatan maksiat serta memperturutkan syahwat.
~ Kesimpulannya adalah kita pertahankan segala amal
shaih dan amal ibadah yang banyak kita lakukan di bulan Ramadhan. Kita
tingkatkan kualitas taqwa kita kepada Alloh dengan memperbanyak ketaatan
kepada-Nya.
Materi lainnya:
[1] Seorang ulama dari kurun tabi’in. Pujian para ulama tentang dirinya, Abu
Burdah mengatakan: “Aku tidak melihat seorangpun yang lebih mirip dengan para
shahabat Nabi Muhammad selain al-Hasan”
Abu Qatadah mengatakan, “Pergaulilah syaikh ini secara
konsisten, karena aku tidak melihat seorangpun yang lebih mirip pendapatnya
dengan umar daripada dia, yakni Al-Hasan”
Anas bin Malik mengatakan, “Bertanyalah kepada
al-Hasan, karena dia hafal, sedang kami lupa.”
2 komentar
Write komentarSilahkan dimanfaatkan dan disebarkan dengan mencantumkan sumbernya...:)
ReplyBentar lagi juga udah bulan puasa. Mari berlomba2 berbuat kebajikan.
ReplyEmoticonEmoticon