Mungkin di antara kita ada yang bertanya-tanya, apa sih hukum berkurban yang lebih tepat..? Sebagian kaum muslimin ada yang memahami bahwa kurban adalah hukumnya wajib bagi orang yang berkelapangan, dan sebagian yang lain mengatakan bahwa kurban tidak wajib. Untuk lebih jelasnya mari kita simak pembahasan berikut ini.
Para ulama
berselisih pendapat tentang hukum kurban dalam dua pendapat:
Pertama, kurban adalah wajib bagi orang yang berkelapangan. Ini adalah pendapat
Rabi’ah, al-Auza’i, Abu Hanifah, al-Laits dan sebagian ulama Malikiyah. Dalil mereka
adalah sebagai berikut, di antaranya:
1.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala:
“Maka dirikanlah shalat karena
Rabbmu, dan berkurbanlah.” (QS. Al-Kautsar: 2)
Para ulama
dalam menakwilkan ayat tersebut ada lima pendapat, pendapat yang paling jelas bahwa maksudnya adalah shalat
dan berkurban karena Allah.
2.
Hadits Jundab bin Sufyan radhiyallahu ‘anhu, Nabi
shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabada:
“Barang siapa yang menyembelih
sebelum shalat, maka hendaklah ia menggantinya dengan yang lain, dan barang
siapa yang belum menyembelih, hendaklah ia menyembelih.” (HR. Bukhari dan
Muslim, shahih)
Dijawab,
maksudnya adalah menjelaskan sayarat syar’i berkurban. Ini sebagaimana sabda
beliau kepada orang yang shalat dhuha secara rutin, misalnya, sebelum terbit
matahari, “Jika matahari telah terbit, maka ulangilah shalatmu.” Sebagaimana disebutkan
dalam al-Fath (X/6, 19)
3.
Hadits Al-Bara’, Abu Burdah radhiyallahu ‘anhu
berkata, “Wahai Rasulullah, aku menyembelih sebelum shalat, dan aku memiliki
kambing jadz’ah yang lebih baik daripada musinnah, maka
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda,
“Jadikanlah itu sebagai penggantinya,
dan ini tidak dibolehkan bagi seorang pun setelahmu.”
(HR. Bukhari, shahih)
Al-Khathabi
menjawab dalil yang dipakai sebagai argument tentang wajibnya berkurban. Ia berkata,
“Hal ini tidak menunjukkan seperti yang mereka katakana, karena hukum-hukum
pokok (ushul) memperhatikan pengganti-penggantinya, baik perkara wajib maupun
sunnah. Itu hanyalah sebagai anjuran, sebagaimana hukum asalnya juga anjuran. Dan
maknanya, sudah sah bagimu jika engkau bermaksud berkurban, dan berniat
mendapatkan pahala di dalamnya.” (Al-Ma’alim, II/199)
4.
Hadits Al-Bara’ bin ‘Azib radhiyallahu ‘anhu ,
Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
“Ada empat jenis yang tidak sah untuk
berkurban: hewan yang jelas kebutaannya, dan…..”
(HR. Abu Dawud, Tirmidzi, an-Nas’i, Ibnu Majah dan selain mereka)
Mereka mengatakan,
sabda Nabi, “Tidak sah,” adalah dalil wajibnya berkurban! Karena perkara
tathawwu’ tidak dikatakan padanya, “Tidak sah.” Mereka mengatakan,
terbebas dari cacat hanyalah dijaga berkenaan dengan perkara-perkara yang
wajib. Adapun dalam perkara tathawwu’ boleh mendekatkan diri kepada Allah
dengan hewan yang buta dan selainnya.
Dijawab,
kurban adalah ibadah yang disunnahkan oleh Nabi shallallahu ‘alayhi wa
sallam untuk mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wa ta’ala
menurut ketentuan yang disinyalir oleh syari’at. Ini adalah hukum yang ada
ketentuan waktunya, dan tidak boleh menyimpang dari sunnah Nabi. Karena mustahil
mendekatkan diri kepada-Nya dengan sesuatu yang dilarang lewat lisan Nabi shallallahu
‘alayhi wa sallam. (At-Tamhid, Ibnu Abdil Barr. XX/167)
5.
Hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallalahu
‘alayhi wa sallam bersabda,
“Barang siapa yang memiliki
kelapangan dan belum berkurban, maka janganlah ia mendekati tempat shalat kami.” (Dhaif, diriwayatkan oleh Ibnu
Majah, Ahmad, dan yang lainnya)
Dan yang
benar hadits ini adalah mauquf , sebagaimana dijelaskan para imam.
Kedua, berkurban adalah sunnah bukan wajib. Ini adalah madzhab jumhur: Malik,
Asy-Syafi’i, Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur, al-Muzani, Ibnu Al-Mundzir, Dawud, Ibnu
Hazm dan selainnya. Mereka berdalil dengan:
1.
Hadits Ummu Salamah radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu
‘alayhi wa sallam bersabda:
إِذَ
دَخَلَتِ الْعَشْرُ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلَا يَمَسَّ مِنْ
شَعَرِهِ وَبَشَرِهِ شَيْئًا
“Jika telah tiba
hari ke sepuluh Dzulhijjah, dan salah seorang dari kalia hendak berkurban, maka
janglah ia memotong rambutnya atau sedikit dari bulunya.” (Shahih diriwayatkan oleh Muslim,
an-Nasa’i, Ibnu Majjah dan Ahmad…)
Mereka berkata, sabadanya, “dan
salah seorang dari kalian hendak berkurban,” adalah dalil bahwa kurban
tidak wajib.
2.
Tidak ada riwayat shahih dari seorang sahabatpun yang
mengatakan bahwa kurban adalah wajib. Al-Mawardi berkata, “Diriwayatkan dari
para shahabat radhiyallahu ‘anhum yang menyimpulkan satu ijma’ atas tidak
wajibnya berkurban.” (Al-Hawi [IXX/85] dan lihat al-Muhalla [VII/358)
Syaikh Abu Malik Kamal bin Sayyid
Salim (dalam
bukunya, “Shahih Fiqih Sunnah”, berkata: Di antaranya adalah:
·
Diriwayatkan dari Abu Sariyah, ia berkata, “Aku
melihat Abu Bakar dan Umar radhiyallahu ‘anhuma, dan mereka tidak
berkurban.” (Shahih diriwayatkan oleh Abdurrazzaq dan al-Baihaqi)
·
Diriwayatkan dari Abu Mas’ud al-Anshari radhiyallahu
‘anhu, ia berkata, “Sesungguhnya aku tidak berkurban, padahal aku adalah
orang yang berkelapangan, karena aku khawatir tetanggaku berpendapat hal itu
wajib atasku.” (Shahih diriwayatkan
oleh Abdurrazzaq dan al-Baihaqi)
Syaikh Abu Malik Kamal bin Sayyid
Salim, berkata: Yang
jelas bahwa dalil-dalil yang dikemukakan pihak yang mewajibkannya tidak kuat
dijadikan sebagai dalil yang menunjukkan kewajiban berkurban. Berdasarkan hal
itu maka pendapat yang benar adalah penadapat para shahabat radhiyallahu ‘anhum
dan jumhur ulama (berkurban hukumnya tidak wajib).
EmoticonEmoticon