SYUBHAT-SYUBHAT TENTANG BID’AH

April 06, 2016


 Islam melarang ummatnya untuk membuat dan atau mengerjakan bid'ah. Bid'ah yang dimaksud adalah dalam masalah agama. Hal ini berdasarkan hadits-haidts Nabi shollallohu 'alayhi wa sallam berikut ini:


Imam Ahmad rhimahulloh meriwayatkan hadis dalam musnadnya dari jalur Irbad bin Sariyah  rodhiyallohu ‘anhu bahwa Rosululloh shollallohu ‘alayhi wa sallam bersabda:
فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِالْخُلَفَاءِالرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ، وَعَضُّواعَلَيْهَابِالنَّوَاجِذِ، وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ، فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍبِدْعَةٌ، وَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍضَلَالَةٌ
“Hendaklah kalian berpegang teguh terhadap sunahku dan sunah Khulafaurrosyidin yang mendapatkan petunjuk. Gigitlah iadengan gigi geraham (genggamlah dengan kuat). Hendaklah kalian menghindari perkara baru yang diada-adakan karena semua perkara yang baru diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat.”
رَوَى اْلبُخَارِيُّ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ.
Imam Bukhori rohimahulloh meriwayatkan hadis dari Aisyah rodhiyallohu ‘anha bahwa Rosululloh shollallohu ‘alayhi wa sallam bersabda, “Barangsiapa mengada-adakan perkara baru dalam agama kami yang tidak ada perintahnya maka ia tertolak.”
رَوَى مُسْلِمٌ عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: « مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ ».
Imam Muslim rohimahulloh meriwayatkan hadits dari Aisyah rodhiyallohu ‘anha bahwa Rosululloh shollallohu ‘alayhi wa sallam bersabda, “Barangsiapa melakukan amalan yang tidak ada perintahnya dalam agama kami maka amalan itu tertolak.”


Hadits-hadits tersebut di atas sangat jelas menunjukkan akan larangan bid'ah dalam Agama. Namun, ada sebagian kaum Muslimin yang "menolak" kandungan hadits-hadits shohih di atas dengan ta'wil (penafsiran yang keliru) sehingga muncul pemahaman adanya bid'ah hasanah (bid'ah yang baik). Mereka memberikan syubhat-syubhat kepada kaum Muslimin agar kaum Muslimin mengikuti bid'ahnya dan menjadi pendukungnya. Berikut adalah syubhat-syubhat yang sering kita jumpai dan sekaligus bantahannya:

I. Syubhat: Makna kullu dalam hadis tidak bermakna seluruh tapi bermakna sebagian.
Pendapat yang mengatakan bahwa kata (كُلُّ) dalam hadis tidak bermakna keseluruhan karena dalam bahasa Arab terkadang bermakna sebagian. Pendapat ini keliru disebabkan beberapa hal, di antaranya:
1.             Lafal كُلُّ yang bermakna seluruh merupakan lafal umum yang kuat. Lafal umum harus tetap berlaku sesuai keumumannya hingga ada dalil yang mengkhususkannya. Ini merupakan kaidah ushul fikih yang sudah diterima oleh semua. Sedangkan, dalam masalah bid’ah ini tidak dalil yang memalingkan keumuman lafal kullu yang bermakna keseluruhan tersebut.
2.             Para pengusung makna kullu untuk sebagian selalu mendatangkan dalil dengan ayat QS. az-Zumar ayat 62, QS. al-Ahqof ayat 25, dan QS. an-Namal ayat 23. Bahwa lafal kullu tidak bermakna keseluruhan. Karenanya tidak semua kullu bermakna untuk keumuman. Pandangan ini juga tidak tepat, sebab ayat-ayat tersebut telah dikhususkan dengan dalil-dalil. Sedangkan Kullu dalam hadis yang menyatakan tentang bid’ah tidak ada dalil yang mengkhususkannya. Baik dalil al-Qur’an atau as-Sunnah, akal, maupun al-Hiss, yaitu kenyataan yang terjadi.
3.           Penatapan adanya ibadah-ibadah yang dianggap baik yang tidak pernah dicontohkan oleh Rosululloh shollallohu ‘alayhi wa sallam dan sahabatnya bertentangan dengan makna kesempurnaan ajaran Islam dan bertentangan pula dengan makna bahwa Rosululloh telah menyampaikan seluruh ajaran Islam. Padahal jelas QS. al-Maidah ayat 3 dan 67 menegaskan bahwa Islam telah sempurna dan Rosululloh shollallohu ‘alayhi wa sallam telah menyampaikan seluruh ajaran Islam serta tidak ada satu pun ibadah yang belum disampaikan.

II. Syubhat: Para ulama, di antaranya Imam asy-Syafi’i rohimahulloh mengatakan adanya bid’ah hasanah.
Perkataan Imam asy-Syafi’i rohimahulloh tentang dua kategori bid’ah diriwayatkan oleh Imam Abu Nu’aim Ahmad bin Abdulloh al-Asbahani rohimahulloh dalam kitab Hilyatul Auliya, yaitu sebagai berikut:
البِدْعَةُ بِدْعَتَانِ بِدْعَةٌ مَحْمُوْدَةٌ وَبِدْعَةٌ مَذْمُوْمَةٌ، فَمَا وَافَقَ السُّنَّةَ فَهُوَ مَحْمُوْدٌ وَمَا خَالَفَ السُّنَّةَ فَهُوَ مَذْمُومٌ.
Bid’ah itu ada dua: bid’ah yang terpuji dan bid’ah yang tercela. Jika sesuai dengan sunnah maka itu terpuji dan jika bertentangan dengan sunah maka itu yang tercela.”
Jika diperhatikan dengan seksama perkataan Imam asy-Syafi’I, maka perkataan ini sama sekali tidak mengindikasikan adanya bid’ah hasanah yang dikategorikan oleh sebagian pengikutnya di zaman sekarang. Hal ini ditunjukkan oleh beberapa hal:
1.             Berdasarkan QS. al-Hujurot ayat 1 dan QS. al-Ahzab ayat 36 tidak dibenarkan mengedapankan perkataan seseorang dengan sabda Rosululloh shollallohu ‘alayhi wa sallam. Dalam hadits-hadis yang telah disebutkan sangat jelas menunjukkan bahwa Nabi shollallohu ‘alayhi wa sallam mengatakan semua bid’ah adalah sesat. Sehingga ketetapan ini tidak bisa dipalingkan maknanya melainkan dengan nash dari al-Qur’an atau hadits.
2.             Kata-kata bid’ah yang digunakan oleh Imam asy-Syafi’i rohimahulloh tidak bermakna bid’ah secara syar’i. Beliau menggunakan kata bid’ah dalam konteks bahasa saja. Karenanya, dalam kitab Hilyatul Auliya disebutkan bahwa Imam asy-Syafi’i rohimahulloh berdalil dengan perkataan Umar bin Khottob rodhiyallohu ‘anhu. Sedangkan kata bid’ah yang diucapkan Umar rodhiyallohu ‘anhu dalam rangka mengungkapkan tentang shalat tarawih secara berjama’ah yang diadakan kembali di zaman beliau. Sholat tarawih secara berjama’ah bukan bid’ah secara hukum syar’i karena Rosululloh shollallohu ‘alayhi wa sallam pernah mengerjakannya. Sedangkan bid’ah yang dimaksud dalam pembahasan syariat Islam adalah amal ibadah yang tidak dikerjakan oleh Nabi dan sahabatnya. Sehingga, kata-kata bid’ah yang diucapkan oleh sahabat Umar rodhiyallohu ‘anhu dan Imam asy-Syafi’i rohimahulloh hanya penggunaan bahasa. Penggunaan kata bid’ah secara bahasa pun digunakan dalam al-Qur’an surat al-Ahqof ayat 9:
قُلْ مَا كُنْتُ بِدْعًا مِنَ الرُّسُلِ
“Wahai Muhammad! Katakanlah aku bukanlah seorang rosul yang baru….” (QS. al-Ahqof [46]: 9)
3.             Imam asy-Syafi’i rohimahulloh menjadikan kesesuaian dengan sunah sebagai standar sesuatu itu tercela atau bukan. Maka apakah yang diklaim sebagai bid’ah hasanah seperti peringatan maulid, isro mi’roj, dan tahlilan itu ada sunahnya? Sama sekali tidak ada. Maka itu termasuk kategori tercela. Sehingga. Imam asy-Syafi’i rohimahulloh sama sekali tidak bermaksud memfatwakan bolehnya melakukan perbuatan-perbuatan bid’ah sebagaimana yang disalahartikan oleh sebagian pengikutnya. Terlebih, Imam asy-Syafi’i rohimahulloh termasuk imam yang sangat berpegang teguh terhadap sunah dan melarang menyelisihi sunah. Beliau rohimahulloh pernah berkata:
إِذَا وَجَدْتُمْ فِي كِتَابِي بخلاف رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُولُوا بِسُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَدَعُوا مَا قُلْتُ
“Jika kalian mendapati di dalam kitabku sesuatu yang bertentangan dengan sunah Rosululloh maka berkatalah kalian dengan sunah tersebut dan tinggalkanlah apa yang ku katakan.”(Hilyatul Auliya)
Baca Juga Pembahasan berikut ini:

Artikel Terkait

Previous
Next Post »