Tidak Mengapa Lewat di Tengah-Tengah Shaf Shalat Berjama'ah

September 23, 2016
 Hukum Lewat di Depan Shaff Jama'ah Shalat

1.      Membuat sutrah (pembatas) ketika shalat.
Ketika hendak shalat, kita dianjurkan membuat pembatas untuk menghalangi siapa saja yang hendak lewat di depan kita dan membatasi pandangan kita agar tidak melihat apa saja yang ada di luar pembatas tersebut. Ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam,
إِذَا صَلَّي أَحَدُكُمْ فَلْيُصَلِّي إِلَي سُتْرَةِ، وَلْيَدْنُ مِنْهَا، لَايَقْطَعُ الشَيْطَانُ عَلَيْهِ صَلَاتَهُ
“Apa bila seorang di antara kalian hendak shalat, maka menghadaplah ke pembatas dan mendekat darinya, agar setan tidak memutuskan shalanya.” (HR. Abu Daud, Nasa’I dan Hakim)
Pembatas ini bisa berupa tembok, tiang, tongkat yang dipancangkan atau semisalnya. Paling tidak, pembatas tersebut berupa kayu sandaran pada tempat duduk di atas unta. Ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam,
إِذَا وَضَعَأَحَدُكُمْ بَيْنَ يَدَيْهِ مِثْلَ مُأَخَّرَةِ الرَّحْلِ فَلْيُصَلِّ، وَلَا يُبَالِ مَنْ مَرَّ وَرَاءَ ذَالِكَ
“Jika seorang di antara kalian telah meletakkan (pembatas) di depannya seperti kayu sandaran pada tempat duduk di atas unta, maka shalatlah. Dan, jangan menghiraukan apa pun yang melintas di luar pembatas itu.” (HR. Muslim, Tirmidzi dan Abu Daud)

Jika telah membuat pembatas, maka jangan biarkan siapapun lewat di depan kita selama sedang mengerjakan shalat. Rasululloh shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
إِذَا كَانَ أَحَدُكُمْ يُصَلِّي فَلَا يَدَعْ أَحَدًا يَمُرُّبَيْنَ يَدَيْهِ، وَلْيَدْرَأْهُ مَااسْتَطَاعَ، فَإِنْ أَبَي فَلْيُقَاتِلْهُ فَإِنَّمَا هُوَ شَيْطَانٌ
“Jika seorang di antara kalian sedang shalat, maka jangan biarkan seorang pun lewat di depannya. Dia harus mencegahnya sedapat mungkin, tapi jika tetap memaksa, maka lawanlah dia, karena dia adalah setan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Kita dilarang lewat di depan orang yang shalat karena dua alasan:
 Program Dauroh Syar'iyyah Dua Bulan

Pertama, Kerena lewat di depan orang yang sedang shalat akan membuat kita berdosa. Rasululloh shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda,
لَوْ يَعْلَمُ الْمَارُّ بَيْنَ يَدَيِ الْمُصَلِّي مَاذَا عَلَيْهِ، لَكَانَ أَنْ يَقِفَ أَرْبَعِيْنَ خَيْرًا لَهُ مِنْ أَنْ يَمُرُّ بَيْنَ يَدَيْهِ
“Seandainya orang yang lewat di depan orang yang sedang shalat tahu dosa yang akan ditanggungnya, maka berdiri selama empat puluh adalah lebih baik baginya daripada lewat di depannya.” (HR. Bukhari  dan Muslim)

Kedua, Wanita yang lewat di depan lelaki yang sedang shalat akan membatalkan shalatnya. Ini merupakan pendapat sebagian shahabat dan ulama-ulama setelahnya berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasululloh shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda,
يَقْطَعُ الصَّلَاةَ المَرْأَةُ، وَالحِمَارُ، وَالْكَبُ، وَيَقِيْ ذَلِكَ مِثْلُ مَؤَخَّرَةِ الرَّحْلِ
“Wanita, keledai dan anjing dapat membatalkan shalat (jika lewat di depan orang yang sedang mengerjakannya). Tapi hal itu dapat dicegah (bila dibuat pembatas) dengan benda seperti kayu sandaran pada kendaraan.” (HR. Muslim)

Keterangan tambahan:

1. Apabila anak perempuan yang belum haid lewat di depan orang yang shalat, maka dia tidak membatalkan shalat, karena usianya belum dewasa. Qatadah menyatakan, “Seorang wanita tidak membatalkan shalat wanita lain (apabila lewat di depannya).” Lalu ia ditanya, “Apakah anak perempuan yang belum haid membatalkan shalat (bila lewat di depan orang yang sedang mengerjakannya)?” Qatadah menjawab, “Tidak” (Diriwayatkan oleh Abdurrazzaq dengan sanad shahih)
2.    Wanita yang lewat di sebelah kanan atau kiri lelaki yang sedang shalat tidak membatalkan shalatnya.
3.   Jika ada wanita yang berdiri di sebelah lelaki yang sedang shalat, maka shalatnya tidak batal. ‘Aisya radhiyallahu ‘anha menuturkan, “Ketika Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam mengerjakan shalat malam, aku berdiri di sebelahnya. Saat itu aku sedang haid dan memakai kain yang sebagiannya mengenai beliau.” (HR. Muslim, Abu Daud, Ibnu Majah dan Nasa’i)

Jika kita sedang shalat berjama’ah, maka tidak masalah lewat di tengah-tengah shaf, karena pembatas imam berlaku bagi pembatas makmum. Ibnu Abbas menyatakan, “Aku tiba (di Mina) dengan mengendarai keledai, kala itu aku telah mencapai usia baligh, tepat ketika Rasululloh shallallahu ‘alayhi wa sallam sedang mengimami para shahabat di Mina. Aku lewat di depan mereka lalu turun dari keledai dan membiarkannya mencari makan, lalu aku sendiri masuk ke dalam shaf dan tidak ada seorang pun yang menegurku.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Semoga bermanfaat..
Sumber: Shahih Fiqih Sunnah

Artikel Terkait:


Artikel Terkait

Previous
Next Post »

2 komentar

Write komentar
23 September 2016 pukul 09.09 delete

Syukron jazakalloh khoir atas ilmunya yg sangat bermanfaat kita tunggu kiriman artikel yg lain

Reply
avatar
HASMI-ku
AUTHOR
14 Oktober 2016 pukul 07.01 delete

afwan, wa iyyakum pak wagiman pawiro.. insya Allah...

Reply
avatar