Bogor, Ahad 16 Oktober 2016, Harakah
Sunniyyah Untuk Masyarakat Islami (HASMI) telah sukses menyelenggarakan Tabligh
Akbar (TA). Masjid Ali bin Abi Thalib Bogor penuh sesak oleh peserta TA yang
datang dari berbagai daerah. Diperkirakan lebih dari 1000 orang. Selain wilayah
JABODETABEK, TA yang mengangkat tema The Warriors Of Silent War ini dihadiri
pula oleh peserta dari luar kota, seperti Sragen, Demak, Klaten, Tasik, Cirebon
dan lain-lain.
Ustadz Abu Muhammad Abdul Karim Al
Katsiri hafizhahullah ta’ala mengawali materi dengan menjelaskan makna
dari tema yang beliau pilih. The Warriors Of Silent War maksudnya adalah
Ksatria Perang Sunyi. Silent War adalah perang prinsip, perang akidah,
dan perang pemikiran. Dampak dari silent war lebih berbahaya daripada
perang fisik. Kekalahan di perang fisik berujung kematian sang ksatria, adapun
kekalahan di silent war, ummat akan digiring kepada kesyirikan dan
kemaksiatan yang pada endingnya berujung di pintu-pintu jahannam.
Da’i asal Saudi sekaligus Ketua Dewan
Pembina HASMI ini, mengingatkan bahwa dalam pergulatan silent war ini,
para ksatria memiliki musuh-musuh yang juga berjuang mensukseskan misi-misinya.
Di antara musuh-musuh tersebut adalah dari kalangan Jin (setan), orang-orang
kafir dan orang-orang munafiq. Setan-setan tidak terlihat memanggul senjata,
tapi mereka terus melancarkan silent warnya dengan membisikan kesesatan
dan kejahatan kepada manusia untuk diikuti. Begitu juga orang-orang kafir dan
munafiq, mereka bersekutu dengan setan untuk menyesatkan manusia dari jalan
yang benar. Hasil dari silent war yang mereka lancaran setiap saat dan
sepanjang masa adalah berderetnya praktek sihir, berkembangnya tempat-tempat
kemaksiatan dan tumbuh suburnya penimpangan-penyimpangan dalam agama.
Yang harus dilakukan dalam masa silent
war ini adalah dakwah. Sebagaimana para Nabi dan Rasul di utus di
tengah-tengah ummatnya untuk berdakwah. Para Nabi dan Rasul saat ini sudah
tidak ada lagi. Para da’i inilah seolah-olah sebagai bayangan dari para Nabi
dan Rasul. Mereka mulia karena membawa misi dakwahnya. Namun karena kita sejak
lahir telah ditanamkan oleh bangsa penjajah bahwa guru agama itu orang yang
tidak bisa apa-apa, orang yang remeh yang bisanya cuman ngomong saja, maka
sampai sekarang pun akhirnya emage itu tetap melekat di dalam pandangan
mata-mata kita. Mereka lebih membanggakan orang-orang barat yang mampu
menciptakan berbagai teknologi canggih, padahal hasilnya adalah kehancuran bagi
kehidupan ummat manusia. Adapun para da’i, mereka mampu membangun jiwa-jiwa manusia
menjadi mulia dan bermartabat.
Ustadz Abu Muhammad mengingatkan
bahwa para ksatria akan memiliki kendala dalam perjuangannya. Terkadang keluarganya
menjadi beban berat baginya. Menuntut hal-hal yang tidak dimampui oleh sang
ksatria. Dia menuntut macam-macam, seolah-olah suaminya adalah pemilik bank. Para
ksatria juga tidak lepas dari bisikan-bisikan yang akan melamahkannya dalam
berjuang, takut miskin atau selalu merasa miskin sehingga dalam dakwahnya lebih
mementingkan keuntungan duniawi.
Keutamaan besar akan diraih oleh
para ksatria silent war. Meskipun raga telah menjadi tulang
belulang tertimbun tanah, dilupakan oleh anak dan istri dan juga teman sejawat,
tapi pahala kebaikan akan terus mengalir ke dalam rekingnya. Setiap dakwah yang
dia sampaikan akan mendatangkan pahala yang berlimpah, bahkan tanpa dia ingat
saat itu apa yang pernah dia lakukan. Pahala itu akan nyata baginya. Tidak ada
yang lebih dibutuhkan oleh manusia saat ia kembali kepada Rabbnya selain dari
amal shalih yang telah ia kerjakan di dunia. Harta, jabatan dan ketampanan
serta kekuatannya tak berguna sama sekali baginya.
Beliau berpesan kepada para
hadirin, sebagai seorang ksatria silent war hendaknya senantiasa menjaga
diri dari berbagai keburukan, memperbanyak berdzikir kepad Allah dan
beristighfar. Beliau juga mengingatkan agar memperbanyak shalwat kepada Nabi,
sebab satu shalawat kita kepada Nabi akan berbalas 10 shalawat dari Allah subhanahu
wa ta’ala. Sebagian ulama mengatakan bahwa yang dimaksud shalawat Allah
untuk hamba-hamba-Nya adalah dibanggakannya hamba itu di hadapan para
malaikat-Nya. Dan sebagian ulama yang lain mengatakan bahwa yang dimaksud shalawat
Allah atas hamba-Nya adalah rahmat dari Allah untuk hamba tersebut.
Beliau juga
mengingatkan kepada kita agar memperbanyak do’a kepada Allah. Bukan hanya do’a
agar diberi rizki dan lain sebagainya, tapi lebih penting daripada itu adalah
do’a agar diberikan kecintaan akan tugas dakwah silent war ini. Kemudian
beliau mengakhiri tausiahnya dengan menghibur para ksatria silent war
bahwa Dia tidak akan melupakan para pejuang-Nya seraya membacakan Al Qur’an
surat Adh-Dhuha ayat 1-8. “Demi
waktu matahari sepenggalahan naik, dan demi malam apabila telah sunyi (gelap). Tuhanmu tiada meninggalkan kamu dan tiada
(pula) benci kepadamu. Dan
sesungguhnya hari kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang sekarang
(permulaan). Dan
kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, lalu (hati) kamu menjadi
puas. Bukankah
Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang
bingung, lalu Dia memberikan petunjuk. Dan Dia
mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan.”.
Demikian sekilas liputan TA HASMI. Meskipun tidak
sempurna dan tidak sama persis dengan apa yang disampaikan oleh pemateri,
mudah-mudahan dapat menjadi nasihat baik buat para pembaca. Wallahu a’lam.
Bogor, 16 Oktober 2016.
Baca juga artikel menarik berikut:
EmoticonEmoticon