Kilas-Kilas Peristiwa Menakjubkan Dalam Hidupnya
“Dikalangan para ulama, Umar Bin Abdul Aziz rohimahulloh
dianggap termasuk golongan para ulama yang mengamalkan ilmunya, bahkan
tergolong salah seorang dari Al-Khulafaa Ar-Rasyiduun…” ~
(Adz-Dzahabi)
~
Kisah tentang khalifah yang ahli
ibadah, zuhud, dan khalifah rasyidah yang kelima lebih harum dari aroma misik
dan lebih asri dari indahnya taman bunga. Perilakunya yang mengagumkan laksana
taman yang harum semerbak, dimanapun engkau singgah di dalamnya yang ada
hanyalah sejuknya suasana, bunga-bunga yang elok dipAndang mata, buah-buah
masak yang lezat rasanya.
Kalaupun kami tidak sanggup untuk
memaparkan seluruh perjalanan hidup yang tercatat dalam sejarah hal itu tidak
menghalangi kami untuk memetik setangkai bunga di dalam tamannya, atau
mengambil sebagian cahayanya sebagai lentera. Karena “ma
laa yudraku kulluhu laa yutraku ba’dhuhu”, apa yang
tidak bisa diambil seluruhnya, janganlah ditinggalkan sebagian yang dapat
diambil.
*****
Peristiwa pertama diriwayatkan oleh Salman
Bin Dinar rohimahulloh, seorang ‘alim di Madinah, seorang qadhi
dan syaikh penduduk Madinah, beliau bercerita:
Aku mendatangi khalifah muslimin
Umar Bin Abdul Aziz takala beliau berada di Khunashirah,
tempat pemerah susu. Sudah lama aku tidak berjumpa dengan beliau. Aku
mendapatkan beliau berada di depan pintu. Hanya saja aku sudah tidak
mengenalnya lagi lantaran banyak perubahan kondisi pada diri beliau
dibandingkan ketika bertemu denganku di Madinah yang ketika itu beliau menjadi
Gubernur di sana. Beliau menyambut kedatanganku dan berkata, “Mendekatlah
kepadaku, wahai Abu Hazim!”
Ketika aku mendekat, aku berkata,
“Bukankah Anda Amirul Mukminin Umar Bin Abdul Aziz?”
Beliau berkata, “Benar!”
Aku bertanya heran, “Apa yang menyebabkan Anda berubah?!
Bukankah wajah Anda dahulu tampan? Kulit Anda halus? Hidup Anda kecukupan?!”
Beliau menjawab, “Memang aku telah berubah..??!!”
Aku berkata, “Lantas apa yang menyebabkan Anda berubah
padahal Anda telah menguasai emas dan perak dan Anda telah diangkat menjadi
Amirul Mukminin?”
Beliau balik bertanya, “Apanya yang berubah pada diriku,
wahai Abu Hazim?!”
Aku katakan, “Tubuh Anda menjadi kurus kering, kulit Anda
yang halus menjadi kasar, dan wajah Anda yang tampan menjadi pucat, bening
kedua mata Anda telah meredup.”
Tiba-tiba saja
beliau mengis dan berkata, “Bagaimana halnya jika engkau melihatku setelah tiga
hari di kuburan, mungkin kedua mataku telah melorat di pipiku... perutku telah
terburai isinya... ulat-ulat tanah menggerogoti sekujur badanku dengan
lahapnya. Sungguh, jika engkau melihatku ketika itu, wahai Abu Hazim, tentulah
lebih tak mengenaliku lagi dari hari ini.”
Kemudian beliau
menoleh kepadaku seraya bertanya, “Ingatkah Anda akan suatu hadits yang pernah Anda
bacakan kepadaku sewaktu di Madinah wahai Abu Hazim?!”
Aku berkata, “Aku telah menyampaikan
banyak hadits, wahai Amirul Mukminin, lantas hadits manakah yang Anda maksud?”
Beliau menjawab, “Yakni hadits yang
diriwayatkan oleh Abu Hurairah.”
Lalu aku berkata, “Benar, aku masih
mengingatnya, wahai Amirul Mukminin.”
Beliau berkata, “Ulangilah hadits itu
untukku, karena saya ingin mendengarnya dari Anda!”
Lalu aku berkata, “Aku telah mendengar
Abu Hurairah berkata, ‘Aku mendengar Rasululloh shollallohu ‘alayhi wa
sallam bersabda:
‘Sesungguhnya
di hadapan kalian terhampar rintangan yang terjal, sangat berbahaya, tidak ada
yang melewatinya dengan selamat melainkan orang yang kuat tubuhnya (untuk
ibadah dan jihad).’”
Lalu menangislah Umar dengan tangisan
yang mengharukan, aku khawatir jika tangisan tersebut memecahkan hatinya.
Kemudian beliau mengusap air matanya lalu menoleh kepadaku seraya berkata:
“Apakah Anda sudi menegurku, wahai Abu Hazim bila aku berleha-leha dalam
mendaki rintangan yang terjal tersebut agar aku dapat selamat darinya? Karena
aku tidak yakin jika aku akan berhasil.”
******
Adapun peristiwa kedua dalam kehidupan
Umar, Ath-Thabari telah mengisahkan kepada kita dari Thufail bin Mirdas rohimahulloh,
dia berkata:
“Sesungguhnya Amirul Mukminin
Umar Bin Abdul Aziz ketika diangkat menjadi khalifah beliau menulis surat untuk
Sulaiman bin Abi As-Sari, gubernur beliau di Shugdi yang isinya: ‘Buatlah di
negerimu pondok-pondok untuk menjamu kaum muslimin. Jika salah seorang di antara
mereka lewat, maka jamulah ia sehari semalam, perbaguslah keadaannya dan
rawatlah kendaraannya. Jika ia mengeluhkan kesusahan, maka perintahkan
pegawaimu untuk menjamunya selama dua hari dan bantulah ia keluar dari
kesusahannya.Jika tersesat di jalan, tidak ada penolong baginya dan tidak ada
kendaraan yang bisa dia tunggangi, maka berikanlah kepada dia sesuatu yang
menjadi kebutuhannya hingga ia bisa kembali ke negerinya.”
Maka sang gubernur segera mewujudkan
perintah Amirul Mukminin. Dia membangun pondok-pondok sebagaimana yang
diperintahkan Amirul Mukminin untuk disediakan bagi kaum muslimin. Maka
tersebarlah berita tersebut di segala penjuru. Orang-orang dari belahan bumi
Islam di barat dan di timur ramai membicarakannya dan menyebut-nyebut keadilan
Khalifah dan ketakwaannya.
Mendengar hal itu penduduk Samarkand
tidak menyia-nyiakn kesempatan tersebut, hingga mereka mendatangi gubernur
mereka Sulaiman bin Abi As-Sari dan berkata: “Sesungguhnya pendahulu Anda
yang bernama Qutaibah bin Muslim Al-Bahili telah merampas negeri kami tanpa
memberikan peringatan (dakwah) terlebih dahulu, dia tidak sebagaimana yang
kalian lakukan –wahai kaum muslimin- yakni memberikan peringatan sebelum
memerangi. Yang kami tahu, kalian menyeru musuh-musuh agar mau masuk Islam
terlebih dahulu. Jika mereka menolak kalian menyuruh mereka membayar jizyah. Jika
mereka menolaknya barulah kalian mengumumkan perang.
Sesungguhnya kami melihat keadilan Khalifah Anda
dan ketakwaannya sehingga kami berhasrat untuk mengadukan kepada kalian tentang
pasukan kalian dan kami meminta tolong kepda kalian atas apa yang telah
dilakukan salah seorang panglima perang kalian terhadap kami. Maka izinkanlah,
wahai Amir, kami untuk mengadukan kezhaliman yang telah kami rasakan kepada
beliau. Jika kami memang memiliki hak untuk itu, maka berikanlah untuk kami,
namun jika tidak, kami akan pulang kembali ke asal kami.
Kemudian Sulaiman mengizinkan salah seorang dari
mereka menjadi wakil untuk menemui Khalifah di negeri Damsyik. Ketika utusan
tersebut sampai di rumah Khalifah dan mengadukan persoalan mereka kepada
Khalifah muslimin Umar Bin Abdul Aziz, maka Khalifah menulis surat untuk
gubernurnya Sulaiman bin Abi As-Sari yang isinya antara lain”
“Amma ba’du.
Jika telah sampai kepada Anda surat ini, maka sediakanlah seorang qadhi untuk
penduduk Samarkand yang akan mempelajari pengaduan mereka. Jika qadhi itu
memutuskan bahwa kebenaran di pihak mereka, maka perintahkan kepada seluruh
pasukan kaum muslimin untuk meninggalkan kota mereka. Ajaklah kaum muslimin
yang tinggal bersama mereka untuk segera kembali ke negeri mereka. Lalu
kembalikanlah keadaan sebelum Qutaibah bin Muslim Al-Bahili masih di negeri
mereka.”
Takala utusan sampai kepada Sulaiman bin Abi
As-Sariy dan diserahkan surat dari Amirul Mukminin kepada beliau, segera
gubernur menunjuk seorang qadhi yang terkemuka Jumai’ bin Hadhir An-Naji.
Sang qadhi mempelajari pengaduan mereka, beliau
meminta agar mereka menceritakan hal ihwal mereka, juga mendengar kesaksian
dari beberapa saksi dari pasukan muslim dan pemuka penduduk Samarkand. Maka
sang qadhi membenarkan tuduhan penduduk Samarkand dan memenangkan urusan di
pihak mereka.
Seketika itu juga, gubernur memerintahkan kepada
seluruh pasukan kaum muslimin untuk meninggalkan kota Samarkand dan kembali ke
markas-markas mereka, namun tetap bersiap-siap berjihad pada kesempatan lain.
Mungkin akan kembali memasuki negeri mereka dengan damai, atau akan mengalahkan
mereka dengan peperangan, atau bisa jadi pula bukan takdirnya untuk menaklukan
mereka.
Ketika para pemuka kaum Samarkand mendengar
keputusan sang qadhi yang memenangkan urusan mereka, masing-masing saling
berbisik satu sama lain: “Celaka, kalian telah bercampur baur dengan kaum
muslimin dan tinggal bersama mereka, sedangkan kalian mengetahui kepribadian,
kedilan dan kejujuran mereka sebagaimana yang kalian lihat, mintalah agar
mereka tetap tinggal bersama kalian, bergaullah kepada mereka dengan baik, dan
berbahagialah kalian tinggal bersama mereka…”
*****
Adapun peristiwa ketiga yang dialami
oleh Umar Bin Abdul Aziz telah diceritakan kepada kita oleh Ibnu Abdil
Hakam di dalam kitabnya yang berharga Sirah
Umar bin Abdul Aziz (perjalanan hidup Umar bin Abdul Aziz). Beliau berkata:
“Ketika Umar menjelang wafat, masuklah Maslamah
bin Abdul Malik dan berkata, “Sesungguhnya Anda wahai Amirul Mukminin, melarang
anak-anak Anda mendapatkan harta yang ada ini. Maka alangkah baiknya jika Anda
mewasiatkan kepadaku atau orang yang Anda percaya di antara keluarga Anda untuk
anak-anak Anda.”
Ketika dia telah selesai berbicara, Umar berkata,
“Tolong dudukkanlah aku!”
Maka mereka pun mendudukkan beliau, lalu beliau
berkata, “Sungguh aku mendengar apa yang Anda katakan, wahai Maslamah, adapun
perkataanmu bahwa aku melarang anak-anak untuk mendapat bagian harta yang
memeng bukan hak mereka. Adapun ucapanmu: ‘Alangkah baiknya jika Anda
mewasiatkan kepadaku atau orang yang Anda percaya di antara keluarga Anda untuk
(menanggung) anak-anak Anda,’ maka sesungguhnya wasiatku untuk anak-anakku
hanyalah Alloh yang telah menurunkan Al-Kitab dengan benar, Dia-lah yang
melindungi orang-orang yang shalih.
Ketahuilah, wahai Maslamah! Bahwa anak-anakku
hanyalah satu di antara dua, apakah dia seorang yang shalih dan bertakwa sehingga
Alloh akan mencukupi mereka dengan karunia-Nya dan Dia menjadikan jalan keluar
bagi kesulitan mereka. Ataukah dia anak durhaka yang berkubang dengan maksiat,
sedangkan sekai-kali aku tidak mau menjadi orang yang membantunya dengan harta
untuk bermaksiat kepada Alloh.”
Kemudian beliau berkata, “Panggil anak-anakku!”
Mereka pun memanggil anak-anak Amirul
Mukminin yang berjumlah belasan anak. Begitu melihat mereka, meneteslah air
mata beliau seraya berkata, “Aku tinggalkan mereka dalam keadaan miskin tak
memiliki apa-apa.”
Beliau tanpa bersuara kemudian menoleh
ke arah mereka dan berkata, “Wahai anak-anakku, aku telah meninggalkan kepada
kalian kebaikan yang banyak. Sesungguhnya ketika kalian melewati seorang muslim
atau ahli dzimmah mereka melihat bahwa kalian memiliki hak atas mereka. Wahai
anak-anakku, sesungguhnya di hadapan kalian terpampang dua pilihan. Apakah
kalian hidup berkecukupan, namun ayah kalian masuk neraka, ataukah kalian dalam
keadaan fakir, namun ayahmu masuk surga. Aku percaya bahwa kalian lebuh memilih
jika ayah kalian selamat dari neraka daripada kalian hidup kaya raya.”
Kemudian beliau melihat ke arah mereka
dengan pandangan kasih sayang seraya berkata, “Berdirilah kalian, semoga Alloh
menjaga kalian, berdirilah kalian, semoga Alloh memberikan rezeki kepada
kalian.”
Lalu Maslamah menoleh kepada beliau dan
berkata, “Aku memiliki sesuatu yang lebih baik dari itu, wahai Amirul Mukminin!”
Umar bertanya, “Apakah itu, wahai
Maslamah?”
Maslamah berkata, “Aku memiliki 300.000
dinar. Aku ingin menghadiahkan kepada Anda lalu bagilah untuk mereka, atau
sedekahkanlah jika Anda menghendaki.”
Namun Umar berkata, “Apakah kau ingin
yang lebih baik lagi dari usulmu itu, wahai Maslamah?”
Maslamah berkata, “Apakah itu, wahai Amirul
Mukminin?”
Beliau menjawab, “Engkau kembalikan
dari siapa barang tersebut diambil, karena engkau tidak memiliki hak atas
barang tersebut.”
Maka meneteslah air mata Maslamah
seraya berkata, “Semoga Alloh merahmati Anda,wahai Amirul Mukminin baik tatkala
hidup ataupun sesudah meninggal. Sungguh Anda melunakan hati yang keras di
antara kami, mengingatkan yang lupa di antara kami. Anda akan senantiasa
menjadi peringatan bagi kami.”
*****
Kemudian orang-orang mengikuti berita
tentang anak-anak Umar sepeninggal beliau. Maka mereka melihat tak seorang pun
di antara mereka yang hidup miskin dan meminta-minta. Sungguh benar firman Alloh:
“Dan hendaklah takut
kepada Alloh orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka
anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh
sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Alloh dan hendaklah mereka
mengucapkan perkataan yang benar.”(QS. An-Nisa’: 9)
Betapa mulia
sosok kholifah Umar bin Abdul Aziz, semoga kita dapat mengambil pelajaran besar
dari kisah-kisah tentang keagungan beliau. Aamiin..
Materi terkait:
EmoticonEmoticon