Sebelum adanya pembagian tauhid oleh para ulama, pada mulanya tidak disebutkan pembagian tauhid dalam beberapa bagian. Karena kaum Muslimin pada zaman itu sudah sangat mengerti makna dan hakikat tauhid sehingga penjelasan tentang pembagiannya belum diperlukan.
Kemudian muncul pembagian tauhid menjadi dua:
1) Tauhid al-Ma’rifah wal itsbat (tauhid pengenalan dan penetapan) yang mengandung 2 tauhid:
* Tauhid rububiyyah yaitu mengenal Alloh melalaui perbuatan-perbuatan-Nya.
* Tauhid asma’ wa sifat yaitu mengenal Alloh melalui nama dan sifat-Nya.
2) Tauhid Al Irodi Ath Tholabi yaitu tauhid yang diinginkan dan yang dituntut, disebut juga tauhid uluhiyyah.
Akan tetapi karena semakin jauhnya ummat Islam dari ajaran agama, sehingga banyak penyimpangan keyakinan di dalam Nama dan Sifat Alloh Subhanahu wa Ta’ala, maka tauhid asma wa sifat disebutkan secara khusus sehingga tauhid terbagi menjadi tiga.
Betapa tepatnya perkataan Syaikh Bakr Abu Zaid dalam risalahnya “At-Tahdzir” halaman 30 berkisar pembagian tauhid. Kata beliau: “Pembagian ini adalah hasil istiqra (telaah) para ulama Salaf terdahulu seperti yang diisyaratakan oleh Ibnu Mandah dan Ibnu Jarir Ath-Thabari serta yang lainnya. Hal ini pun diakui oleh Ibnul Qayim”.
Abu Bakr Muhammad bin Al-Walid Ath-Thurthusyi (wafat th. 520 H), di dalam muqaddimah kitab beliau Sirajul Muluk (1/1) , beliau berkata :
وأشهد له بالربوبية والوحدانية. وبما شهد به لنفسه من الأسماء الحسنى. والصفات العلى. والنعت الأوفى
Artinya : Dan aku bersaksi atas rububiyyah-Nya dan uluhiyyah-Nya, dan atas apa-apa yang Dia bersaksi atasnya untuk dirinya berupa nama-nama yang paling baik dan sifat-sifat yang tinggi dan sempurna.
Ibnu Baththah Al-’Akbary (wafat th. 387 H), di dalam kitab beliau Al-Ibanah ‘an Syariatil Firqatin Najiyyah wa Mujanabatil Firaq Al-Madzmumah ( 5 / 475 )
وذلك أن أصل الإيمان بالله الذي يجب على الخلق اعتقاده في إثبات الإيمان به ثلاثة أشياء : أحدها : أن يعتقد العبد ربانيته ليكون بذلك مباينا لمذهب أهل التعطيل الذين لا يثبتون صانعا . الثاني : أن يعتقد وحدانيته ، ليكون مباينا بذلك مذاهب أهل الشرك الذين أقروا بالصانع وأشركوا معه في العبادة غيره . والثالث : أن يعتقده موصوفا بالصفات التي لا يجوز إلا أن يكون موصوفا بها من العلم والقدرة والحكمة وسائر ما وصف به نفسه في كتابه
Artinya : Dan yang demikian itu karena pokok keimanan kepada Allah yang wajib atas para makhluk untuk meyakininya di dalam menetapkan keimanan kepadaNya ada 3 perkara :
Pertama: Hendaklah seorang hamba meyakini rabbaniyyah Allah (kekuasaan Allah) supaya dia membedakan diri dari jalan orang-orang atheisme yang mereka tidak menetapkan adanya pencipta.
Kedua: Hendaklah meyakini wahdaniyyah Allah (keesaan Allah dalam peribadatan) supaya dia membedakan diri dari jalan orang-orang musyrik yang mereka mengakui adanya pencipta alam kemudian mereka menyekutukan-Nya dengan selain-Nya.
Ketiga: Hendaklah meyakini bahwasanya Dia bersifat dengan sifat-sifat yang memang harus Dia miliki, seperti ilmu, qudrah (kekuasaan), hikmah (kebijaksanaan), dan sifat-sifat yang lain yang Dia tetapkan di dalam kitab-Nya.
Sebagian kaum Muslimin tidak menegerti akan hal ini, bahkan tidak sedikit yang menebarkan tuduhan bahwa pembagian tauhid menjadi Tauhid Rubbubiyah, Tauhid Uluhiyah dan Tauhid Asma’ wa sifat adalah bid’ah. Disadari ataupun tidak, mereka sedang menjauhkan umat dari dakwah tauhid. Padahal sebenarnya merekapun mengakui adanya 3 tauhid ini. Mari kita buktikan;
Kita katakan:
1. Apakah Anda mengakui bahwa Allah-lah satu-satunya Yang menciptakan, Yang memberi rizqi, Yang mengatur alam semesta ini? Jika ya, maka Anda telah mentauhidkan Rubbubiyah Allah.
2. Apakah Anda meyakini bahwa hanya Allah-lah yang berhak untuk diibadahi? jika ya, maka Anda telah mengakui Tauhid ulluhiyah, yaitu mentauhidkan Allah dalam ibadah.
3. Apakah Anda meyakini bahwa Allah mempunyai Nama dan sifat Yang Maha Sempurna dan Maha Agung? Jika ya, maka Anda telah mengakui Tauhid ‘Asma wa sifat.
Namun jika Anda tidak mengimani satu saja dari ketiga tauhid tersebut di atas, maka Anda telah rusak tauhidnya, naudzubillah.
Maka dari jalan manakah kita menolak ketiga tauhid ini??
Kita katakan:
Banyak pembagian istilah dalam Islam oleh para ulama yang bertujuan untuk memperjelas suatu masalah, agar umat islam lebih mudah memahaminya.
Sebagai contoh :
• Pembagian hukum: Wajib, sunnah, mubah, makruh, haram.
• Istilah nama-nama shalat: shalat tarawaih, tahiyatul masjid, syukrul wudhu’ dsb.
• Syarat wajib, syarat sah, dan rukun.
• Jenis-jenis najis : mukhafafah, mutawasithah, mugholadhoh.
• Dan istilah-istilah lainnya yang sangat banyak.
Istilah-istilah tersebut di atas tidak didapatkan pada zaman Nabi, melainkan dibuat oleh para ulama dengan tujuan untuk mempermudah dalam memahami suatu masalah.
Yang tidak dimengerti, mereka yg menolak pembagian tauhid menjadi tiga ini -padahal itu diambil (disimpulkan) dari ayat-ayat Al-Qur’an- , mereka malah membela pembagian/istilah yang sama sekali tidak dikenal dalam Islam. Seperti membatasi sifat Allah dengan sifat 20. Dari mana mereka membatasi sifat Allah hanya 20 saja?!!
Contoh lain, Pembagian bid’ah menjadi bid’ah hasanah dan sayyiah. Padahal Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam menegaskan semua bid’ah adalah dhalalah (sesat). Dari keyakinan adanya bid’ah hasanah, muncul berbagai kreasi amalan yang tidak pernah diajarkan dalam Islam. Hal ini sangat berbahaya bagi kemurnian Islam.
Jadi tidak ada keraguan untuk menolak pembagian tauhid menjadi tiga. Karena yang demikian itu adalah hasil dari telaah para ulama untuk mempermudah kita dalam memahami tauhid sehingga kita benar dalam menjalankannya. Wallahu a’lam. Semoga bermanfaat.
Artikel Terkait:
Bahaya Syirik Bagi Pelakunya
Bahaya Syirik Bagi Pelakunya
EmoticonEmoticon