Di antara kerusakan merayakan Valentine’s Day adalah ber-tasyabbuh
terhadap orang kafir. Valentine’s Day adalah hari raya milik orang kafir sejak
masa Romawi Kuno sebagai bentuk penyembahan kepada Dewi Cinta. Ketika agama
Katolik menjadi agama resmi di Roma, maka upacara tersebut dijadikan sebagai
Hari Perayaan Gereja dengan nama Saint Valentine’s Day sebagai bentuk
penghormatan terhadap St. Valentine yang kebetulan mati pada tanggal 14
Februari.[1] Jadi
hari valentine adalah hari raya orang kafir. Maka kaum muslimin sangat dilarang
ikut serta merayakan hari valentine tersebut. Untuk lebih jelas lagi mengenai
larangan tasyabbuh, maka kita lihat penjelasan berikut ini:
Pengertian Tasyabbuh
Tasyabbuh secara
etimologis adalah bentuk mashdar dari tasyabbaha - yatasyabbahu yang berarti
menyerupai orang lain dalam suatu perkara. Sedangkan secara terminologis adalah
menyerupai orang-orang kafir dan orang-orang yang menyelisihi Rasulullah dalam
hal aqidah, ibadah, perayaan/seremonial, hari-hari besar, kebiasaan, ciri-ciri
dan akhlak yang merupakan ciri khas bagi mereka.
Agama Islam tidak
hanya membedakan orang-orang Islam secara batin saja, tapi juga dalam
penampilan lahiriah secara umum, baik individu maupun masyarakat Islam secara
umum. Oleh karena itu larangan tasyabbuh terhadap orang-orang kafir merupakan
salah satu kewajiban rabbani dalam akidah ini. Al-Qur’an dan As-Sunnah penuh
dengan dalil-dalil yang berkaitan dengan perkara ini.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ
بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ
إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ (٥١)
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu);
sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa
diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, Maka Sesungguhnya orang itu
Termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Maidah: 51)
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
قَالَ
قَدْ أُجِيبَتْ دَعْوَتُكُمَا فَاسْتَقِيمَا وَلا تَتَّبِعَانِّ سَبِيلَ الَّذِينَ
لا يَعْلَمُونَ (٨٩)
“AlIah berfirman: "Sesungguhnya telah
diperkenankan permohonan kamu berdua, sebab itu tetaplah kamu berdua pada jalan
yang lurus dan janganlah sekali-kali kamu mengikuti jalan orang-orang yang
tidak Mengetahui". (QS. Yunus: 89)
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
…. وَلا تَتَّبِعْ سَبِيلَ الْمُفْسِدِينَ (١٤٢)
“Janganlah kamu mengikuti jalan orang-orang
yang membuat kerusakan". (QS. Al
A’raf: 142)
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
ثُمَّ
جَعَلْنَاكَ عَلَى شَرِيعَةٍ مِنَ الأمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَ
الَّذِينَ لا يَعْلَمُونَ (١٨)إِنَّهُمْ لَنْ يُغْنُوا عَنْكَ مِنَ اللَّهِ
شَيْئًا وَإِنَّ الظَّالِمِينَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَاللَّهُ وَلِيُّ
الْمُتَّقِينَ (١٩)
“Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas
suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), Maka ikutilah syariat itu
dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.
Sesungguhnya mereka sekali-kali tidak akan dapat menolak dari kamu sedikitpun
dari siksaan Allah. dan Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu sebagian mereka
menjadi penolong bagi sebagian yang lain, dan Allah adalah pelindung
orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Maidah: 18-19)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rh dalam menafsirkan ayat ini
barkata: “Allah subhanahu wa ta’ala menjadikan Muhammad shalallahu ‘alayhi wa sallam di atas
sebuah syari’at agama, Allah-lah yang
menciptakan syari’at ini bagi Muhammad shalallahu ‘alayhi wa sallam. Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan
Muhammad shalallahu ‘alayhi wa sallam untuk mengikutinya dan melarangnya
mengikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui. Dan setiap yang
menyimpang dari syari’at-Nya termasuk orang-orang yang tidak mengetahui.”
Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَلَنْ
تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ قُلْ
إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَى وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي
جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلا نَصِيرٍ (١٢٠)
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan
senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah:
"Sesungguhnya petunjuk Allah Itulah petunjuk (yang benar)". dan
Sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang
kepadamu, Maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 120)
Dalam ayat di atas, kata millatahum (agama mereka) datang
dalam bentuk berita dan kata ahwa ahum (hawa nafsu mereka) datang dalam
bentuk larangan.
Ayat-ayat di atas menegaskan bahwa menyelisihi orang-orang kafir
dan tidak menyerupai mereka merupakan perkara yang disyari’atkan[2].
Dalil-dalil dari hadits Nabi shalallahu ‘alayhi
wa sallam sangat banyak mengenai pembahasan
ini. Rasulullah shalallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
لَيْسَ
مِنَّا مَنْ تَشَبَّهَ بِغَيْرِنَا
“Bukan termasuk golongan kami orang yang menyerupai kaum selain
kami.” (HR. At-Tirmizi no. 2695)
Dari Abdullah bin Umar radhiallahu
anhuma dia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
مَنْ
تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk
darinya”. (HR. Abu Daud no. 4031 dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam
Ash-Shahihah: 1/676)
Rasulullah shalallahu ‘alayhi wa sallam melarang kaum Muslimin untuk menyerupai orang-orang kafir.
Rasulullah shalallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
خَالِفُ
المُشْرِكِيْنَ، وَفِّرُوا الِلحْىَ، وَأَحْفُوا الشَّوَارِبَ
“Selisihilah orang-orang musyrik, lebatkanlah
jenggot dan cukurlah kumis.” (HR.
Bukhari).
Termasuk bentuk perintah
Nabi untuk menyelisihi orang-orang kafir adalah agar segera berbuka puasa dan
mengakhirkan sahur, karena orang-orang Yahudi terbiasa mengakhirkan buka puasa
dan dalam syari’at terdahulu (sebelum ummat Muhammad shalallahu ‘alayhi wa sallam )
mereka dilarang makan setelah mereka tidur malam pada malam-malam puasa.
Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah ketika mengomentari hadits Anas bin Malik, "Lakukanlah apa saja
(terhadap istri kalian) kecuali nikah (jima')." (HR. Muslim no.302)
"Maka hadits ini menunjukkan bahwa apa yang Allah syari'atkan
kepada Nabi-Nya sangat banyak mengandung unsur penyelisihan terhadap
orang-orang Yahudi. Bahkan beliau menyelisihi mereka dalam semua perkara yang
ada pada mereka, sampai-sampai mereka berkomentar, 'Orang ini (Rasulullah)
tidaklah mendapati sesuatu pada kami kecuali berusaha untuk
menyelisihinya." (Iqtidhaa`ush Shiraathil Mustaqiim 1/214-215, 365)
Asy-Syaikh Muhammad bin
Shalih Al-'Utsaimin berkata, "Tasyabbuh dengan orang-orang kafir terjadi
dalam hal penampilan, pakaian, tempat makan, dan sebagainya karena ia adalah
kalimat yang bersifat umum. Dalam artian, bila ada seseorang yang melakukan
ciri khas orang-orang kafir, di mana orang yang melihatnya mengira bahwa ia
termasuk golongan mereka (maka saat itulah disebut dengan tasyabbuh,
pent)." (Majmuu' Duruus wa Fataawaa Al-Haramil Makkiy 3/367)
========================
Bagikan artikel ini kepada saudara kita yang lain via fb, twitter, dll.
EmoticonEmoticon