Pembaca yang budiman, sebelum memulai pembahasan judul
di atas, agaknya menarik untuk kita simak perbincangan seorang ulama salafush
shalih kepada saudaranya berikut ini:
Ulama tersebut bertanya, “Apakah engkau rela jika
meninggal dalam kondisi seperti sekarang ini?” Saudaranya menjawab, “Tidak!”
“Lalu sudahkah kamu berniat taubat tanpa
menunda-nundaya?” Tanyanya lagi, “Tidak.” Jawab saudaranya. “Adakah negeri
untuk beramal selain dunia ini?” Tanya ulama tersebut. “Tidak” Jawab
saudaranya. “Kalau begitu, berapakah jumlah nyawa yang engkau miliki?” Tanya
ulama tersebut. “Nyawaku hanya satu.” Jawab saudaranya.
Apakah engkau merasa aman dari serangan kematian dalam
kondisimu sekarang ini?” Tanya ulama tersebut, “Tidak.” Jawab saudaranya. Lalu
ia berkata, “Wahai saudaraku, sadarlah! Persiapkanlah bekalmu, manfaatkan
waktumu untuk kematian yang pasti menjemputmu.”
Pembaca yang budiman, saya membayangkan bila
pertanyaan-pertanyaan tersebut diajukan kepada kita, jawaban kita tentu tidak
lebih dari jawaban lelaki shalih di atas. Oleh sebab itu, ajukanlah
pertanyaan-pertanyaan tersebut untuk diri Anda secara pribadi. Jawablah dengan
jujur, karena Anda berada dalam pengawasan dari Allah subhanahu wa
ta’ala.
Jika Anda telah merenungi jawaban-jawaban jujur yang
keluar dari hati Anda, menyadari tingginya tumpukan gunung dosa pada diri Anda
dan adanya kesempatan penghapusan dosa pda bulan Ramadhan, pastilah Anda sangat
berharap untuk dapat sampai di bulan Ramadhan dan mereguk berbagai manfaat di
dalamnya.
Pembaca
yang budiman, hendaknya Anda mengetahui bahwa salah satu nikmat yang banyak
disyukuri orang lalai adalah nikmat ditundanya ajal, dan sampainya kita pada
bulan Ramadhan. Mahasuci Allah yang ampunan-Nya mendahului siksa-Nya. Mahasuci
Allah yang Mahamulia!
Bersyukurlah atas nikmat ini. Betapa Allah subhanahu
wa ta’ala senantiasa melihat kemaksiatan Anda sepanjang tahun, tetapi
Dia menutupi aib Anda, memaafkan dan menunda kematian Anda sampai bisa berjumpa
kembali dengan Ramadhan.
Bila Anda menginginkan kebebasan dari neraka di bulan
Ramadhan dan ingin diterima amalnya serta dihapus segala dosanya, maka harus
ada bekal yang dipersiapkan.
Allah Ta’ala berfirman:
وَلَوْ
أَرَادُوا الْخُرُوجَ لأعَدُّوا لَهُ عُدَّةً وَلَكِنْ كَرِهَ اللَّهُ
انْبِعَاثَهُمْ فَثَبَّطَهُمْ وَقِيلَ اقْعُدُوا مَعَ الْقَاعِدِينَ (٤٦)
“Dan jika mereka mau berangkat, tentulah mereka
menyiapkan persiapan untuk keberangkatan itu, tetapi Allah tidak menyukai
keberangkatan mereka, maka Allah melemahkan keinginan mereka. dan dikatakan kepada
mereka: "Tinggallah kamu bersama orang-orang yang tinggal itu."”(QS. At-Taubah: 46)
Dengan demikian tersingkaplah ketidakjujuran
orang-orang yang tidak mempersiapkan bekal untuk berangkat menyambut Ramadhan.
Oleh sebab itu, mereka dihukum dengan berbagai bentuk kelemahan dan kehinaan.
Ibnul Qayyim rahimahulloh berkata,
“Berhati-hatilah terhadap dua perkara (di antaranya);
Pertama, Kewajiban
telah datang, tetapi kalian tidak siap untuk menjalankannya, sehingga kalian
mendapat hukuman berupa kelemahan untuk memenuhinya dan kehinaan dengan tidak
mendapatkan pahalanya.”
Allah Ta’ala berfirman: “Maka jika Allah
mengembalikan kepada suatu golongan dari mereka, kemudian mereka minta idzin
kepadamu untuk keluar (pergi berperang), maka katakanlah, ‘Kamu tidak boleh
keluar bersamaku selama-lamanya dan tidak boleh memerangi musuh bersamaku.
Sesungguhnya kamu telah rela tidak pergi berperang kali yang pertama. Karena
itu duduklah bersama orang-orang yang tidak ikut berperang’.” (QS.
At-Taubah: 83)
"Berhati-hatilah dari mengalami nasib seperti
ini, yakni menjadi orang yang tidak layak menjalankan perintah Alloh Subhanahu
wa Ta’la yang penuh berkah. Seringnya kita mengikuti hawa nafsu, akan
menyebabkan kita tertimpa hukuman berupa tertutupnya hati dari hidayah."
Allah Ta’ala berfirman, “Dan (begitu pula) Kami
memalingkan hati dan penglihatan mereka (hingga seakan-akan mereka) seperti
belum pernah beriman kepadanya (Al Qur’an) pada permulaannya….” (QS.
Al-An’am: 110)
Demikianlah arti penting persiapan menyambut
kedatangan Ramadhan, sehingga Anda tidak dihukum dengan ketidakberdayaan
melakukan kebaikan dan kehinaan dengan tidak bisa menambah ketaatan.
Renungkan ayat-ayat tersebut baik-baik. Ketahuilah,
Allah subhanahu wa ta’ala tidak menyukai keberangkatan mereka
dan Dia lemahkan mereka. Karena tidak ada persiapan dari mereka dan niat
merekapun tidak lurus lagi.
Namun bila seseorang bersiap untuk menunaikan suatu
amal dan ia bangkit menghadap Allah dengan kerelaan hati, maka
Allah terlalu mulia untuk menolak hamba yagn dating menghadap-Nya. Sehingga,
dahulu generasi salafush shalih selalu mempersiapkan diri menyambut Ramadhan
dengan sebaik-baiknya.
Sebagian persiapan yang dilakukan oleh Rasululloh shalallahu
‘alayhi wa sallam adalah memperbanyak puasa di bulan Sya’ban, beliau
hampir saja berpuasa sepenuh bulan tersebut. Beliau tidak terlihat lebih banyak
berpuasa di satu bulan melebihi puasanya di bulan Sya’ban, dan beliau tidak
menyempurnakan puasa sebulan penuh kecuali di bulan Ramadhan.
Sebagian ulama mengatakan bahwa Rajab adalah bulan
persemaian, Sya’ban adalah bulan pengairan. Adapun Ramadhan, ia adalah bulan
memetik buah. Agar buah bisa dipetik di bulan Ramadhan, harus ada benih yang
disemai, dan ia harus diairi sampai menghasilkan buah yang rimbun.
Pembaca yang budiman, selayaknya kita memulai
persiapan untuk Ramadhan. Gelorakan rasa rindu kita untuk bertemu dengan
Ramadhan sehiingga kita mendapatkan rahmat karenanya dan terbebaskan dari neraka.
**
Sumber: Buku “Powerful Ramadhan” karya Muhammad Husain Ya’qub
Simak artikel terkait:
EmoticonEmoticon