Ada sebuah kisah, bahwa dulu ada
seorang lelaki yang cukup memiliki kedudukan di sisi seorang raja. Raja
mencintai orang ini dan akrab dengannya serta menjadikannya sebagai penasihat.
Di antara yang sering ia katakan kepada raja, “Balaslah kebaikan orang yang
berbuat kebaikan karena kebaikannya. Sedangkan pelaku kejahatan, cukuplah
kejahatannya sendiri yang akan melindungimu.”
Betapa indahnya teman dekat yang
baik itu yang selalu menasihati pemimpin dan rakyat. Pemberi nasihat yang tulus
pastilah akan mendapati gangguan dari para pendengki yang memenuhi bumi ini
untuk berbuat kerusakan di dalamnya, yang bertujuan memutuskan jalinan kasih
sayang dan keakraban antara orang-orang yang saling mencintai dan berteman
Raja berkata, ‘Aku akan lihat dan
pastikan berita ini, supaya aku tidak menghukumnya secara sembarangan.”
Maka mulailah si pendengki
menjalankan rencananya terhadap orang yang didengki. Ia mengundangnya untuk
menghadiri sebuah pesta walimah di rumahnya, dalam pesta itu ia perbanyak
hidangan makanan dari bawang.
Begitu selesai, ia dibiarkan seperti
biasa menemui raja. Penasihat yang didengki ini pun berdiri di samping raja
untuk melayaninya. Raja ingin mengujinya, ia berkata kepadanya, “Kemarilah
mendekat kepadaku.” Ia pun mendekat dan raja mengajaknya berbincang-bincang.
Benar saja, penasihat yang didengki itu meletakkan tangannya di mulutnya karena
hawatir raja akan mencium bau bawang seperti direncanakan si pendengki.
Padahal, ini adalah adab yang tinggi yang tidak diketahui oleh selain
orang-orang yang memiliki kedudukan tinggi. Dalam hatinya, raja itu berkata,
“Benar juga orang itu..” –maksudnya adalah si pendengki- , “… orang ini pasti
mengatakan bahwa mulutku berbau busuk. Aku benar-benar akan menyiksanya dengan
siksaan yang pedih dan akan kujadikan dia sebagai pelajaran bagi yang lain.”
Setelah itu, raja mengambil pena dan
secarik kertas, dan biasanya raja itu tidak menulis dengan tangannya sendiri
selain untuk memberikan hadiah atau menjalin kerja sama. Semua orang pasti
gembira jika melihat raja menulis dengan tangannya sendiri, karena mereka
mengira pasti itu pemberian. Maka dalam surat itu ia menulis kepada salah satu
gubernurnya: “Jika datang pembawa surat ini, sembelih dia. Setelah itu kuliti
dia dan masukkan kulitnya dalam sebuah wadah lalu kirimkan kepadaku.”
Surat itu pun ia serahkan kepada
penasihat yang didengki. Raja berpesan, “Bawa surat ini kepada gubernur fulan…”
si penasehat menjawab, “Aku mendengar dan aku ta’at.” Kasihan betul orang ini
ia mengira dalam surat itu raja menyuruh memberikan mandat atau menjalin
hubungan, sehingga ia merasa sangat senang bukan kepalang. Akan tetapi Alloh subhanahu wa ta’ala menjaganya
karena Alloh menakdirkan si pendengki tadi menghadangnya dalam perjalanan.
Ia
bertanya kepadanya, “Mau ke mana kamu?”
“Hendak
menemui gubernur Fulan, “ Jawabnya
“Ada
perlu apa?” Tanya si pendengki lagi
“Raja
menulis surat dengan tangannya sendiri untukku, dan memerintahkanku untuk
menyerahkannya kepada gubernur itu, dan aku berharap isinya adalah hubungan
kerja sama.”
Si pendengki berkata, “Aku minta
kepadamu, dengan nama Alloh, berikan surat itu kepadaku.” Oran yang didengki
tentu saja menolak. “Aku tidak akan memberikan surat raja kepadamu, aku tidak
akan menganggapnya urusan sepele,” Katanya.
Ia berkata lagi, “Aku minta
kepadamu, dengan nama Alloh berikan surat itu kepadaku.” Orang ini terus membujuknya hingga akhirnya ia ingin mengamalkan
perintah Rasululloh shallallahu ‘alayhi wa sallam dalam sabadanya,
“Siapa yang meminta dengan menyebut nama Alloh, maka berilah. Dan siapa yang
meminta perlindungan dengan menyebut nama Alloh, maka lindungilah. Dan siapa
mengundangmu maka sambutlah..” (Hadits ini diriwayatkan Abu Daud, Nasa’I dan
Ahmad, dari Abdulloh bin Umar radhiyallohu ‘anhuma)
Akhirnya ia serahkan surat itu
kepada si pendengki. Ia pun berjalan hingga menyerahkannya kepada gubernur yang
dimaksud. Ketika gubernur itu membuka surat dan membacanya, ia berkata,
“Tahukah kamu apa yang ditulis raja dalam surat itu?” Ia berkata, “Tidak, tapi
biasanya raja tidak menulis dengan tangannya langsung selain memerintahkan
untuk memberikan hadiah.” Gubernur berkata, “Ketahuilah, bahwa raja
memerintahkanku untuk menyembelihmu dan meletakkan kulitmu dalam sebuah wadah
lalu mengirim wadah itu kepadanya.” Kontan saja sipendengki itu berkata, “Demi
Alloh, perintah itu sebenarnya bukan untukku tapi untuk orang lain. Aku ini
hanya pesuruh dan ingin berbuat baik kepadanya.”
Gubernur itu berkata kepadanya,
“Demi Alloh, aku tidak akan menolak perintah raja. Aku harus melaksanakannya.”
Akhirnya si pendengki diikat dan dibawa ke lapangan eksekusi, kemudian
dihamparkan tikar kulit untuknya, setelah ia disembelih dan dikuliti, dan kulit
itu diletakkan disebuah wadah, lalu wadah itupun dikirim kepada raja.
Sementara itu, si penasihat raja
yang jadi sasaran kedengkiannya itu kembali kepada raja dan berkata, “Berbuat
baiklah kepada orang baik karena kebaikannya. Adapun orang jahat cukuplah
kejahatannya sendiri yang akan melindungimu.” Raja bertanya kepadanya tentang
surat itu, maka ia memberitahu bahwa si fulan telah mengambilnya. Beberapa hari
kemudian, datanglah utusan gubernur yang mengantarkan kulit si pendengki yang
terbungkus dalam sebuah wadah. Raja terheran-heran dengan hal itu, lalau ia
memanggil si penasihat yang didengki itu dan bertanya kepadanya, “Buakankah
kamu mengatakan bahwa mulutku berbau busuk?”
Ia menjawab, “demi Alloh, tidak. Aku
tidak mengatakannya, dan tidak pantas aku mengataknnya.”
Raja bertanya lagi, “Lalu kenapa
engkau letakkan tanganmu di mulutmu ketika kamu berbincang denganku saat itu?”
Si penasihat berkata, “Sesungguhnya
si fulan –yakni si pendengki yang kini sudah mati itu- mengundangku pada acara
walimah dan banyak menghidangkan bawang, maka aku tidak ingin Anda mencium
aroma bawang karena mengingat tingginya kedudukan Anda.” Mendengar itu, raja
mengatakan kepadanya, “Kamu benar, berbuat baiklah kepada orang baik karena
kebaikanya adapun orang jahat, cukuplah kejahatannya sendiri yang akan
membalasnya.”
Sipendengki kini pergi sebagai
korban dari kedengkiannya sendiri, sebagai mayat yang dibenci. Ia merugi di
dunia, sedangkan di akhirat ia akan berurusan dengan Rabbnya. Maha Benar Alloh
yang berfirman, “….Hai manusia, sesungguhnya (bencana) kezhalimanmu akan
menimpa dirimu sendiri…” (Yunus: 23)
Faidah yang dapat diambil dari kisah tersebut adalah, hendaknya setiap orang berbuat baik kepada sesama dan tidak berbuat jahat kepada siapapun. Perbuatan baik akan dibalas dengan kebaikan dan perbuatan jahat akan mendapat balasan kejahatan.
EmoticonEmoticon