PENGIRIM SURAT DISEMBELIH DAN DIMUTILASI

September 03, 2014


            Ada sebuah kisah, bahwa dulu ada seorang lelaki yang cukup memiliki kedudukan di sisi seorang raja. Raja mencintai orang ini dan akrab dengannya serta menjadikannya sebagai penasihat. Di antara yang sering ia katakan kepada raja, “Balaslah kebaikan orang yang berbuat kebaikan karena kebaikannya. Sedangkan pelaku kejahatan, cukuplah kejahatannya sendiri yang akan melindungimu.”

            Betapa indahnya teman dekat yang baik itu yang selalu menasihati pemimpin dan rakyat. Pemberi nasihat yang tulus pastilah akan mendapati gangguan dari para pendengki yang memenuhi bumi ini untuk berbuat kerusakan di dalamnya, yang bertujuan memutuskan jalinan kasih sayang dan keakraban antara orang-orang yang saling mencintai dan berteman

           
Demikian juga si penasihat raja ini, ia tak luput dari musuh-musuhnya yang dengki melihat kedudukannya. Kemudian mereka mengadukan sebuah fitnah tentangnya kepada raja untuk merusak hubungan keduanya. Salah satu dari pendengki itu melaporkan kepada raja bahwa orang dekatnya yang mereka dengki itu pernah mengatakan bahwa mulut raja berbau busuk. Raja bertanya kepada sipendengki, “Bagaimana aku bisa memastikan hal itu darinya?” si pendengki berkata, ‘Jika ia datang kepadamu dan berdiri di sampingmu, ia akan meletakkan tangannya di mulutnya.”

            Raja berkata, ‘Aku akan lihat dan pastikan berita ini, supaya aku tidak menghukumnya secara sembarangan.”

            Maka mulailah si pendengki menjalankan rencananya terhadap orang yang didengki. Ia mengundangnya untuk menghadiri sebuah pesta walimah di rumahnya, dalam pesta itu ia perbanyak hidangan makanan dari bawang.

            Begitu selesai, ia dibiarkan seperti biasa menemui raja. Penasihat yang didengki ini pun berdiri di samping raja untuk melayaninya. Raja ingin mengujinya, ia berkata kepadanya, “Kemarilah mendekat kepadaku.” Ia pun mendekat dan raja mengajaknya berbincang-bincang. Benar saja, penasihat yang didengki itu meletakkan tangannya di mulutnya karena hawatir raja akan mencium bau bawang seperti direncanakan si pendengki. Padahal, ini adalah adab yang tinggi yang tidak diketahui oleh selain orang-orang yang memiliki kedudukan tinggi. Dalam hatinya, raja itu berkata, “Benar juga orang itu..” –maksudnya adalah si pendengki- , “… orang ini pasti mengatakan bahwa mulutku berbau busuk. Aku benar-benar akan menyiksanya dengan siksaan yang pedih dan akan kujadikan dia sebagai pelajaran bagi yang lain.”


            Setelah itu, raja mengambil pena dan secarik kertas, dan biasanya raja itu tidak menulis dengan tangannya sendiri selain untuk memberikan hadiah atau menjalin kerja sama. Semua orang pasti gembira jika melihat raja menulis dengan tangannya sendiri, karena mereka mengira pasti itu pemberian. Maka dalam surat itu ia menulis kepada salah satu gubernurnya: “Jika datang pembawa surat ini, sembelih dia. Setelah itu kuliti dia dan masukkan kulitnya dalam sebuah wadah lalu kirimkan kepadaku.”

            Surat itu pun ia serahkan kepada penasihat yang didengki. Raja berpesan, “Bawa surat ini kepada gubernur fulan…” si penasehat menjawab, “Aku mendengar dan aku ta’at.” Kasihan betul orang ini ia mengira dalam surat itu raja menyuruh memberikan mandat atau menjalin hubungan, sehingga ia merasa sangat senang bukan kepalang.  Akan tetapi Alloh subhanahu wa ta’ala menjaganya karena Alloh menakdirkan si pendengki tadi menghadangnya dalam perjalanan.

Ia bertanya kepadanya, “Mau ke mana kamu?”
“Hendak menemui gubernur Fulan, “ Jawabnya
“Ada perlu apa?” Tanya si pendengki lagi
“Raja menulis surat dengan tangannya sendiri untukku, dan memerintahkanku untuk menyerahkannya kepada gubernur itu, dan aku berharap isinya adalah hubungan kerja sama.”

            Si pendengki berkata, “Aku minta kepadamu, dengan nama Alloh, berikan surat itu kepadaku.” Oran yang didengki tentu saja menolak. “Aku tidak akan memberikan surat raja kepadamu, aku tidak akan menganggapnya urusan sepele,” Katanya.

            Ia berkata lagi, “Aku minta kepadamu, dengan nama Alloh berikan surat itu kepadaku.” Orang ini  terus membujuknya hingga akhirnya ia ingin mengamalkan perintah Rasululloh shallallahu ‘alayhi wa sallam dalam sabadanya, “Siapa yang meminta dengan menyebut nama Alloh, maka berilah. Dan siapa yang meminta perlindungan dengan menyebut nama Alloh, maka lindungilah. Dan siapa mengundangmu maka sambutlah..” (Hadits ini diriwayatkan Abu Daud, Nasa’I dan Ahmad, dari Abdulloh bin Umar radhiyallohu ‘anhuma)

            Akhirnya ia serahkan surat itu kepada si pendengki. Ia pun berjalan hingga menyerahkannya kepada gubernur yang dimaksud. Ketika gubernur itu membuka surat dan membacanya, ia berkata, “Tahukah kamu apa yang ditulis raja dalam surat itu?” Ia berkata, “Tidak, tapi biasanya raja tidak menulis dengan tangannya langsung selain memerintahkan untuk memberikan hadiah.” Gubernur berkata, “Ketahuilah, bahwa raja memerintahkanku untuk menyembelihmu dan meletakkan kulitmu dalam sebuah wadah lalu mengirim wadah itu kepadanya.” Kontan saja sipendengki itu berkata, “Demi Alloh, perintah itu sebenarnya bukan untukku tapi untuk orang lain. Aku ini hanya pesuruh dan ingin berbuat baik kepadanya.”

            Gubernur itu berkata kepadanya, “Demi Alloh, aku tidak akan menolak perintah raja. Aku harus melaksanakannya.” Akhirnya si pendengki diikat dan dibawa ke lapangan eksekusi, kemudian dihamparkan tikar kulit untuknya, setelah ia disembelih dan dikuliti, dan kulit itu diletakkan disebuah wadah, lalu wadah itupun dikirim kepada raja.

            Sementara itu, si penasihat raja yang jadi sasaran kedengkiannya itu kembali kepada raja dan berkata, “Berbuat baiklah kepada orang baik karena kebaikannya. Adapun orang jahat cukuplah kejahatannya sendiri yang akan melindungimu.” Raja bertanya kepadanya tentang surat itu, maka ia memberitahu bahwa si fulan telah mengambilnya. Beberapa hari kemudian, datanglah utusan gubernur yang mengantarkan kulit si pendengki yang terbungkus dalam sebuah wadah. Raja terheran-heran dengan hal itu, lalau ia memanggil si penasihat yang didengki itu dan bertanya kepadanya, “Buakankah kamu mengatakan bahwa mulutku berbau busuk?”

            Ia menjawab, “demi Alloh, tidak. Aku tidak mengatakannya, dan tidak pantas aku mengataknnya.”

            Raja bertanya lagi, “Lalu kenapa engkau letakkan tanganmu di mulutmu ketika kamu berbincang denganku saat itu?”

            Si penasihat berkata, “Sesungguhnya si fulan –yakni si pendengki yang kini sudah mati itu- mengundangku pada acara walimah dan banyak menghidangkan bawang, maka aku tidak ingin Anda mencium aroma bawang karena mengingat tingginya kedudukan Anda.” Mendengar itu, raja mengatakan kepadanya, “Kamu benar, berbuat baiklah kepada orang baik karena kebaikanya adapun orang jahat, cukuplah kejahatannya sendiri yang akan membalasnya.”


            Sipendengki kini pergi sebagai korban dari kedengkiannya sendiri, sebagai mayat yang dibenci. Ia merugi di dunia, sedangkan di akhirat ia akan berurusan dengan Rabbnya. Maha Benar Alloh yang berfirman, “….Hai manusia, sesungguhnya (bencana) kezhalimanmu akan menimpa dirimu sendiri…” (Yunus: 23)

         Faidah yang dapat diambil dari kisah tersebut adalah, hendaknya setiap orang berbuat baik kepada sesama dan tidak berbuat jahat kepada siapapun. Perbuatan baik akan dibalas dengan kebaikan dan perbuatan jahat akan mendapat balasan kejahatan.

Artikel Terkait

Previous
Next Post »