NEO MURJI'AH

Februari 13, 2017
Mukadimah
Jika kita perhatikan tulisan-tulisan, diskusi, seminar bahkan wawancara yang dilakukan terhadap sebagian aktifis Islam pada saat ini, kita akan mendapatkan seolah-olah sekte sesat yang diblacklist oleh Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam telah hilang kecuali Khawarij. Bagi mereka seolah-olah bumi ini telah bersih dari orang-orang kafir, murtad, zindiq, sekuler dan yang tersisa hanyalah kesesatan Khawarij. Dalam halusinasi mereka seolah-olah Khawarij ini sedang bangkit kembali untuk meraih Khalifah Rasyidah!
Tulisan ini bukan merupakan pembelaan terhadap kaum Khawarij karena tidak ada artinya membela kelompok sesat tersebut. Namun di sini penyusun hanya ingin menjelaskan bahwa tidak sedikit yang menuduh Khawarij salah alamat. Bahkan kita temukan mereka yang menuduh ternyata terjerumus dalam paham Khawarij sendiri. Mereka menganggap sesat selain kelompok dan golongannya. Tidak tanggung-tanggung mengkafirkan masyarakat suatu negara secara general. Bahkan ketika menghadiri Mu’tamar Ahli Sunnah di Texas Amerika ada kalangan yang menyatakan, bahwa Jama’ah Tabligh dan Jam’iyyah Syar’iyyah merupakan dua kelompok yang akan masuk neraka.!

Ilmu macam apa yang mereka miliki dan pelajari? Kesesatan macam apa yang mereka anut kalau bukan kesesatan Khawarij? Mereka memusuhi (memerangi) Umat Islam dan membiarkan para penyembah berhala!

Maka wajar jika pada saat itu salah seorang murid Syekh Utsaimin, seorang dai’ Mesir berkaliber internasional Syekh Muhammad Hassan menegur mereka dan meluruskan pemahaman mereka yang keliru. Namun dikarenakan watak mereka yang suka ‘ngeyel’, merekapun tetap tidak menerima nasehat berharga tersebut. Pada akhirnya Syekh Shafwat Nuruddin –rahimahullah- (Ketua Jama’ah Anshar As Sunnah saat itu) berdiri dan mengutarakan kekecewaannya. “Jauh-jauh kita datang dari negri kita, tapi kita tidak mendapatkan apa yang kita cari, kita sesama Ahli Sunnah justru bertengkar di sebuah negri non Islam.”

Mereka yang menuduh kalangan lain sebagai Khawarij ternyata mereka juga merupakan bagian dari kelompok sesat tersebut. Bahkan kedok mereka akhirnya terbuka, mereka adalah jaringan Neo Murji’ah. Cukuplah fatwa yang keluar dari Komisi Fatwa Kerajaan Saudi yang menjelaskan siapa sebenarnya mereka .

Sikap Syaikh Utsaimin
Adapun penjelasan sebagian kalangan bahwa Syekh Utsaimin menyayangkan fatwa tersebut, hal ini bukan berarti fatwa itu salah. Bahkan kita mendapatkan penjelasan bahwa Syekh Utsaimin tidak setuju dengan keyakinan Syekh AlBani bahwa kekafiran terjadi hanya dikarenakan istihlal (penghalalan) dan juhud (penolakan) saja. Hal ini sebagaimana dimuat dalam buku “Min Fitnati Takfir” karya Syekh Abu Lauz. Syekh Utsaimin berkata: “Namun kita menyelisihi beliau (Syekh AlBani) dalam sebuah permasalahan, bahwa mereka tidak dihukumi kafir hingga mereka meyakini halalnya (tidak berhukum kepada hukum Allah). Permasalahan tersebut perlu dipertimbangkan lagi. Kami katakan, barang siapa yang meyakini halalnya (tidak berhukum dengan hukum Allah) meskipun ia berhukum dengan hukum Allah dan dia meyakini hukum selain Allah lebih utama. Maka dia kafir, kafir karena keyakinan…(hal. 28) .”

Sebuah Perbandingan
Kita tidak menafikan, pada masa ini ada kalangan yang berfaham Khawarij. Seperti yang terjadi di Mesir, ada kelompok yang mengaku sebagai “Jama’ah Muslimin” dan media massa menyebutnya Jama’ah Takfir Wal Hijrah yang dipimpin oleh Musthafa Syukri. Kelompok ini mudah sekali mengkafirkan kalangan yang bukan dari kelompoknya. Konon yang tidak dikafirkan olehnya ada dua: Mentri Kesehatan dan Perhubungan. Bahkan dia berani mengkafirkan Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alayhi wa sallam.

Namun perlu dijadikan bahan renungan bahwa Khawarij pada saat ini jumlahnya tidak terlalu signifikan jika dibandingkan dengan kelompok-kelompok sesat lainnya. Coba bandingkan dengan kelompok sesat lainnya yang ada di permukaan bumi ini! Kaum kafir, Kelompok Sekuler, Syi’ah, Ahmadiyah, Murji’ah, Quburiyah dan lain-lain.

Dan perlu dicatat juga, tidak semua orang yang bertentangan dengan penguasa harus diberi label Khawarij. Bukankah suri tauladan kita, Nabi Ibrahim bersebrangan dengan penguasa saat itu. Bukankah Nabi Musa bersebrangan dengan pemerintahan Fir’aun dan keluar ke Negri Madyan? Bukankah nabi kita Muhamad shallallahu ‘alayhi wa sallam bersebrangan dengan para pemimpin saat itu dan keluar meninggalkan Mekkah menuju Madinah? Apakah mereka Khawarij? Apakah para penguasa itu adalah Ulil Amri? Tentu saja bukan!!

Dengan demikian tuduhan Khawarij bukan pada tempatnya merupakan tuduhan klasik. Husein bin Ali beserta pengiringnya yang keluar menuju Kufah, Abdullah bin Zubeir, Sulaiman bin Shord dengan At Taubahnya yang berjumlah 3000 pasukan, Imam Ahmad, Imam Nawawi, Izuddin Abdul Salam, Ibnu Taimiyah, Muhamad bin Abdul Wahab dan lain-lain.

Tidak semua orang yang menyerukan pentingnya syariat harus diberi label Khawarij. Tidak semua orang yang mengatakan “Laa Hukma Illa lillah” (tidak ada hukum kecuali hukum Allah) mereka adalah Khawarij. Pernyataan itu adalah makna dari pernyataan seorang nabi yang mulia dan merupakan putra dari seorang nabi yang mulia, dialah Yusuf ‘alayhissalam. Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah, Yusuf berkata: “Keputusan (hukum) itu hanyalah kepunyaan Allah.” (Yusuf: 40).
Setelah Rasul shallallahu ‘alayhi wa sallam wafat, slogan tersebut dilontarkan oleh Khawarij pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib. Pada masa itu Ali merupakan khalifah yang sah, berpihak kepada umat Islam, menegakan syari’at Allah, mengibarkan panji jihad, memberikan loyalitas kepada orang-orang beriman dan memusuhi orang-orang kafir.

Permasalahannya kemudian, siapakah yang berani mengatakan penguasa (baca Ulil Amri) saat ini sama dengan Khalifah Ali bin Abi Thalib? Undang-undang yang digunakan saat ini apakah sama dengan undang-undang yang diberlakukan pada masa Khalifah Ali?

Di sini perlu kiranya kita merenungkan pernyataan Syekh Abdullah bin Abdul Hamid Al Atsari dalam bukunya “Al Wajiz Fi Aqidati as Salaf as Shalih” (Ahli Sunnaah Wal Jama’ah, hal 169 ) . Beliau berkata: “Adapun jika (para penguasa) menihilkan syariat Allah, tidak berhukum dengannya dan berhukum dengan yang lain maka mereka telah keluar dari ketaatan kaum muslim dan manusia tidak wajib mentaatinya. Karena mereka telah menyia-nyiakan tujuan imamah (kepemimpinan) yang dengan keberadaannya ia diangkat, berhak didengar, ditaati dan tidak boleh keluar darinya. Ulil Amri berhak mendapatkan itu semua dikarenakan mereka melaksanakan kepentingan (urusan) kaum muslim, menjaga dan menyebarkan agama, melaksanakan hukum-hukum, menjaga perbatasan, memerangi orang-orang yang menolak Islam setelah mendakwahinya, mencintai kaum muslimin dan memusuhi orang-orang kafir.

Jika dia tidak menjaga agama atau tidak melaksanakan urusan kaum muslim maka telah hilang darinya hak kepemimpinan. Dan wajib bagi umat (dalam hal ini diwakili oleh Ahlul Halli Wal ‘Aqdi, karena kepada merekalah kembalinya kendali permasalahan) untuk mencopotnya dan menggantinya dengan yang lain yang punya kapabilitas untuk merealisasikan tujuan kepemimpinan.

Ketika Ahli Sunnah tidak memperbolehkan keluar dari para pemimpin yang dzalim dan fasik -karena kejahatan dan kedzaliman tidak berarti menyia-nyiakan agama- maka yang dimaksud mereka adalah pemimpin yang berhukum dengan syariat Allah. Kalangan As Salaf As Shalih tidak mengenal istilah pemimpin (Ulil Amri pent-) yang tidak menjaga agama. Menurut mereka pemimpin seperti ini bukanlah Ulil Amri. Yang dimaksud kepemimpinan (Ulil Amri) adalah menegakan agama. Setelah itu baru ada yang namanya kepemimpinan yang baik dan kepemimpinan yang buruk.”

Pembaca budiman, sebagaimana telah disebutkan di awal bahwa mereka yang menuduh kalangan yang ingin menegakan syariat dengan sebutan Khawarij ternyata mereka juga merupakan generasi Murji’ah. Lantas siapakah sebenarnya Murji’ah? Maka di sini kita akan kutipkan pernyataan-pernyataan yang datang dari ulama terdahulu (As Salaf As Shalih) seputar Murji’ah.

Murji’ah dan Pernyataan Ulama Salaf
Paham murji’ah ini bisa berbahaya bagi ajaran Islam dan pemeluknya. Bahkan Syekh DR. Bakr Abu Zaid dalam bukunya ‘Dar’ul Fitnah ‘An Ahli Sunnah’ menyebutkan di antara dampak negatif paham Murji’ah adalah meremehkan shalat, syariat Islam dan jihad di jalan Allah.

Selain dari buku-buku tadi yang membongkar syubhat neo murji’ah bisa juga dilihat buku Al Hukmu Bighaeri Maa Anzalallah Ahwaluhu Wa Ahkaamuhu karya Prof. DR. Shalih Al Mahmud , Ar Rudud karya DR. Bakr Abu Zaid dan At Tawassuth Wal Iqtishad Fi Annal Kufro Yakuunu Bil Qaul Awil Fi’li Awil I’toqad karya Alwi bin Abdul Qadir As Saqqaf. Buku terakhir ini telah dibaca oleh Syekh Bin Baz, diberi pengantar, diwasiatkan untuk dicetak dan disebarkan.

Sa’id bin Jabir (wafat Th. 95H)
Ummu Abdillah bin Habib dari ibunya berkata: “Aku mendengar Sa’id bin Jabir ketika menyebut Murji’ah, beliau berkata: “Mereka adalah Yahudi.”

Ibrahim An Nakha’i (Wafat th. 96 H)
Sa’id bin Shalih berkata: “Ibrahim berkata: “Sesungguhnya fitnah Murji’ah lebih dikhwatirkan dari pada fitnah Azariqah.”

Muhamad bin Ali bin Al Husain (Wafat th. 118 H)
Muhamad bin Muslim berkata, Abu Ja’far Muhamad bin Ali bin Al Husain berkata: “Tidaklah kemiripan malam dan siang melebihi kemiripan Murji’ah dan Yahudi.”

Ditulis oleh: Abu Hatim, Lc.


Artikel Terkait

Previous
Next Post »

1 komentar:

Write komentar