Di antara makna-makna
yang menyebabkan bulan puasa dinamakan dengan bulan Ramadhan adalah bulan
terbakarnya dosa-dosa. Di bulan Ramadhan, dosa-dosa terbakar habis. Kata رَمَضَانُ adalah masdar dari رَمْضَ yang berarti terbakar, kemudian dari kata
ini ada الرَمْضَاءُ yang berarti sisa-sisa pembakaran.
Imam al-Qurtubi rahimahullah berkata:
إِنَّمَا سُمّيَ
رَمَضَانُ لِأَنَّهُ يَرْمِضُ الذُّنُوْبَ، أَيْ يَحْرِقُهَا بِالأَعْمَالِ
الصَّالِحَةِ
“Bulan Ramadhan disebut
dengan ‘Ramadhan’ karena ia membakar dosa-dosa dengan amal shalih” (Tafsir al-Qurtubi, 2/291)
Maka bulan puasa ini
memiliki kekususan sendiri. Karena hanya dengan berpuasa di bulan tersebut,
disertai keimanan dan mencari pahala, dosa-dosa menjadi terbakar. Rasulullah shallallahu
‘alayhi wa sallam bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ
إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa yang
berpuasa Ramadhan karena iman dan ihtisab niscaya dosanya yang telah berlalu
akan diampuni.” (Muttafaq ‘alaih).
Pembakaran dosa-dosa itu
semakin besar tatkala seseorang mengerjakan qiyamullail dengan
penuh iman dan karena mencari pahala. Karena Rasulullah shallallahu ‘alayhi
wa sallam bersabda:
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ
إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barang siapa shalat
malam di bulan Ramadhan karena keimanan dan mencari pahala, niscaya diampuni
dosa-dosanya yang lalu” (Muttafaqun ‘alaih)
Terbakarnya dosa-dosa
itu semakin besar lagi ketika seseorang menghidupkan malam lailatul
Qadar . ini sesuai dengan sabda Rasulullah shallallahu ‘alayhi
wa sallam yang berbunyi:
مَنْ قَامَ لَيْلَةَ
القَدْرِ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barang siapa
menghidupkan Lailatul Qadar karena keimanan dan mencari pahala, niscaya
diampuni dosa-dosanya yang lalu.” (HR. Bukhari)
Perlu diketahui di sini
bahwa puasa bulan Ramadhan, qiyamulail, dan menghidupkan lailatul
Qodar.. dijadikan oleh Allah subhanahu wa ta’ala untuk
mengampuni dosa-dosa kita yang terdahulu, kecuali dosa-dosa besar.
Sebagaimana sabda
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam:
االصَّلَوَاتُ الخَمْسُ،
وَالْجُمُعَةُ إِلَي الجُمُعَةِ، وَرَمَضَانُ إِلَي رَمَضَانِ مُكَفِّرَاتٌ لِمَا
بَيْنَهُنَّ مَااجْتُنِبَتِ الْكَبَائِرُ
“Shalat lima waktu,
Jum’at yang satu menuju Jum’at yang lain dan bulan Ramadhan menuju bulan
Ramadhan yang lain ada penghapusan dosa-dosa selama seseorang menghindari
dosa-dosa besar.” (HR. Muslim no. 233)
Disamping terbakarnya
dosa-dosa di bulan Ramadhan karena puasa dan qiyamul lail, dengan usahanya
seseorang sangat mungkin memperluas pembakaran dosa-dosanya. Sehingga seluruh
dosanya, baik yang besar maupun yang kecil, yang sudah lama maupun yang akan
datang akan terbakar.
Dan itu dilakukan dengan
memenuhi syarat-syarat taubat nasuha dari setiap dosa, untuk memenuhi perintah
Allah subhanahu wa ta’ala yang berbunyi:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا (٨)
“Hai orang-orang yang
beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang
semurni-murninya).” (QS. At-Tahrim: 8)
Taubat nashuha adalah
dengan meninggalkan dosa sekarang juga, menyesal atas dosa-dosa yang telah lalu
dan bertekad kuat tidak mengulangi perbuatan dosa itu di masa depan. Juga
dengan meminta maaf kepada orang-orang yang pernah dizhalimi.
Imam al-Qurthubi rahimahullah ketika
menafsirkan ayat di atas dia berkata:
“Taubat nashuha, ada
yang mengatakan ia adalah taubat dengan tidak kembali kepada dosa itu,
sebagaimana susu tidak kembali ke tempat keluarnya. Qotadah berkata: ‘Tuabat
nasuha adalah taubat yang tulus dan murni’. Hasan berkata: “Taubat nasuha
adalah jika seseorang membenci dosa yang sebelumnya dia sukai dan beristighfar
dari dosa saat mengingatnya.’ Said bin Jubair berkata; ‘Taubat nasuha adalah
taubat yang diterima. Dan taubat tidak akan diterima selain dengan tiga syarat;
takut tidak diterima, mengharap agar taubatnya diterima, dan ketagihan untuk
menlakukan ketaatan.”
Taubat nasuha bisa
terpelihara dengan senantiasa mengulang istighfar. Ini seperti yang biasa
dilakukan oleh Nabi Shallallahu ‘alayhi wa sallam beliau
senantisasa beristigfar, seperti yang beliau sabdakan;
واللهِ إِنِّي
لَأَسْتَغْفِرُ اللهَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ فِي اليَوْمِ أَكْثَرَ مِنْ سَبْعِيْنَ
مَرَّةً
“Demi Allah! Saya
beristighfar dan bertaubat kepada Allah dalam satu hari lebih dari tujuh puluh
kali.” (HR. Bukhari)
Ada hal yang istimewa
dari istighfar. Istighfar itu memelihara amal ketaatan dari kerusakan. Serta
menyucikan amal ketaatan tersebut dari kekurangan-kekurangan. Karena alasan
inilah maka istighfar dijadikan sebagai penutup seluruh amal shalih. Shalat diakhiri dengan istighfar. Demikian
halnya dengan haji dan qiyamulalil. Majelis juga ditutup dengan istighfar.
Jika majelis itu berisi
dzikir maka istighfar menjadi penyempurna dan pelengkapnya. Tapi jika dalam
majelis itu ada hal-hal yang sia-sia maka istighfar sebagai penebusnya.
Demikian halnya dengan puasa Ramadhan. Ia seharusnya ditutup dengan istighfar.
Artikel Lainnya:
Persiapkan Diri Anda Sebelum Ramadhan Tiba
Khutbah Jum'at Menyambut Bulan Ramadhan
Seputar Puasa Ramadhan
Cara Membayar Fidyah
Mengkhususkan Beberapa Hari di Bulan Rajab Untuk Berpuasa
Ramadhan Training Istiqamah
Kemaksiatan Di Bulan Ramadhan Dosanya Lebih Besar
Hal-hal Yang Membatalkan Puasa dan Wajib Mengqadhanya
Lailatul Qadar "Malam Kemuliaan"
Ramadhan Sebentar Lagi Berlalu, Bagaimana Cara Melepas Ramdhan
Persiapkan Diri Anda Sebelum Ramadhan Tiba
Khutbah Jum'at Menyambut Bulan Ramadhan
Seputar Puasa Ramadhan
Cara Membayar Fidyah
Mengkhususkan Beberapa Hari di Bulan Rajab Untuk Berpuasa
Ramadhan Training Istiqamah
Kemaksiatan Di Bulan Ramadhan Dosanya Lebih Besar
Hal-hal Yang Membatalkan Puasa dan Wajib Mengqadhanya
Lailatul Qadar "Malam Kemuliaan"
Ramadhan Sebentar Lagi Berlalu, Bagaimana Cara Melepas Ramdhan
Baca Juga Artikel Berikut:
EmoticonEmoticon