Beliau adalah Hafshah putri dari Umar bin Khaththab, seorang
sahabat agung yang melalui perantaraan beliaulah Islam memiliki wibawa. Hafshah adalah seorang wanita yang masih muda dan
berparas cantik, bertakwa dan termasuk wanita yang disegani.
Pada mulanya, beliau
dinikahi oleh salah seorang sahabat yang mulia bernama Khunais bin Khudzafah
bin Qais As-Sahmi Al-Quraisyi yang pernah berhijrah dua kali, ikut dalam perang
Badar dan perang Uhud. Setelah itu, beliau wafat di negeri hijrah karena sakit
yang beliau alami sewaktu perah Uhud. Beliau meninggalkan seorang janda yang
masih muda dan bertakwa yakni Hafshah yang ketika itu masih berumur 18 tahun.
Umar benar-benar merasakan
gelisah dengan keadaan putrinya yang menjanda dalam keadaan masih muda. Beliau masih
merasakan kesedihan dengan wafatnya menantunya yang juga seorang muhajir dan
mujahid. Beliau mulai merasakan kesedihan setiap kali masuk rumah melihat
putrinya dalam keadaan berduka. Setelah berpikir panjang, maka Umar
berkesimpulan untuk mencarikan suami lagi putrinya sehingga dia dapat bergaul
dengannya dan agar kebahagiaan yang telah hilang tatkala dia menjadi seorang
istri selama kurang lebih enam bulan dapat kembali.
Akhirnya, pilihan Umar
jatuh pada Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu, orang yang paling
dicintai oleh Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam, karena Abu Bakar
dengan sifat tenggang rasa dan kelembutannya dapat diharapkan membimbing
Hafshah yang mewarisi watak bapaknya yakni bersemangat tinggi dan berwatak
tegas. Maka, segeralah Umar menemui Abu Bakar dan menceritakan parihal Hafshah,
beserta ujian yang menimpa dirinya yakni berstatus janda. Sedangkan ash-Shiddiq
memperhatikan dengan rasa iba dan belas kasihan. Kemudian barulah Umar menawari
Abu Bakar agar mau memperistri putrinya. Dalam hatinya dia tidak ragu bahwa Abu
Bakar mau menerima seorang wanita yang masih muda bertakwa, putri dari seorang
laki-laki yang dijadikan oleh Allah penyebab untuk menguatkan Islam. Namun ternyata
Abu Bakar tidak memberi jawaban apa-apa. Maka berpalinglah Umar dengan membawa
kekecewaan hatinya yang hampir-hampir dia tidak percaya (dengan sikap Abu
Bakar). Kemudian dia melangkahkan kakinya menuju Utsman bin Affan yang mana ketika
itu istri beliau yang bernama Ruqayyah binti Rasulullah, telah wafat karena
sakit yang dideritanya.
Umar menceritakan perihal
putrinya kepada Utsman dan menawari beliau agar mau menikahi putrinya, namun
beliau menjawab, “Aku belum ingin nikah hari
ini.” Semakin bertambahlah kesediah Umar atas penolakan Utsman tersebut setelah
ditolak oleh Abu Bakar. Dan beliau merasa malu untuk bertemu dengan salah
seorang dari kedua sahabatnya tersebut, padahal mereka berdua adalah kawan
karibnya dan teman kepercayaannya yang paham betul tentang kedudukannya. Kemudian
beliau menghadap Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam dan mengadukan
keadaan dan sikap Abu Bakar maupun Utsman. Maka tersenyumlah Rasulullah shallallahu
‘alayhi wa sallam seraya bersabda:
يَتَزَوَّجُ حَفْصَةً مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنْ
عُثْمَانٍ، وَيَتَزَوَّجُ عُثْمَانُ مَنْ هُوَ خَيْرُ مِنْ حَفْصَةٍ
“Hafshah akan dinikahi oleh
orang yang lebih baik dari Abu Bakar dan Utsman, sedangkan Utsman akan menikahi
wanita yang lebih baik daripada Hafshah.” (HR. Al-Bukhari)
Wajah Umar bin Khathtab berseri-seri kerena kemuliaan yang
agung ini yang mana belum pernah terlintas dalam angan-angannya. Hilanglah segala
kesusahan di hatinya, maka dengan segera dia menyampaikan kabar gembira
tersebut kepada setiap orang yang dicintainya, sedangkan Abu Bakar adalah orang
yang pertama kali beliau temui. Maka tatkala Abu Bakar melihat Umar dalam
keadaan gembira dan suka cita, maka beliau mengucapkan selamat kepada Umar dan
meminta maaf kepada Umar sambil berkata, “Janganlah engkau marah kepadaku wahai
Umar, karena aku telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam
menyebut-nyebut Hafshah, hanya saja aku tidak ingin membuka rahasia Rasulullah shallallahu
‘alayhi wa sallam, seandainya beliau menolak Hafshah maka pastilah aku mau
menikahinya.”[1] Maka Madinah
mendapat barakah dengan indahnya pernikahan Nabi shallallahu ‘alayhi wa
sallam dengan Hafshah binti Umar pada bulan Sya’ban tahun ketiga Hijriyah. Begitu
pula barakah dari pernikahan Utsman bin Affan dengan Ummi Kultsum binti
Muhammad shallallahu ‘alayhi wa sallam pada bulan Jumadil Akhir tahun
ketiga Hijriyah juga.
Begitulah, Hafshah bergabung dengan istri-istri Rasulullah
dan Ummahatul Mukminin yang suci. Di dalam rumah tangga nubuwwah ada istri
selain beliau yakni Saudah dan ‘Aisyah. Maka, tatkala ada kecemburuan beliau
mendekati ‘Aisyah karena dia lebih pantas dan layak untuk cemburu. Beliau senantiasa
mendekati dan mengalah dengan ‘Aisyah, mengikuti pesan bapaknya (Umar) yang
berkata, “Betapa kerdilnya engkau bila dibanding dengan ‘Aisyah dan betapa
kerdilnya ayahmu ini apabila dibandingkan dengan ayahnya.”
Hafshah dan ‘Aisyah pernah menyusahkan Nabi, maka turunla
ayat:
إِن تَتُوبَآ إِلَى ٱللَّهِ
فَقَدۡ صَغَتۡ قُلُوبُكُمَاۖ وَإِن تَظَٰهَرَا عَلَيۡهِ فَإِنَّ ٱللَّهَ هُوَ
مَوۡلَىٰهُ وَجِبۡرِيلُ وَصَٰلِحُ ٱلۡمُؤۡمِنِينَۖ وَٱلۡمَلَٰٓئِكَةُ بَعۡدَ
ذَٰلِكَ ظَهِيرٌ ٤
“Jika kamu berdua bertaubat
kepada Allah, maka sesungguhnya hati kamu berdua telah condong (untuk menerima
kebaikan); dan jika kamu berdua bantu-membantu menyusahkan Nabi, maka
sesungguhnya Allah adalah Pelindungnya dan (begitu pula) Jibril dan orang-orang
mukmin yang baik; dan selain dari itu malaikat-malaikat adalah penolongnya pula.” (QS. At-Tahrim: 4)
Telah diriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam
telah menalak sekali untuk Hafshah tatkala Hafshah dianggap menyusahkan Nabi,
namun beliau rujuk kembali dengan perintah Jibril ‘alayhissalam, yang mana
Jibril berkata:
إِنَّهَا
صَوَّامَةٌ قَوَّامَةٌ، وَهِيَ زَوْجَتُكَ فِي الْجَنَّةِ
“Dia adalah seorang wanita yang rajin puasa, rajin shalat dan
dia adalah istrimu di surga.” (HR. Abu Dawud, shahih)
Hafshah pernah merasa
bersalah karena menyebabkan kesusahan dan penderitaan Nabi dengan menyebarkan
rahasianya, namun akhirnya beliau menjadi tenang setelah Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam memaafkan beliau. Kemudian Hafshah hidup bersama Nabi
dengan hubungan yang harmonis sebagai seorang istri bersama suaminya. Manakala Rasul
yang mulia telah mengahadap ar-Rafiiqul A’la dan khalifah dipegang
oleh Abu Bakar ash-Shiddiq, maka Hafshah yang dipercaya di antara Ummahatul Mukminin termasuk ‘Aisyah di dalamnya, untuk menjaga mushaf
al-Qur’an yang pertama.
Hafshah radhiyallahu ‘anha mengisi hidupnya sebagai seorang ahli ibadah dan taat
kepada Allah, rajin puasa dan juga shalat, satu-satunya orang yang dipercaya
untuk menjaga keamanan dari undang-undang umat ini, dan kitabnya yang paling
utama yang sebagai mukjizat yang kekal, sumber hukum yang lurus dan akidahnya
yang utuh.
Ayah beliau yang ketika
itu adalah Amirul Mukminin merasakan dekatnya ajal, setelah ditikam oleh Abu Lu’lu’ah
seorang Majusi pada bulan Dzulhijjah tahun 13 Hijriyah, maka Hafshah adalah
putri beliau yang mendapat wasiat yang beliau tinggalkan.
Hafshah wafat pada masa
Mu’awiyyah bin Abu Sufyan radhiyallahu ‘anhu setelah memberikan
wasiat kepada saudaranya yang bernama Abdullah dengan wasiat yang telah
diwasiatkan oleh ayahnya. Semoga Allah meridhai beliau karena beliau telah
menjaga al-Qur’an al-Karim, dan beliau adalah wanita yang disebut Jibril
sebagai Shawwamah dan Qawwamah (Wanita yang rajin
shalat dan puasa) dan bahwa beliau adalah istri Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam di Surga.
Disalin dari Buku “Mereka
Adalah Para Shahabiyat”.
[1]
Diriwayatkan oleh al-Bukhari kitab: an-Nikah, bab: Seseorang
menawarkan putrinya atau saudarinya kepada orang yang baik.
EmoticonEmoticon