Faktor-faktor yang bisa menolong
dalam mencari ilmu amatlah banyak, kami sebutkan diantaranya:
1. Takwa
Taqwa adalah
wasiat Alloh bagi seluruh manusia, baik generasi awal maupun generasi akhir
(lihat QS. An-Nisa: 131). Taqwa pun merupakan wasiat dari Rosululloh shollallohu
‘alayhi wa sallam kepada ummatnya. Dari Abu Umamah Shodai bin ‘Ajlan
Al-Bahili radhiyallohu ‘anhu, dia berkata, “Aku mendengar Rosululloh shollallohu
‘alayhi wa sallam berkhutbah pada waktu haji Wada’, beliau berkata, “Aku
mendengar Rosulullah SAW berkhutbah pada waktu haji Wada’ beliau berkata:
‘Bertakwalah kalian kepada Rabb kalian, peliharalah Sholat yang lima waktu,
kerjakanlah shaum dibulan Ramadhan, tunaikan zakat harta kalian, dan taatilah
pemimpin-pemimpin kalian, maka kalian akan memasuki Surga Rabb kalian.”. Dan taqwa
pun adalah wasiat para shahabat kepada shahabat yang lainnya.
Makna takwa adalah seorang hamba
membuat penjaga (penghalang) antara dirinya dengan sesuatu yang ditakutinya
sehingga bisa menjaganya dari apa yang ditakutinya itu. Takwa seorang hamba
kepada Allah artinya, dia menjadikan penghalang antara dirinya dengan murka dan
kebencian Allah yang amat dia takuti dengan penghalang yang bisa menghalanginya
dari kemurkaan-Nya dengan cara melaksanakan ketaatan kepada-Nya dan menjauhi
maksiat kepada-Nya.
Orang-orang yang berkaqwa akan
diberikan kemampuan untuk membedakan antara yang haq dan yang batil. Inilah hakikat
daripada ilmu itu sendiri. Allah SWT berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا إِنْ تَتَّقُوا اللَّهَ يَجْعَلْ لَكُمْ فُرْقَانًا وَيُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ
وَيَغْفِرْ لَكُمْ ۗ
وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ
“Hai orang-orang beriman, jika kamu bertakwa
kepada Allah, Kami akan memberikan kepadamu Furqaan. Dan kami akan jauhkan
dirimu dari kesalahan-kesalahanmu, dan mengampuni (dosa-dosa)mu. Dan Allah
mempunyai karunia yang besar.” (QS. Al-Anfaal : 29)
Di dalam ayat ini Alloh berfirman, “Allah
akan memberi furqon bagimu” artinya menjadikan apa yang menyebabkan kalian
bisa membedakan antara yang haq dan yang bathil, dan di antara yang mudharat
dan yang manfaat. Masuk di dalamnya ilmu, di mana Allah akan memberikan
berbagai ilmu kepada manusia yang bertakwa dan tidak diberikan kepada selainnya.
Karena takwa akan menghasilkan tambahan hidayah, tambahan ilmu, dan tambahan
hafalan. Oleh karena itu, disebutkan dari imam asy-Syafi’i rahimahullah
bahwa ia berkata:
شَكَوْتُ إِلَي
وَكِيْعٍ سُوءَ حِفْظِي، فَأَرْشَدَنِي إِلَي تَرْكِ الْمَعَاصِيْ، وَقَالَ اِعْلَمْ
بِأَنَّ العِلْمَ نُوْرٌ وَنُورُاللهِ لَايُؤْتَاهُ عَاصِي
Aku
mengadukan kepada Waki’ tentang jeleknya hafalanku, lalu dia membimbingku agar
aku meninggalkan maksiat Dan dia
berkata, “ketahuilah bahwa ilmu adalah cahaya, dan cahaya Allah tidak akan
diberikan kepada orang yang bermaksiat”
Tidak diragukan lagi bahwa seorang
manusia, setiap kali ilmunya bertambah, bertambah pula ma’rifah dan kemampuannya
dalam membedakan antara yang haq dan yang bathil, yang mudharat dan yang
manfaat. Juga mencakup pemahaman yang akan Allah bukakan baginya, karena takwa
sebagai sebab kuatnya pemahaman, dan kuatnya pemahaman akan menghasilkan
tambahan ilmu. Engkau melihat dua orang yang menghafalkan beberapa ayat dari
Kitabullah, salah satu di antranya mampu mengeluarkan tiga hukum dari
ayat-ayat itu, sedangkan yang lain bisa menghasilkan lebih dari itu tergantung
kemampuan pemahaman yang Allah berikan kepada mereka.
Maka takwa merupakan sebab
bertambahnya pemahaman. Termasuk juga dalam hal ini adalah firasat, artinya
Allah akan memberikan firasat kepada orang yang bertakwa yang membuatnya unggul
dari yang lainnya. Maka hanya dengan melihat orang lain dia akan mengetahui
apakah orang ini pendusta atau jujur, baik atau jahat. Terkadang dia mampu
menilai seseorang walaupun belum pernah bertemu dan belum mengetahui apapun
tentang orang itu karena firasat yang Allah berikan kepadanya.
2. Ulet
dan Kontinyu dalam Menuntut Ilmu
Setiap
penuntut ilmu harus mengerahkan seluruh usahanya dalam meraih ilmu dan sabar dalam
hal ini serta memelihara ilmu tersebut
setelah berhasil diraih, karena ilmu tidak mungkin dicapai dengan
bermalas-malasan. Seorang penuntut ilmu harus menelusuri berbagai jalan yang
dapat mengantarkannya kepada ilmu, dan dia akan memperoleh pahala darinya. Hal
ini berdasarkan sebuah hadits dalam shahih Muslim dari Nabi SAW bahwa
beliau bersabda:
مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا
سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيْقًا إِلَي الجَنَّةِ
“Barangsiapa
yang menelusuri suatu jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya
jalan menuju Surga.” (HR. Muslim)
Oleh karena itu, seorang penuntut
ilmu harus ulet dan bersungguh-sungguh, tidak tidur pada waktu malam, dan meninggalkan
segala hal yang dapat memalingkan dan menyibukkannya dari mencari ilmu.
Terdapat banyak contoh yang mashur
dikalangan Salaf tentang keuletan mereka dalam menuntut ilmu sehingga diriwayatkan
dari Ibnu ‘Abbas radhiyallohu ‘anhuma Bahwa dia ditanya, “Dengan apa
engkau mendapatkan ilmu?” Dia menjawab, “Dengan lisan yang banyak bertanya,
hati yang selalu berfikir, dan badan yang tak kenal lelah.”
Juga diriwayatkan darinya rodhiyallohu
‘anhuma bahwa dia berkata: “…Apabila aku akan mencari hadits dari
seseorang, maka aku akan mendatangi piintunya, lalu aku hamparkan selendangku
di depan pintunya sehingga angin berdebu terhembus ke wajahku, lalu dia keluar
dan berkata, ‘Wahai anak paman Rosulullah, apa yang membuatmu datang? Mengapa
tidak engkau utus seseorang kepadaku, maka aku yang akan datang kepadamu?’ Dia
menjawab, ‘Aku lebih berhak untuk mendatangimu.’ Lalu bertanya kepadanya
tentang hadis…” Ibnu ‘Abbas rodhiyallohu ‘anhuma amat tawadhu’ terhadap
ilmu, maka Allah pun mengangkat derajatnya karena hal itu.
Demikianlah, setiap penuntut ilmu
harus benar-benar ulet. Juga diriwayatkan tentang Imam Syafi’i rahimahullah
bahwa dia bertamu kepada imam Ahmad pada suatu malam, lalu makan malam
dihidangkan kepadanya, lalu imam Syafi’i makan. Kemudian dua orang ini berpisah
menuju tempat tidurnya masing-masing. Malam itu Imam Syafi’i tidak tidur,
tetapi dia berfikir untuk mengambil hukum-hukum dari sebuah hadis, yaitu sabda
Nabi shollallohu ‘alayhi wa sallam.
يَا أَبَا عُمَيْرٍ فَعَلَ النُّغَيْرُ
“Wahai Abu ‘Umair , apa yang sedang
dikerjakan oleh Nughair?”
Abu ‘Umair mempunyai seekor burung
kecil yang diberi nama Nugahir, lalu burungnya mati, maka sedihlah anak ini.
Nabi shollallohu ‘alayhi wa sallam adalah orang yang senang bercanda
dengan anak-anak dan berbicara dengan setiap orang dengan pembicaraan yang
layak dengannya.
Semalam itu Imam Syafi’i beristinbath
(mengambil hukum) dari hadits ini, dan dikatakan bahwa dari hadits ini beliau
bisa mengambil lebih dari seribu faedah, dan barangkali seusai mengambil faedah
dari hadits ini beliau melanjutkan memikirkan hadits lainnya, demikianlah
seterusnya hingga akhir malam. Ketika Adzan subuh terdengar, sholatlah Imam
Syafi’i tanpa berwudhu’ lagi, lalu kembali kerumahnya. Imam Ahmad rahimahulloh
sering memuji Imam Syafi’i di tengah keluarganya, lalu mereka pun bertanya,
“Wahai Abu ‘Abdillah (Imam Ahmad), bagaimana engkau memuji orang seperti ini
yang makan dan minum, tidur tanpa sholat malam dan sholat shubuh tanpa
berwudhu?” lalu hal itu ditanyakan kepada Imam Syafi’i, maka beliau pun
menjawab, “Adapun kemarin, saya makan banyak hingga menghabiskan makanan yang
ada di wadah karena saya tidak pernah mendapati makan yang lebih baik dari
makanan Imam Ahmad, maka saya ingin memenuhi perut saya dengan makanan seperti
ini. Adapun tadi malam saya tidak melakukan shalat malam, karena ilmu itu lebih
utama dari shalat malam. Tadi malam saya berfikir tentang hadist ini. Adapun
saya tidak berwudhu’ untuk sholat shubuh karena saya masih mempunyai wudhu’
sejak sholat ‘Isya’.” Allah tidak suka menyulitkan manusia dengan air wudhu’
Jadi, saya katakan bahwa ulet dalam
menuntut ilmu itu merupakan hal yang penting. Perhatikan zaman kita sekarang,
apakah kita seulet itu? Tidak! Adapun orang-orang yang mempelajari pelajaran
yang terkurikulum, apabila mereka selesai dari suatu pelajaran, bisa jadi
mereka bermain-main dengan perkara-perkara yang tidak menunjang pelajaran.
Guru kita yang ulet Syaikh
‘Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah telah menceritakan kepada saya bahwa
disebutkan dari al-Kisa-i, imam penduduk kufah dalam ilmu nahwu, bahwa dia
mempelajari ilmu nahwu tetapi tidak juga faham. Pada suatu hari dia menemukan
seekor semut membawa makanannya lalu dia naik ke dinding. Setiap kali naik, dia
terjatuh, tetapi dia ulet hingga dia terbebas dari rintangan dan berhasil naik
ke dinding. Berkatalah al-Kisa-i, “Semut ini begitu ulet hingga dia berhasil
mencapai tujuan.” Sejak saat itu pun dia belajar dengan ulet dan gigih hingga
menjadi imam dalam ilmu nahwu.
Oleh karena itu, wahai para penuntut
ilmu, kita wajib ulet dan tidak putus asa karena putus asa artinya menutup
pintu kebaikan. Kita pun tidak boleh pesimis, tetapi harus optimis dan
mengharapkan kebaikan bagi diri kita.
3. Menghafal
Penuntut ilmu harus gigih dalam
mengulang dan menguasai apa yang telah dipelajari baik dengan cara menghafalnya
di dada atau dengan cara menulisnya, karena manusia itu seringkali lupa. Maka,
jika tidak bersungguh-sungguh dalam menghafal dan mengulang pelajaran yang
telah dipelajari berarti hal itu menyia-nyiakan dan melupakannya. Dalam sebuah
Sya’ir dikatakan:
الْعِلْمُ صَيْدٌ
وَالكِتَابَةُ قَيْدُهُ * قَيِّدْ صُيُوْدَكَ بِالحَبَالِ وَالوَاثِقَةُ * فَمَنِ
الحَمَاقَةِ أَنْ تُصَيِّدَ غَزَلَةٌ * وَتَتَرَكَهَا بَيْنَ الْخَلَائِقِ
طَالِقَةٌ
Ilmu adalah binatang buruan dan tulisan adalah pengikatnya,
Ikatlah buruanmu dengan tali yang kuat
Maka bodohlah orang yang berburu kijang,
Tetapi dia membiarkannya terlepas diantara manusia.
Di
antara cara
yang dapat membantu dalam menghafal dan memelihara ilmu adalah memberi petunjuk
kepada manusia dengan ilmu itu. Allah Ta’ala berfirman,
وَالَّذِينَ اهْتَدَوْا زَادَهُمْ هُدًى
وَآتَاهُمْ تَقْوَاهُمْ
“Dan
orang-orang yang mau menerima petunjuk, Allah menambah petunjuk kepada mereka
dan memberikan balasan ketakwaannya.” (QS. Muhammad : 17)
Dan Dia berfirman:
وَيَزِيدُ اللَّهُ الَّذِينَ اهْتَدَوْا
هُدًى
“Dan Allah akan menambah petunjuk kepada mereka yang telah
mendapat petunjuk..” (QS. Maryam: 76)
Maka setiap kali seseorang
mengamalkan ilmunya, niscaya Allah akan menambahkan daya hafal dan pemahamannya
berdasarkan keumuman firman Allah, “Allah akan menambah petunjuk kepada
mereka.”
4.
Belajar secara kontinyu kepada ulama
(guru/ustadz)
Penuntut ilmu harus memohon
pertolongan kepada Allah subhanahu wa ta’ala, kemudian setelah itu
meminta bantuan kepada orang yang berilmu, dan memanfaatkan apa yang telah
mereka tulis dalam kitab-kitab mereka, karena jika hanya membaca dan menelaah
saja, maka hal itu membutuhkan waktu yang amat panjang, berebeda dengan
seseorang yang duduk di hadapan seorang alim yang menjelaskan dan menerangkan
pelajaran kepadanya serta menerangi jalannya. Saya tidak mengatakan bahwa ilmu
tidak akan diperoleh kecuali dengan belajar langsung kepada ulama, terkadang
seseorang memperoleh ilmu dengan cara membaca dan menelaah, tetapi umumnya
sekalipun dia menekuni dengan setekun-tekunnya, baik siang maupun malam dan
diberikan pemahaman, tetapi sering kali dia terjerumus kedalam keselahan. Oleh
karena itu, dikatakan bahwa barangsiapa yang pembimbingnya adalah kitab maka
kesalahannya akan lebih banyak dari pada benarnya. Akan tetapi hakikatnya hal
ini tidaklah mutlak.
Dan jalan terbaik adalah mempelajari
ilmu langsung dari para Syaikh. Saya nasihatkan juga kepada para penuntut ilmu
agar tidak mempelajari satu cabang ilmu dari setiap guru. Seperti belajar fiqih
dari banyak guru, karena para ulama berbeda dalam cara mengambil dalil dari
al-Kitab dan as-Sunnah, pendapat mereka pun berbeda pula. Jadi, engkau harus
menetapkan satu guru untuk satu ilmu, baik dalam fiqih, balaghah, atau yang
lainnya. Artinya, engkau mempelajari satu jenis ilmu dari seorang guru. Jika
seorang guru menguasai beberapa cabang ilmu maka menetaplah engkau dengannya
karena jika engkau belajar ilmu fiqih misalnya dari banyak ulama lalu mereka ikhtilaf
(berselisih) dalam pendapat mereka,
maka bagaimana sikapmu padahal engkau hanya seorang thalib (penuntut
ilmu)? Engkau akan bingung dan ragu. Tetapi jika engkau menetap bersama satu
alim dalam satu cabang ilmu maka hal ini akan membuatmu merasa tenang.
EmoticonEmoticon