Syaikh
Muhammad bin Aburrahman Al Jibrin rahimahulloh pernah ditanya dengan
pertanyaan sebagai berikut:
“Saya mempunyai kartu bank yang
disebut dengan “Kartu Kredit”. Memalui keanggotaan ini saya bisa membeli setiap
kebutuhan yang saya perlukan, khususnya ketika dalam perjalanan dimana saya
sangat antusias untuk tidak menggunakan uang, karena untuk menjaga keamanan
dari pencurian dan kehilangan. Mengingat keanggotaan pada kartu ini mewajibkan
saya untuk membayar tagihan tahunan. Dalam hal ini, bank di mana saya
berlangganan mengirimkan daftar bulanan bagi barang yang telah dibeli tanpa
mengenakan biaya tambahan. Hanya saja, dalam kondisi saya tidak melunasi
tagihan bulanan, maka dikenakan bunga atas hal itu. Perlu diketahui, bahwa saya
tidak akan terlambat dalam membayar tagihan karena biayanya terpenuhi (ada).
Apa hukum kartu tersebut?
Syaikh Ibnu Jibrin menjawab:
“Dalam
pandangan saya, tidak boleh berlangganan pada kartu seperti ini karena adanya
tagihan tahunan diambil dari para anggota. Di samping itu, karena hal itu
membuat Anda dibatasi untuk tidak membeli kecuali dari orang-orang tertentu
saja, atau bila Anda terlambat melunasinya, maka bank tersebut akan menambah
biaya bagi Anda, dan tambahan biaya ini tidak lain adalah riba yang kentara, akan
tetapi bila Anda takut terjadi pencurian terhadap uang Anda dalam kondisi
perjalanan, maka mungkin dibolehkan menggunakan kartu tersebut sesuai ukuran
keperluannya saja.” [Demikian jawaban dari Syaikh Muhammad bin Abdurrahman
Al-Jibrin]
Sebagai peringatan kepada kaum
muslimin, mari kita menyelami kembali bagaimana hukum dan bahaya riba bagi para
pelakunya.
A. Definisi riba
Ditinjau dari ilmu bahasa Arab, riba
bermakna: Tambahan, tumbuh, dan menjadi tinggi.
Ada pun dalam pemahaman syari’at,
para ulama berbeda-beda ungkapannya dalam mendefinisikannya, akan tetapi maksud
dan maknanya tidak jauh berbeda. Di antara definisi yang dirasa cukup mewakili
berbagai definisi yang ada adalah:
“Suatu
akad/transaksi atas barang tertentu yang ketika akad berlangsung, tidak
diketahui kesamaanya menurut ukuran syari’at atau dengan menunda penyerahan
kedua barang yang menjadi objek akad atau salah satunya.”[1]
Ada juga yang mendefinisikannya
sebagai berikut:
“Penambahan
pada komoditi/barang dagangan tertentu.”
B. Hukum Riba
Tidak sangsi lagi bahwa riba adalah
salah satu perbuatan yang diharamkan dalam Islam. Sangat banyak dalil-dalil
yang menunjukkan akan haramnya riba. Di antaranya:
Alloh Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا
الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً ۖ
وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan
berlipat ganda] dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat
keberuntungan.” (Surah Ali 'Imran,3: 130)
Ibnu Katsir rohimahulloh berkata,
“Alloh Ta’ala melarang hamba-hamba-Nya kaum
Mu’minin dari praktek dan memakan
riba yang senantiasa berlipatganda. Dahulu orang-orang jahiliyyah bila piutang
telah jatuh tempo, mereka berkata kepada yang berhutang, ‘Engkau melunasi
hutangmu atau membayar riba.’ Bila ia tidak melunasinya, maka pemberi hutang
pun menundanya dan orang yang berhutang menambah jumlah pembayarannya.
Demikianlah setiap tahun, sehingga bisa saja piutang yang sedikit menjadi
berlipatganda hingga menjadi besar jumlahnya beberapa kali lipat. Dan pada ayat
ini Alloh Ta’ala memerintahkan hamba-Nya untuk senantiasa bertakwa agar mereka
selamat di dunia dan di akhirat.”
Alloh Ta’ala juga berfirman:
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ
إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ۚ
ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا ۗ
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا ۚ
فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَىٰ فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ
إِلَى اللَّهِ ۖ
وَمَنْ عَادَ فَأُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ
هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan)
penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka
berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah
telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah
sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil
riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan);
dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba),
maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (Surah
Al-Baqarah,2: 275)
Di antara hadits Nabi yang
menunjukkan haramnya memakan riba adalah sebagai berikut:
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنهَ أَنَّ
رَسُولَ اللهِ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: اجْتَنِبُوا السَّبْعَ
الْمُوبِقَاتِ. قِيْلَ: يَارَسُلَ اللهِ، وَمَا هُنَّ؟ قَالَ: الشِرْكُ بِاللهِ
وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللهُ إِلَّا بِالحَقِّ وَأَكْلُ
مَالِ الْيَتِيْمِ وَأَكْلُ الرِّبَا وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ
الْمُحْصَنَاتِ الغَافِلَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ.
متفق عليه
“Dari sahabat Abu Hurairah radhiyallohu ‘anhu, bahwasanya
Rosululloh shollallohu ‘alayhi wa sallam bersabda, “Jauhilah olehmu
tujuh dosa besar yang akan menjerumuskan (pelakunya ke dalam neraka).” Para
shahabat bertanya, “Ya Rosululloh, apakah dosa-dosa itu?” Beliau bersabda,
“Mensekutukan Alloh, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Alloh kecuali dengan
alasan yang dibenarkan, memakan harta anak yatim, memakan riba, melarikan diri
dari medan peperangan, dan menuduh wanita mu’min (yang menjaga kehormatannya)
lagi baik (dengan tuduhan zina)” (Muttafaqun ‘alayhi)
Alloh
Ta’ala melaknat orang-orang yang memakan riba, pemberi riba, penulis dan
saksi-saksinya. Rosululloh shollallohu ‘alayhi wa sallam bersabda:
لَعَنَ
رَسُولَ اللهُ صَلَي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أكِلَ الرِبَا وَمُوكِلَهُ
وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ
“Nabi shollallohu ‘alayhi wa
sallam melaknat pemakan riba, pemberi riba, penulis dan dua orang saksinya.”
Beliau bersabda, “Mereka semua sama.” (HR. Muslim)
Dosa
riba lebih besar daripada zina 36 kali. Rosululloh shollallohu ‘alayhi wa
sallam bersabda, “Satu dirham dari riba yang dimakan oleh seseorang
sedangkan ia mengetahuinya, maka lebih besar dosanya di sisi Alloh daripada
berzina sebanyak tiga puluh enam kali.” (HR. Ahmad)
Dan
dosa paling ringan pelaku riba seperti dosa menzinai ibu kandungnya sendiri. Rosululloh
shollallohu ‘alayhi wa sallam bersabda:
الرِّبَا
سَبْعُوْنَ حُوْبًا أَيْسَرُهَا أَن يَنْكِحَ الرُّجُلُ أُمَّهُ
“Riba itu memiliki tujuh puluh tingkatan dosa, yang paling
ringan seperti seseorang yang menyetubuhi ibunya.” (HR. Ibnu Majah, dishohihkan
oleh Syaikh Al-Albani)
Riba
menyebabkan kehinaan. Kondisi ummat Islam saat ini di belahan dunia dilanda
kehinaan dan penindasan oleh orang-orang kafir. Ummat Islam tidak memiliki daya
dan kekuatan, mereka laksana buih di lautan. Mereka diserbu dari berbagai arah
laksana hidangan yang siap disantap. Salah satu penyebabnya adalah riba. Rosululloh
shollallohu ‘alayhi wa sallam bersabda:
“Jika kalian melakukan perdagangan
dengan cara ‘inah (salah satu bentuk riba), dan puas dengan peternakan,
serta kalian ridho dengan pertanian dan kalian meninggalkan jihad, maka Alloh
akan menghinakan kalian. Dia tidak akan mencabut kehinaan itu sampai kalian
kembali kepada agama kalian.” (HR. Abu Dawud).
EmoticonEmoticon