Munculnya kedua kalimat Sunnah dan
Jama’ah dalam hadits-hadits Rosululloh shalallahu ‘alayhi wa sallam tentang keselamatan, dipahami oleh para
sahabat bahwa keduanya (Sunnah dan Jama’ah) adalah pilar-pilar keselamatan.
Di antara hadits-hadits tersebut
misalnya:
(( عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي
وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ مِنْ بَعْدِي ))
“Ikutilah sunnahku dan sunnah
khulafaurrosyidin sepeninggalku....” (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah dan Tirmidzi)
((
فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي ))
“Barangsiapa yang membenci
sunnahku, maka dia bukanlah dari golonganku!” (HR. Bukhori)
((
تَرَكْتُ فِيْكُمْ شَيْئَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا بَعْدَهُمَا:
كِتَابَ اللهِ وَسُنَّتِيْ ))
“Telah kutinggalkan untuk kalian
dua perkara, dengan keduanya kalian tidak akan sesat selamanya, yaitu
kitabulloh dan sunnahku....” (HR. Hakim)
((
مَنْ فَارَقَ اْلجَمَاعَةَ وَخَرَجَ مِنَ الطَّاعَةِ فَمَاتَ
فَمِيْتَتُهُ جَاهِلِيَّةٌ ))
“Barangsiapa yang meninggalkan
jama’ah dan memberontak dari ketaatan lalu mati, maka cara matinya adalah mati
jahilliyah.” (HR. Muslim)
((
وَعَلَيْكُمْ بِالْجَمَاعَةِ، فَإِنَّ يَدَ اللهِ عَلَى اْلجَمَاعَةِ ))
“Berpegang teguhlah kalian kepada
jama’ah, karena sesungguhnya tangan Alloh di atas jama’ah.” (HR. Tirmidzi)
((
وَإِنَّ هَذِهِ اْلِملَّةَ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ:
ثِنْتَانِ وَسَبْعُوْنَ فِيْ النَّارِ، وَوَاحِدَةٌ فِي اْلجَنَّةِ، وَهِيَ اْلجَمَاعَةُ ))
“Dan sesungguhnya agama ini (Islam)
akan berpecah-belah menjadi tujuh puluh tiga golongan, tujuh puluh dua golongan
tempatnya di dalam neraka dan satu golongan di dalam surga, yaitu al-Jama’ah.”
(HR. Ahmad dan lainnya. al-Hafiz menggolongkannya sebagai hadits hasan)
((
عَلَيْكُمْ بِالجَمَاعَةِ، وَإِيَّاكُمْ وَالْفُرْقَةَ، فَإِنَّ
الشَّيْطَانَ مَعَ اْلوَاحِدِ، وَهُوَ مِنَ اثْنَيْنِ أَبْعَدُ ))
“Ikutilah jama’ah dan jangan
berpecah-belah! Sesungguhnya setan bersama yang sendirian dan dia lebih jauh
dari yang berdua!” (HR. Tirmidzi dan Ahmad)
Ketika terjadi perpecahan pada awal
perjalanan umat ini, terlihat jelas bahwa pembelotan terjadi karena para
pembelot melepaskan tali “sunnah” dan “jama’ah”.
Karena para pembelot “belum bisa”
dikeluarkan dari nama Islam atau muslimun, maka salafussoleh telah
berijtihad
dengan menamakan golongan yang mengikuti Islam yang murni dengan nama “Ahlus
Sunnah wal Jama’ah” sering disingkat dengan “Ahlus Sunnah” saja, dan golongan
pembelot dinamakan “ahlul bid’ah”.
Nama Ahlus Sunnah wal Jama’ah
adalah nama yang dipakai ketika berhadapan dengan golongan-golongan pembelot di
dalam Islam dan tidak sekali-kali dipakai untuk menghadapi kaum kuffar. Itulah
sebabnya di zaman Rosululloh shalallahu ‘alayhi wa sallam, Abu Bakar radhiyallahu
‘anhu, dan ‘Umar radhiyallahu ‘anhu, nama ini tidak dipakai, karena
di masa mereka tidak didapatkan golongan-golongan pembelot. Yang terjadi di
masa mereka adalah “gelombang kemurtadan” di beberapa wilayah dari Jazirah
‘Arab dan kaum yang murtad itu sudah keluar dari Islam sehingga tidak dinamakan
“muslim” lagi.
Dalam penggunaan umum, nama “Ahlus
Sunnah” sering dipakai sebagai lawan dari “Syi’ah”. Ini berarti, dalam
penggunaan umum firqoh-firqoh bid’ah selain Syi’ah masih mengakui nama Ahlus
Sunnah sebagai nama mereka. Hal ini dikarenakan kebid’ahan Syi’ah yang jauh
lebih buruk dan lebih sesat dari firqoh-firqoh tersebut dan bukan sekali-kali
bahwa firqoh-firqoh bid’ah tersebut berjalan di atas manhaj Ahlus Sunnah wal
Jama’ah!
Nama Ahlus Sunnah benar-benar sudah
dikenal sejak zaman salafussoleh dan juga telah digunakan secara resmi oleh
mereka. Kita akan lebih meyakini hal tersebut Insya Alloh, setelah menyimak
hal-hal berikut:
1. Ketika menafsirkan QS. ali ‘Imron ayat 106:
يَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوهٌ
وَتَسْوَدُّ وُجُوهٌ فَأَمَّا الَّذِينَ اسْوَدَّتْ وُجُوهُهُمْ أَكَفَرْتُمْ بَعْدَ
إِيمَانِكُمْ فَذُوقُوا الْعَذَابَ بِمَا كُنْتُمْ تَكْفُرُونَ (١٠٦)
“Pada hari yang di waktu itu ada wajah-wajah
yang putih berseri, dan ada pula wajah-wajah yang hitam muram. Adapun
orang-orang yang hitam muram mukanya (kepada mereka dikatakan): “Kenapa kalian kafir
sesudah kalian beriman? Karena itu rasakanlah adzab disebabkan kekafiran kalian
itu!”, maka Ibnu ‘Abbas berkata:
((
تَبْيَضُّ وُجُوْهُ أَهْلِ السُّنَّةِ، وَتَسْوَدُّ وُجُوْهُ
أَهْلِ اْلبِدَعِ ))
“Ketika memutih wajah-wajah Ahlus
Sunnah dan menghitam wajah-wajah ahlul bid’ah”
Ibnu ‘Abbas juga berkata:
“Memandang wajah seseorang dari
Ahlus Sunnah, yang mendak-wahkan sunnah dan melarang bid’ah adalah suatu
ibadah!”
2. Hasan Basri berkata:
“Wahai Ahlus Sunnah,
berlemah-lembutlah (dengan sesama), karena kalian paling sedikit jumlah dan
bilangannya!”
3. Ayub Sikhtiyani berkata:
“Adalah suatu kebahagiaan bagi
seorang pemuda dan seorang ‘Ajam (Non ‘Arab), ketika Alloh memberinya taufik
untuk dibina oleh seorang ‘alim dari Ahlus Sunnah”
4. Muhammad bin Sirin
berkata:
“Sebelum terjadi fitnah (bid’ah),
masalah isnad (atau sanad) tidak pernah dipertanyakan. Setelah terjadi fitnah,
mulailah dipertanyakan. Jika sanad (hadits) dari Ahlus Sunnah, maka diambillah
riwayatnya. Namun jika sanadnya dari ahlul bid’ah, maka ditolak riwayatnya
.
5. Abu Hatim dan Abu
Zur’ah berkata:
“Kami mengikuti Sunnah dan
Jama’ah.”
Dari sini kita melihat dengan jelas
bahwa para salafussoleh telah menggunakan istilah “Ahlus Sunnah”.
EmoticonEmoticon