Hikmah Disyari’atkannya Shalat Dua Hari Raya (‘Idain)

Juli 24, 2014
Setiap kaum memiliki hari dimana mereka berhias pada hari itu, dan mereka keluar dari rumah-rumah dengan membawa segala pernak-pernik perhiasan mereka.

Diriwayatkan dari Anas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Ketika Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam tiba di Madinah, penduduk kota tersebut memiliki dua hari dimana mereka bermain-main di dalamnya pada masa jahiliyah. Maka, Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
قَدِمْتُ عَلَيْكُمْ وَلَكُمْ يَوْمَانِ تَلْعَبُوْنَ فِيْهِمَا أَبْدَلَكُمْ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ النَّحْرِ وَيَوْمَ الفِطْرِ
“Aku telah datang kepada kalian, sementara kalian memiliki dua hari dimana kalian bermain-main pada kedua hari tersebut di masa jahiliyyah. Sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala telah menggantikan bagi kalian dua hari yang lebih baik daripadanya, yaitu hari kurban (Nahr, ‘Idul Adha) dan ‘Idul Fitri.” (HR. Abu Dawud, An-Nasa’i, Ahmad, Al-Baghawi dan selainnya)

Yakni, karena dua hari raya, ‘Idul Fitri dan ‘Idul Adha, adalah dua hari yang ditetapkan berdasarkan syari’at Allah subhanahu wa ta’ala dan pilihan-Nya bagi makhluk-Nya. Alasan lainnya, karena keduanya mengiringi pelaksanaan dua rukun yang agung dari rukun-rukun Islam, yaitu haji dan puasa. Pada dua hari itu Allah mengampuni dosa-dosa para jama’ah haji dan orang-orang yang berpuasa, serta Allah menyebarkan rahmat-Nya kepada seluruh makluk-Nya yang taat.

Adapun Nairuz dan Marjan (dua hari raya masyarakat Madinah semasa jahiliyah), maka keduanya berdasarkan pilihan kaum bijaksana pada zaman itu. Karena kedua hari tersebut adalah masa yang teduh, sejuk, dan keistimewaan-keistimewaan yang fana lainnya.

Perbedaan kedua keistimewaan tersebut sangat nyata bagi yang memperhatikannya.

[ Sumber: Kitab Shahih Fiqih Sunnah ]

Artikel Terkait:


Artikel Terkait

Previous
Next Post »