Setiap kaum memiliki
hari dimana mereka berhias pada hari itu, dan mereka keluar dari rumah-rumah
dengan membawa segala pernak-pernik perhiasan mereka.
Diriwayatkan dari Anas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
“Ketika Rasulullah shallallahu
‘alayhi wa sallam tiba di
Madinah, penduduk kota tersebut memiliki dua hari dimana mereka bermain-main di
dalamnya pada masa jahiliyah. Maka, Nabi shallallahu
‘alayhi wa sallam bersabda:
قَدِمْتُ عَلَيْكُمْ وَلَكُمْ يَوْمَانِ
تَلْعَبُوْنَ فِيْهِمَا أَبْدَلَكُمْ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ النَّحْرِ
وَيَوْمَ الفِطْرِ
“Aku telah datang
kepada kalian, sementara kalian memiliki dua hari dimana kalian bermain-main
pada kedua hari tersebut di masa jahiliyyah. Sesungguhnya Allah subhanahu wa
ta’ala telah menggantikan bagi kalian dua hari yang lebih baik daripadanya,
yaitu hari kurban (Nahr, ‘Idul Adha) dan ‘Idul Fitri.” (HR. Abu Dawud,
An-Nasa’i, Ahmad, Al-Baghawi dan selainnya)
Yakni, karena dua hari
raya, ‘Idul Fitri dan ‘Idul Adha, adalah dua hari yang ditetapkan berdasarkan
syari’at Allah subhanahu wa
ta’ala dan pilihan-Nya bagi
makhluk-Nya. Alasan lainnya, karena keduanya mengiringi pelaksanaan dua rukun
yang agung dari rukun-rukun Islam, yaitu haji dan puasa. Pada dua hari itu
Allah mengampuni dosa-dosa para jama’ah haji dan orang-orang yang berpuasa,
serta Allah menyebarkan rahmat-Nya kepada seluruh makluk-Nya yang taat.
Adapun Nairuz dan
Marjan (dua hari raya masyarakat Madinah semasa jahiliyah), maka keduanya
berdasarkan pilihan kaum bijaksana pada zaman itu. Karena kedua hari tersebut
adalah masa yang teduh, sejuk, dan keistimewaan-keistimewaan yang fana lainnya.
Perbedaan kedua
keistimewaan tersebut sangat nyata bagi yang memperhatikannya.
[ Sumber: Kitab Shahih
Fiqih Sunnah ]
Artikel Terkait:
EmoticonEmoticon